BPJS Naik Lagi, Dimanakah Nurani?


Oleh : Haya Koyumi
 Aktivis Peduli Generasi


Di tengah pandemi yang masih melingkupi
Kau sungguh tega hati
Dimanakah lagi nurani
Wahai penguasa negeri ini


Sehat itu mahal
Apalagi iuran BPJS dinaikkan
Demi mereka para kapital
Rakyatlah yang selalu dikorbankan


Puisi di atas mewakili  perasaan rakyat di negeri ini. Di tengah pandemi yang belum mereda. Di tengah ketegangan rakyat menghadapi corona. Di saat harga-harga melambung ke udara. Di saat badai PHK melanda. Dan himpitan berbagai beban hidup lainnya. 

Rakyat di negeri ini harus gigit jari lagi. Tak bisa mendamba kebaikan sang penguasa negeri. 
Walaupun kondisi menyayat hati. Namun, mereka tega menelikung nurani.

Sampai kapankah lagi semua ini harus dialami? Iuran BPJS yang  kenaikannya telah dibatalkan oleh MA, dengan tiba-tiba dinaikkan lagi oleh Presiden Joko Widodo atau yang biasa disebut Jokowi. 

Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Perpres tersebut, salah satunya menetapkan perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan untuk peserta, bukan penerima upah atau peserta mandiri. 

Perpres tersebut ditandatangani pada tanggal 5 Mei 2020 dan diundangkan pada 6 Mei 2020. Berdasarkan Perpres tersebut, tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas mandiri antara lain Kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan, Kelas II Rp100.000, Kelas III Rp25.500 dan menjadi Rp35.000 pada 2021. Tarif tersebut berlaku mulai Juli 2020.

Kebijakan ini sungguh tak sensitif terhadap penderitaan rakyat. Penguasa tak menunjukkan empati sama sekali. Sedangkan, rakyat ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dapat dipastikan kenaikan iuran BPJS akan membuat daya beli makin nyungsep dan pertumbuhan ekonomi semakin minus.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono/ AHY menyayangkan Presiden Jokowi yang bersikukuh tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal saat ini rakyat sedang kesulitan menghadapi pandemi corona (tribunnews.com, 15/5/2020)

Anggota DPD RI asal Aceh Fadhil Rahmi Lc, mengatakan keputusan ini tidak tepat, melanggar putusan MAMA serta hasil rapat antara Komite III DPD RI dengan BPJS Kesehatan itu sendiri (serambinews.com, 18/5/2020)

Meskipun MA telah membantalkannya, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS. Hal ini, menunjukkan keberadaan  BPJS bukan sebagai jaminan kesehatan rakyat, tetapi asuransi kesehatan. Aspek untung rugi menjadi pertimbangan utama dalam pelayanannya. Padahal, dana BPJS itu semuanya dari rakyat. Baik melalui iuran maupun subsidi APBN.

Inilah fakta negara kapitalis. Urusan hidup seperti kesehatan harus cari sendiri, bayar sendiri. Kalaupun ada subsidi, uangnya bersumber dari rakyat juga, yakni dari pajak. Padahal, mendapatkan pelayanan kesehatan adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara.

Hal ini, menegaskan bahwa negara berlepas tangan dari mengurusi dan menyejahterakan rakyatnya. Negara  memosisikan dirinya hanya sebagai regulator  dan fasilitator saja.

Solusi Islam dalam Bidang Kesehatan

Islam memiliki paradigma yang benar tentang kesehatan, yaitu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh penguasa. Karena penguasa/ pemimpin bertanggung jawab atas rakyatnya. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
 “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (Bukhari dan Muslim)

Negara bertanggung jawab terhadap rakyatnya, termasuk pada aspek kesehatan. Rakyat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis tanpa membedakan suku, warna kulit, ras dan agama. 

Negara tidak akan menyerahkan urusan kesehatan kepada lembaga asuransi semisal BPJS Kesehatan. Karena asuransi hanya mencari untung, tidak untuk menjadi pelayan rakyat. 

Negara menyediakan rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap, dokter,  perawat, obat-obatan berkualitas, ruangan yang bersih, makanan bergizi, pakaian yang layak, serta uang saku selama dalam perawatan. 

Negara juga menyediakan rumah sakit keliling yang dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran beserta dokternya. Rumah sakit ini berkeliling menelusuri pelosok daerah yang belum ada rumah sakitnya. 

Dalam Islam pembiayaan kesehatan ditanggung oleh negara, melalui pos pengeluaran baitul mal, dengan pengeluaran yang bersifat mutlak. Artinya, ada maupun tiada dana di baitul mal, pos pengeluaran ini harus tetap ada. Negara bisa menarik pajak yang sifatnya temporer kepada warga yang kaya sebesar yang dibutuhkan saja. 

Sumber pemasukan untuk pembiayaan kesehatan telah diatur dalam Islam. Salah satunya berasal dari barang tambang. Mulai dari tambang batu bara, minyak bumi, gas bumi, tambang emas, perak dan berbagai logam mulia lainnya yang jumlahnya sangat berlimpah. Hal ini, membuat negara Islam memiliki kemampuan finansial untuk menjalankan berbagai fungsinya. 

Hal ini, meniscayakan terwujudnya pelayanan kesehatan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat. Dan hanya akan terwujud dalam sebuah institusi yang menerapkan aturan Islam secara kaffah.

 Wallahu A'lam bi ashshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post