Pandemi: Pembuka Tabir Kapitalis




Oleh: Gozia Al ayyubi 
(Pelajar Ideologis)


Covid 19 atau yang lebih di kenal dengan virus Corona ternyata membuat sekitar 210 Negara karut marut. Bahkan sudah menjadi sebuah problem besar bagi dunia, tak terkecuali Indonesia. Sampai detik ini belum ada penurunan angka yang terjangkit Corona sebaliknya justru malah semakin bertambah banyak.

Menurut data pada (27/4) pasien Corona mencapai 9.096 orang, 765 di antaranya meninggal dan 1.151 dinyatakan sembuh. Jika ditinjau dari hari sebelumnya diperkirakan ada sekitar 8.882 orang yang positif Corona, 743 di antaranya meninggal dunia dan 1017 dinyatakan sembuh. Angka ini menunjukkan bahwa peningkatan pasien corona di Indonesia sudah tak terbendung lagi. 

Mercusuar dunia, yakni Amerika kini telah menjadi penyebaran Corona tertinggi. Padahal peradaban barat ini merupakan pusat mata dunia, namun tetap tak mampu menyelesaikannya. Begitu juga dengan China, lagi tak tuntas dalam menangani pemberantasan virus ini. Bahkan ada dugaan kuat bahwa pandemi ini berasal dari sebuah pasar binatang liar di daerah Wuhan China. Sungguh mengenaskan bukan. 

Selain mengancam jiwa, virus ini juga sangat mengancam sektor ekonomi. Amerika dan China juga mengalami kerugian yang amat mencekam, karena nyatanya virus ini telah menghalangi mereka untuk berkerja sama dengan negara-negara lain yang ada di berbagai penjuru. China yang kita kenal sebagai negara yang hebat dengan berbagai produknya, namun setelah datang virus Corona perekonomiannya anjlok parah. Begitu pula Amerika, mengalami hal yang semisal.

Dua negara tadi, jika ditinjau dari kekayaan materinya tentu sudah tidak diragukan lagi. Tapi ternyata juga gagal dalam mengahadapi virus Corona. Pasien Corona di Amerika dan China sudah banyak menyesakkan berbagai rumah sakit bahkan merekapun kekurangan tenaga medis. Begitupun dengan produk-produknya, kemungkinan besar akan bangkrut karena berita kuat yang menyatakan Corona berasal dari sana. Hal ini lagi-lagi menunjukkan kegagalan kapitalisme dan sosialisme dalam mengahadapi wabah penyakit.

Jika Amerika dan China gagal. Indonesia yang menjadikan mereka sebagai kiblat bagi ideologi kapitalisme, pastilah akan mengalami hal yang sama. Bahkan mungkin saja akan lebih mengenaskan. Karena perekonomian Indonesia sendiri pun selalu mengalami kemunduran. Tidak di masa pandemi saja masih banyak yang kelaparan, apalagi saat ini jelaslah akan semakin karut marut.

Oleh karena itu, hal ini merupakan sebuah problem yang sangat membutuhkan penyelesaian. Maka pemerintah pun mencoba beberapa upaya untuk menanggulanginya. Namun faktanya sekarang menunjukkan bahwa yang dilakukan oleh pemerintah adalah upaya yang berbelit. Bahkan terkesan menyulitkan rakyat sendiri. Seperti bantuan sosial dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pemerintah pusat. Karena sulitnya, sampai ada yang memohon agar tidak dapat duit BLT.

"Kalau sistem pembagian BLT tanya saja di Kemensos dan Kemenkes, itu program kedua kementrian itu. Kalau program saya menalangi kesulitan rakyat yang sangat mendesak, mereka butuh makanan hari ini, bukan di suruh menunggu besok, atau sampai administrasi tentang BLT selesai. Kebutuhan untuk isi perut rakyat tidak bisa menunggu onggokan kertas yang diminta oleh para menteri, sebagai syarat untuk mendapatkan uang Rp 600 ribu, rakyat saya bahkan memohon biar tidak dapat duit BLT" Jelas Sehan saat di konfirmasi detikNews, Minggu (26/4/2020).

Kutipan di atas adalah bukti, bahwa pandemi ini telah mengakibatkan terjadinya krisis pangan. Makanan yang merupakan kebutuhan pokok terpantau sulit untuk di penuhi. Dan bantuan dari pemerintah pusat juga menyulitkan rakyat, terkesan tidak merata, dan asal dalam pembagiannya.

Terjadinya penanganan pandemi Corona yang berbelit dari pemerintah jelaslah merupakan imbas dari kapitalisme, yang membuat individu dalam tampuk kekuasaan tunduk dengan materi. Para pemimpin seolah bisu dengan keluhan rakyatnya, sehingga pelayanan terhadap masyarakat seolah tak jadi prioritas utama para penguasa.

Beginilah wajah asli kapitalisme yang selalu timpang tindih dalam mengatasi masalah. Landasan hidup ideologi mereka adalah materi dan materi, maka setiap perbuatan yang tidak menghasilkan materi apalagi merugikan pastilah akan ditinggalkan, sekalipun harus mengorbankan nyawa orang lain. 


Kapitalisme dan Sosialisme adalah peradaban yang terang-terangan gagal menghadapi pandemi. Maka, ada satu peradaban mulia yang berhasil menghadapi wabah dengan menerapkan hadist Nabi. "Rasulullah pernah bersabda: Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah thaun itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu." (HR Bukhari-Muslim).


Karantina wilayah adalah solusinya. Bagi rakyat yang berada di daerah wabah tidak boleh untuk keluar dari wilayah itu dan disediakan kebutuhan medis yang memadai, begitupun sebaliknya. Orang yang tidak terjangkit wabah yang ada di daerah wabah akan diberi himbauan, prosedur, dan kebutuhannya akan tetap menjadi kewajiban negara. Lalu, di daerah yang aman akan diberikan informasi yang aktual dari khalifah. Sehingga tidak ada kecemasan di antara masyarakat. 

Beginilah penanganan wabah dalam Islam yang pernah berhasil dijalankan oleh khalifah Umar bin Al-khattab selama sembilan bulan. Maka, dimanapun dan dengan keadaan apapun semua masalah di dunia ini termasuk penanganan Corona akan selesai hanya dengan hukum Islam yang agung, karena berasal dari yang Maha Agung, dan sistem Islam telah terbukti sukses mensejahterakan dunia selama tak kurang dari tiga belas abad lamanya. Semua itu karena konsepnya berdasarkan hukum Syara'. Maka, sudah seharusnya kita kembali kepada hukum Allah. Yang mampu menangani wabah dan memenuhi hak-hak rakyat dengan baik.


Wallahu a'alam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post