Memupuk Rasa Empati di Tengah Pandemi



Oleh : Nuni Toid
Ibu Rumah Tangga dan Member Akademi Menulis Kreatif

Salah satu karakter masyarakat Indonesia yang sangat kental adalah sikap saling tolong-menolong, gotong-royong dan memiliki solidaritas sosial yang tinggi. Sikap tersebut juga melekat pada masyarakat Sunda yang dikenal masih memiliki rasa kepedulian yang kuat dengan sesama yang biasa dikenal dengan istilah Sabilulungan. Sikap itulah yang saat ini kembali digalakkan dalam rangka menghadapi wabah COVID-19 yang tengah merebak, beberapa daerah meluncurkan ATM (Anjungan Tunai Mandiri) beras bagi warganya yang terdampak pandemi COVID-19

Dilansir oleh bandungraya.com (09/05/2020), yang memberitakan Gerakan Solidaritas Sosial atau Gerakan Sabilulungan di tengah pandemi COVID-19 yang mulai digalakkan. Hal ini ditandai dengan peluncuran gerakan tersebut di Kampung Cipondoh RT 06, Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi. Untuk sementara gerakan akan berjalan di Kecamatan Cileunyi, Bojongsoang, Cilengkrang dan Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Aktivitas ini merupakan bantuan non pemerintah atau gerakan rereongan yang diperuntukkan bagi warga yang benar-benar terdampak COVID-19. Harapannya agar masyarakat mampu menghadapi pandemi ini. Dalam peluncuran gerakannya, terkumpul beras sebanyak 6 ton. Masing-masing dari anggota DPRD Kabupaten Bandung, Riki Ganesa yang menyumbang sebanyak 200 kg, dari Bahana Sabilulungan 100 kg dan sisanya dari Ketua RW 06, donatur serta warga RW 06 Kampung Cipondoh.

Digelarnya gerakan Sabilulungan di tengah pandemi COVID-19 ini patut diberi apresiasi, karena di samping untuk membiasakan sikap solidaritas sosial, juga untuk menumbuhkan rasa empati yang tinggi pada setiap elemen masyarakat. Dengan begitu akan terjalin ikatan yang kuat di antara sesamanya. Mereka yang memiliki kelebihan harta dengan suka hati akan menyisihkan sebagian hartanya demi menolong masyarakat yang lain, yaitu yang terkena dampak COVID-19

Hal ini pun akan memotivasi munculnya sikap Sabilulungan sesama warga, dan bagi warga yang jelas terdampak COVID-19. Seperti pekerjaan yang bergantung kepada penghasilan harian, pengaruhnya sangat dirasakan terutama dari sisi ekonomi. Saat ini banyak warga yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Diharapkan dengan adanya gerakan ini setidaknya akan mengurangi beban penderitaan bagi warga di sekitarnya.

Bantuan dari gerakan ini pun diharapkan bisa menginspirasi, mengingat di luar sana tidak sedikit warga yang terkategori mampu dan berkecukupan, justru tidak peduli terhadap kesulitan warga yang lain di sekelilingnya. Mereka justru mati rasa, miskin empati. Hal ini bisa kita lihat misalnya ketika awal terjadi wabah dimana terjadi aksi memborong masker, makanan pokok, alat-alat kesehatan hanya demi diri dan keluarganya. Hingga masyarakat bahkan tenaga medis kesulitan mendapatkannya. Semua hanya demi kepentingan pribadi tanpa memikirkan penderitaan di sekitarnya.

Demikianlah karakter sistem kapitalis-sekuler. Sistem yang mengedepankan nilai materi (keuntungan). Sekuler, dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Manusia sudah mulai berkurang sikap empati dan kepedulian terhadap sesamanya. Perhitungan untung rugi sangat menonjol, ketika dirasa menguntungkan, maka bagaimana pun caranya pasti akan diambil sekalipun dengan mengorbankan sesamanya. 

Pandemi ini berdampak besar pada masyarakat, khususnya bagi orang-orang yang hidup dibawah garis kemiskinan. Mereka  sangat memerlukan bantuan untuk meringankan beban hidup. Seharusnya saat ini adalah momen yang tepat bagi penguasa dan pihak yang memiliki kelebihan rezeki untuk berbagi. Namun sayangnya, tidak sedikit yang bermasalah atau masih enggan mengulurkan tangannya untuk membantu, padahal sikap yang harus dimiliki oleh kaum muslimin seharusnya saling peduli, tolong menolong di antara sesamanya. Seperti firman Allah Swt. :

"Dan tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksanya." (QS al-Maidah : 2)

Ayat di atas mengandung perintah, bahwa kita haruslah saling tolong menolong dalam hal kebaikan. Hal ini tentu bukan hanya kewajiban kita saja sebagai rakyat, akan tetapi di sini ada peran yang sangat vital yang seharusnya melindungi, menjaga dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyatnya, pihak tersebut adalah negara.

Namun, fakta gambaran negara yang peduli akan rakyatnya nyatanya saat ini tidak terwujud. Bagaimana tidak, di tengah rakyat berjuang bahu membahu, saling bergotong royong untuk meringankan beban penderitaan saudaranya yang terdampak COVID-19, justru negara membuat kebijakan-kebijakan yang zalim yang  membahayakan keselamatan, dan kesejahteraan rakyatnya.

Namun sayang, beberapa contoh kebijakan tak patut yang ditetapkan negara di tengah pandemi COVID-19, misalnya adalah kebijakan menaikkan iuran BPJS, mengesahkan UU Minerba, membuka kembali pintu bagi tenaga asing Cina dan yang paling memilukan adalah negara tidak konsisten dengan penerapan PSBB. Alih-alih berupaya menyelamatkan rakyatnya, negara justru menyerukan rakyat Indonesia untuk berdamai dengan Corona. 

Inilah fakta ketika negara hanya berperan sebagai pelayan kapitalis. Pada saat rakyat sedang merasakan penderitaan kemiskinan, terancam akan keselamatan jiwanya, negara tidak juga memberikan perhatian, dan cenderung sibuk memfasilitasi para pemilik modal untuk mengeruk kekayaan rakyat. 

Begitulah gambaran bahwa sistem kapitalisme-sekuler yang selama ini diemban, hanya berasaskan manfaat belaka. Sistem ini cenderung menguntungkan para pemilik modal saja dan abai terhadap masyarakat. Hal ini nampak dari sikap negara yang enggan mengurusi segala kebutuhan rakyatnya, yang berdampak pada semakin bertambahnya penderitaan yang dirasakan masyarakat hingga  kesejahteraan seolah semakin jauh untuk dijangkau.

Berbeda dengan Islam, sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, aturan Islam tidak hanya mencakup masalah ibadah  ritual saja. Islam telah menetapkan hukum-hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-sunah yang sudah pasti dijamin kesahihannya.   

Islam telah menetapkan bahwa seorang pemimpin bertanggung jawab dalam mengurus segala keperluan yang dibutuhkan oleh rakyatnya berada di tangan seorang penguasa. Karena seorang pemimpin adalah pelayan, junnah bagi rakyatnya. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda :

"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya mengikuti aturan Islam dalam berbagai pengambilan kebijakan. Karena Islam telah terbukti mampu memberikan kehidupan yang sejahtera bagi umatnya.
Sebagaimana yang pernah dicontohkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Saat menangani wabah yang melanda rakyatnya.

Dalam kepemimpinannya, Khalifah Umar bin Khaththab melakukan beberapa hal, misalnya : Pada masa paceklik dan kelaparan, Khalifah memberikan contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari rakyatnya. Beliau berkata, "Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan." 

Amirul mukminin juga pernah membagi-bagikan makanan dan uang dari Baitul maal hingga gudang makanan kosong  total, kepada rakyatnya yang datang. Bila ada yang tidak bisa datang maka bahan makanan diantar ke rumahnya sepanjang masa musibah. 

Beliau pun pernah meminta bantuan kepada wilayah atau daerah bagian khilafah yang kaya untuk segera mengirimkan bantuan. Saat itu gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirimkan seribu unta yang membawa tepung melalui jalur laut serta mengirimkan lima ribu pakaian kepada Khalifah Umar.

Saat bencana melanda rakyatnya, Khalifah Umar pun mengajak rakyatnya untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. meminta pertolongan dan perlindungan kepada-Nya.
Seperti dalam doanya, "Ya Allah, janganlah Kau binasakan kami dengan kemarau dan lenyapkanlah musibah dari kami." Begitulah beliau terus mengulang-ulang doa tersebut. 

Kebijakan yang  lain yang patut dicontoh saat terjadi bencana adalah menghentikan sementara hukuman bagi pencuri. Hal ini dilakukan bukan karena mengabaikan hukum yang sudah pasti dalam Islam, namun hal ini lebih disebabkan karena syarat-syarat pemberlakuan hukum untuk pencuri tidak terpenuhi. Hal ini dikarenakan berbagai kasus pencurian yang terjadi adalah akibat keterpaksaan demi sekadar menyambung hidup. 

Khalifah juga tidak mewajibkan pembayaran zakat pada masyarakat yang tengah dilanda bencana. Namun setelah bencana berakhir, beliau kembali mengumpulkan zakat. Khalifah memberi kesempatan bagi orang-orang yang mampu agar bisa membantu orang-orang yang memerlukan dan agar Baitul maal tidak kosong kembali.

Begitulah gambaran ketika Islam diterapkan di muka bumi ini. Ternyata, hanya Islam yang mempersatukan, mendorong setiap muslim untuk  selalu saling membantu, menolong saudaranya yang terkena musibah. Bantuan penuh ikhlas, yang hanya mengharapkan balasan dari Allah semata. Bukan bantuan yang berasaskan manfaat semata.

Sungguh saat ini  rakyat merindukan sosok pemimpin yang amanah dan yang benar-benar mencintai seluruh rakyatnya. Seseorang yang siap menjadi pelayan umat yang mampu mengurusi semua kebutuhan pokok rakyatnya dan mampu menjamin akan kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan rakyatnya di dunia dan di akhirat kelak.

Semua itu hanya bisa terlaksana dalam naungan sistem Islam. Maka, sudah waktunya kita memperjuangkan Islam dengan menerapkan syariat-Nya dalam setiap aspek kehidupan.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post