Penganiayaan terhadap Guru, Mengapa Terjadi?

Oleh: Faiza Hanifah Syaputri 
(Siswi SDIT At-Taubah Batam)

Belum lama ini publik sempat digemparkan oleh berita murid yang berani menganiaya gurunya sendiri. Kasus itu terjadi di salah satu SMA di Kupang. Murid-murid itu berani menganiaya sang guru hanya karena ditegur belum mengisi absen kelas (Liputan6.com, 05/03/2020).

Miris, tak terima dengan teguran tersebut, mereka langsung menganiaya sang guru hingga terjatuh. Bahkan, setelah pemeriksaan, mereka juga sempat menginjak kepala sang guru lalu melemparnya dengan kursi dan batu. Akibat penganiayaan itu, sang guru Yelfret Malafu (45th) mengalami luka lebam di sekujur tubuhnya.

Wah miris ya teman-teman. Kejadian serupa bukan hanya terjadi satu-dua kali. Kejadian serupa juga terjadi di salah satu sekolah yang ada di wilayah Gresik. Tepatnya pada tahun 2019 kemarin, yaitu kasus seorang murid yang berani mengancam gurunya sendiri. Dia mengancam gurunya hanya karena ditegur merokok di saat jam belajar telah dimulai (Merdeka.com, 10/02/2019). Duh, ditegur untuk kebaikan kok nggak mau?

Lantas, apa yang melatarbelakangi mereka sampai tega melakukan penganiayaan kepada guru sendiri? Setelah penulis amati, ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang siswa untuk melakukan penganiayaan kepada gurunya sendiri.

Pertama, faktor psikologis. Ternyata seorang siswa bisa melakukan penganiayaan kepada gurunya sendiri dikarenakan siswa belum bisa mengatur sifat emosionalnya. Pun, kebiasaan-kebiasaan dan kekerasan-kekerasan yang terjadi di lingkungannya juga bisa memicu siswa untuk melakukan penganiayaan. 

Kedua, metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang berasas sekulerisme yang menjadi dasar bagi pendidikan di negeri ini yang hanya mengejar nilai-nilai akademis saja. Dibandingkan untuk membentuk kepribadian Islam, dan kosong dari nilai-nilai agama dan moral.

Ketiga, faktor keluarga dan lingkungan. Faktor ini juga akan berpengaruh bagi siswa, dan menjadi kebiasaan-kebiasaannya, seperti melawan orang tua, berkata kotor, membantah perkataan dan sebagainya. Kebiasaan ini mungkin juga akan terbawa ke lingkungan sekolah. Ditambah lagi orang tua yang kerap membela anaknya ketika anaknya melakukan kesalahan.

Keempat, kemajuan teknologi dan informasi. Hal ini juga menjadi pemicu murid untuk melakukan penganiayaan kepada gurunya sendiri. Murid dengan bebas diberikan gadget dan barang sebagainya tanpa ada kontrol dari orang tua. Sehingga memudahkan siswa untuk mengakses informasi yang salah.

Berkaca dari akar masalah ini, maka solusi apa yang bisa diberikan? Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islamiyah sebagai dasarnya. Karena itu, keimanan dan ketakwaan juga akhlak mulia akan menjadi tujuan utama yang akan ditanamkan pada semua siswa. Halal dan haram menjadi standar kehidupan. Sehingga, melahirkan siswa dan siswi yang taat kepada Allah. Mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 

Ajaran Islam bukan hanya sekadar hafalan tetapi dipelajari untuk diterapkan dan menjadi standar dan solusi dalam mengatasi semua problem kehidupan. 
Tidak lupa, untuk membentuk sistem pendidikan Islam yang berkualitas. Peran negara juga pasti ada. 

Negara akan menjamin semua tenaga pendidik akan mendapatkan kesejahteraan agar semua tenaga pendidik bisa mengajarkan ilmu dengan maksimal, tanpa harus memimikirkan kebutuhan hidupnya. Tak kalah penting, negara juga wajib menyediakan pendidikan yang berkualitas, baik dan gratis untuk semua rakyatnya tanpa memandang bulu. Termasuk, semua fasilitas yang dibutuhkan oleh pendidikan. Wallahu 'alam  bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post