Tarik Ulur Penanganan Wabah Covid-19 di Indonesia

Gambar : kompas.com
Oleh: Anita Sutrisnawati, S.Pd

Tagar 'Indonesia Terserah' belakangan ini menduduki trending topik di jagad sosial media. Nampaknya tagar ini menjadi bentuk protes para tenaga kesehatan dan rakyat atas anomali kebijakan penanganan wabah covid-19 di Indonesia.

Awal tahun lalu saat negara-negara lain bersiap mengantisipasi masuknya virus covid-19 di negerinya, pemerintah Indonesia menyikapinya dengan candaan. Saat kasus positif covid-19 mulai ditemukan di beberapa daerah, pemerintah pun tak segera mengambil kebijakan preventif yang tegas. Ketika jumlah korban virus covid-19 mencapai ribuan orang barulah kebijakan PSBB dan social distabcing diambil. Padahal saat itu banyak pakar yang mengatakan terlambat. 

Di beberapa daerah yang ditemukan kasus positif covid-19 cukup tinggi mulai memberlakukan PSBB untuk mengantisipasi booming pasien positif covid-19 maupun PDP yang dikhawatirkan tak mampu ditampung oleh fasilitas kesehatan yang ada di daerahnya. 

Sayangnya baru saja berjalan beberapa pekan, pemerintah mengeluarkan kembali kebijakan pelonggaran PSBB dengan alasan ekonomi. Moda transportasi umum diperbolehkan kembali beroperasi. Walhasil meskipun pemerintah menegaskan mudik dilarang selama pandemi tetap saja antrian penumpang yang hendak pulang kampung di bandara internasional Soekarno-Hatta mengular. 

Temuan 40 penumpang pesawat positif covid-19 di bandara internasional Soekarno-Hatta (18/5) seakan menjadi bukti kekhawatiran para tenaga kesehatan akan penyebaran virus covid-19 yang tak terkendali. Upaya mereka menolong para pasien positif covid-19 ataupun PDP dengan segala resikonya akan lebih lama lagi. 

Inkonsistensi pemerintah dalam penanganan wabah covid-19 ini ditambah dengan minimnya pendanaan untuk mengatasi wabah cukup mencerminkan watak asli penerapan sistem kapitalisme. Dalam urusan nyawa sekalipun mereka masih berhitung untung dan rugi.

Berbeda halnya dengan penanganan wabah di dalam kekhilafahan Islam. Dulu pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab juga pernah terjadi wabah tho'un. Saat itu beliau memerintahkan pendirian posko-posko bantuan, membagikan makanan, dan pakaian langsung kepada rakyat yang jumlahnya mencapai enam puluh ribu orang. Beliau juga segera menetapkan kebijakan lockdown untuk mengisolasi daerah Syam sebagai episentrum wabah. Dalam beberapa hari saja wabah yang saat itu lebih ganas dari virus covid-19 bisa terselesaikan dan tak meluas ke wilayah yang lain.

Di masa Kekhalifah Turki Usmani juga pernah terjadi wabah yang sangat berbahaya yaitu wabah virus smallpox. Dalam menyelesaikan wabah ini, sultan menyediakan fasilitas kesehatan, dokter, dan tenaga kesehatan yang menandai untuk seluruh warga muslim maupun non muslim. Sultan juga memerintahkan untuk melakukan penelitian guna menemukan vaksin, dan melakukan vaksinasi pada anak-anak warga. Hasilnya saat Eropa belum mampu keluar dari pandemi virus smallpox, kekhilafahan Turki Usmani telah mampu menyelesaikanya.

Catatan sejarah kekhilafahan Islam tersebut menunjukkan betapa kekhilafahan Islam sangat perhatian dan tidak perhitungan dalam urusan kesehatan rakyat. Tanpa tebang pilih, baik dia kaya atau miskin, muslim maupun non muslim. Semua mendapat fasilitas dan perlakuan yang sama.

Dana yang dikhususkan untuk penangan bencana termasuk wabah dalam kekhilafahan islam cukup besar, bahkan ketika terjadi bencana Khalifah bisa menggunakan dan pembangunan infrastruktur ataupun lainnya untuk penanggulangan bencana. Oleh karenanya bisa dipastikan bencana, wabah, atau pandemi bisa segera teratasi dan warga bisa beraktivitas normal kembali.

Semoga adanya tarik ulur kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan wabah covid-19 semakin menambah kesadaran bangsa Indonesia untuk mengambil islam yang telah terbukti baik dan memihak kepada rakyat selama berabad-abad lamanya.

Post a Comment

Previous Post Next Post