Ulama Protes : Ekonomi Diangkat Ibadah Dihambat



Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Member AMK

Anggota Komisi Agama DPR RI John Kennedy Azis, mengkritik pemerintah yang tidak konsisten dalam menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), di tengah pandemi virus Corona (Covid-19).

John menyebutkan, sejumlah video di media sosial yang menayangkan pusat perbelanjaan atau mal dipenuhi pengunjung. Sementara tempat ibadah tetap dibatasi. (Dilansir oleh cnnindonesia.com, Kamis 25/5/2020)

Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal  Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Anwar Abbas:
"Tapi yang menjadi pertanyaan, mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid? Tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat-tempat lainnya," kata Anwar Abbas dalam keterangan tertulis.
(detiknews.com, Minggu 17/5/2020)

Ironis, kebijakan pemerintah tentang pengecualian perjalanan transportasi dan kelonggaran PSBB di tengah pandemi virus Corona, dinilai bertentangan dengan sikap pemerintah Indonesia yang bersikeras ingin memutus rantai penyebaran virus Corona. Hal ini sangat sulit diterima akal sehat.

Dampaknya sangat berbahaya sekali, karena dapat melahirkan persoalan baru yaitu    adanya gejolak rakyat yang membangkang, mengabaikan instruksi pemerintah. Hal ini disebabkan karena rakyat merasa diperlakukan tidak adil. Betapa tidak, pedagang kecil tokonya ditutup, petani, peternak, nelayan, tidak boleh bebas beraktivitas, dengan alasan ada PSBB. Adapun kebutuhan hidup dasar orang dan makanan ternak tidak dicukupi. Apakah ini artinya bukan zalim terhadap rakyatnya. Sesungguhnya Rezim telah mengkhianati konstitusi, lepas tanggung jawab pada rakyatnya. Di lain pihak korporasi diberikan kelonggaran, ini namanya benar-benar penguasa tidak punya hati nurani. Itulah demokrasi ada kongkalikong, tidak ada makan siang gratis.

Di sisi lain, pelonggaran PSBB bukan berarti Corona sudah berakhir. Tapi  justru pada pertengahan April menjelang lebaran, menurut Gubernur Anies Baswedan terjadi peningkatan lagi. (Berita petang tv one. Selasa,19/5/2020). Hal ini disebabkan karena rakyat banyak yang melanggar protokol kesehatan. Inilah yang dikhawatirkan terjadi bom waktu pembangkangan umat Islam. Umat tidak memedulikan  lagi akan kesehatannya. Lihatlah mal-mal dan pusat perbelanjaan penuh berjubel, padahal PSBB masih tetap berlangsung. Dampaknya, pemberantasan pandemi virus Corona akan menjadi lebih sulit.

Akibat dari kebijakan penguasa yang tidak tegas. Selalu berubah-ubah. Cermin dari penguasa kapitalisme. Ada diskriminasi, kecenderungan memihak korporasi untuk mengangkat ekonomi, tapi yang terjadi justru mengorbankan kesehatan dan keselamatan rakyatnya sendiri.

Di sisi lain, sikapnya yang tegas terhadap   masjid tetap ditutup. Umat Islam dihambat untuk beribadah,
membuktikan rezim  anti-Islam. Bahkan,
ulama yang beramar makruf demi kebaikan negeri ini pun dibui. Sedangkan yang menyelenggarakan konser yang jelas-jelas melanggar PSBB dibiarkan. Aneh.

Itu semua dampak sekularisme yang diadopsi negeri ini, yang memisahkan agama dari kehidupan. Wajar jika di semua lini kehidupan rusak. Sebagaimana  disampaikan 
Ibnu Taimiyah yang menegaskan, “Jika kekuasaan terpisah dari agama atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.” (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXVIII/394). Telah terbukti kebenarannya. Indonesia semakin hari bukan semakin baik, tapi menuju ke jurang kehancuran.

Hal tersebut diperkuat oleh Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa kerusakan penguasa disebabkan rusaknya ulama.

ما فسدت الرعية إلا بفساد الملوك وما فسدت الملوك إلا بفساد العلماء

“Tidaklah terjadi kerusakan rakyat itu, kecuali dengan kerusakan penguasa, dan tidaklah rusak para penguasa, kecuali dengan kerusakan para ulama.”
(Ihya’ Juz 2 halaman 238)

Jelas sekali bahwa, posisi ulama dalam sistem demokrasi kapitalisme hanya sebagai stempel penguasa. Fatwa-fatwanya mendukung kebijakan penguasa, tanpa melihat apakah bertentangan dengan syariat Islam atau tidak, yang penting menyenangkan hati tuannya. Ada juga ulama yang mencari zona aman.Tidak berani memuhasabahi penguasa, takut dipenjarakan. Apalagi ulama suu' (jahat) yang fatwanya menyesatkan umat. Ulama inilah yang menyebabkan penguasanya rusak, akibatnya rakyatnya juga rusak.

Sejatinya ulama dalam sistem Islam posisinya sangat mulia yaitu menjaga agama, mengontrol dan menasihati penguasa agar tetap berpegang teguh pada syariat Islam. Rasulullah saw. bersabda: “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Saatnya ulama bangkit, berani protes dan mengingatkan penguasa zalim, agar kembali ke tuntunan illahi Rabbi. Niscaya pandemi Corona bisa diatasi, yaitu dengan lockdown syar'i, seperti yang sudah dicontohkan  Rasulullah saw. dan para sahabat.

Peran ulama pada saat sekarang ini, keberadaannya sangat dibutuhkan umat. Hanya ulama yang bisa menjaga agama, mengontrol dan menasihati penguasa. Karena ulama pewaris daripada Nabi.

Alhasil, penting untuk menyatukan Islam dengan kekuasaan. Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Al-Iqtishad fi al- I’tiqad, menyatakan, “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar .… Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak punya pondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga niscaya akan musnah.”

Dengan begitu  penguasa akan menjalankan fungsinya sebagai 
raa’in (mengatur urusan umat dengan syariat Islam) dan junnah (pelindung) bagi umat. Kedua fungsi tersebut telah dijalankan oleh para khalifah sepanjang masa hingga 13 abad sesuai syara’. Terbukti membawa kesejahteraan dan kejayaan umat Islam.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post