Bantuan Sosial Untuk Rakyat Ditengah Wabah, Efektifkah?

Oleh : Wulansari Rahayu, S.Pd

Saat ini Indonesia tengah diuji oleh pandemik virus Corona Covid 19. Pemerintah mengambil langkah dengan menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang menganjurkan warga negaranya untuk #DiRumahSaja, yaitu dengan membatasi aktivitas diluar rumah guna memutus mata rantai penularan virus Corona. Warga berbondong-bondong menaatinya, meski banyak juga yang melanggar aturan ini. Salah satu alasanya adalah mereka harus tetap bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Disisi lain banyak juga masyarakat yang harus kehilangan pekerjaannya, karena pabrik atau perusahaan tempat mereka bekerja melakukan PHK massal dan merumahkan para pekerjanya. Pemberlakuan PSBB ini menimbulkan masalah baru ditengah masyarakat. Selain melonjaknya masalah penggangguran, juga melonjaknya angka kemiskinan. Kelaparan terjadi dimana-mana, angka kriminalitas juga melonjak tajam.

Sebuah kisah pilu datang dari ibu Yuli yang kelaparan hingga meninggal dunia. Setelah di usut ternyata ibu Yuli selama 2 hari berturut-turut hanya minum air galon. Keluarga yang tinggal di serang ini mempunyai empat orang anak, mereka menahan lapar karena tidak ada bahan makanan untuk dimakan. Miris. Menurut informasi suaminya yang hanya seorang pemulung tidak bisa bekerja Selama pandemic Covid 19 (TribunMataram.com 22/4/2020).

Dilain kisah adalah bapak Ason yang viral karena nekat menjual HP rusak agar bisa membeli beras untuk makan anak-anaknya. Ason hanya menawarkan HP rusak tersebut dengan nilai 10 ribu saja. Semenjak wabah virus corona merebak bapak Ason ini kehilangan pekerjaanya (TribunNews.com 16/4/2020).

Kasus –kasus diatas adalah contoh kasus yang viral dimedia social. Sebenarnya masih banyak bahkan mugkin jutaan kasus yang tidak terangkat ke permukaan. Pemerintah akhirnya memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak virus Corona. Mulai dari keringanan pembayaran listrik hingga Bansos (Bantuan Sosial). Namun pemberian Bansos ini dinilai tidak tepat sasaran. Pasalnya banyak warga yang miskin justru tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Disamping itu data yang amburadul menjadi penyebab lambatnya distribusi Bansos sampai ke tangan rakyat. Persyaratan yang diberikan pun ribet dan berbelit, hal ini menyebabkan banyaknya masyarakat yang protes.

Sungguh ironis disaat masyarakat miskin akan mengambil haknya justru dihadapkan pada masalah administrasi yang berbelit dan seringkali menyebabkan mereka gagal mendapatkan bantuan. Disisi lain besarmya bantuan yang diberikan dinilai sangat minim,sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang harus ditanggung masyarakat selama PSBB ini berlaku. Masyarakat menerima BLT (Bantuan Langsung Tunai) sebesar 600 ribu selama 3 bulan, dana ini merupakan pengalihan Dana Desa yaitu sekitar 35 % Dana Desa dialokasikan untuk 12 juta lebih penduduk desa yang terdampak Corona. 

Faktanya justru Bansos tidak mengurangi derita masyarakat. Dalam system kapitalis tak jarang kebijakan yang diambil pemerintah justru mengusik rasa keadilan rakyat. Perhatian pemerintah lebih besar pada sector pajak dan pariwista yang dianggap dapat menopang kekuatan ekonomi Negara. Tak terkecuali di era krisis saat ini. Lihat saja saat pemerintah meminta masyarakat untuk pembatasan sosial sebaliknya pemerintah justru memberi peluang besar pada TKA masuk ke Indonesia. 

Sudah menjadi fakta umum bahwa dalam system kapitalis demokrasi saat ini mencari pemimpin yang benar-benar peduli pada kepentingn rakyat tanpa imbalan apapun bagai pungguk merindukan bulan. Pemimpin yang dengan ikhlas dan tulus mengedepan hak rakyat seperti jauh panggang dari api. Pesta demokrasi disistem ini membutuhkan dana yang sangat besar.  Biaya kampanye untuk duduk disinggasana kekuasaan tidaklah sedikit. Lalu darimana dana kampanye itu didapat? Sudah menjadi rahasia umum dana-dana tersebut didapat dari sokongan penguasaha yang pasti tidak gratis. Mereka menuntut imbalan dengan berbagai kebijkan yang akan menuntungan mereka. Hingga istilah “undang-undang pesanan” taka sing lagi kita dengar. 

Berbeda dengan sistem Islam. Islam mengatur bahwa pemenuhan kenutuhan rakyat adalah kewajiban pemerintah. Dalam Islam pemerintah wajib memberikan bantuan langsung dan melakukan operasi pasar tanpa mekanisme yang rumit. Kasus wabah ini pernah terjadi pada mas khalifah Umar RA , saat itu 70 ribu orang membutuhkan makanan, maka Umar RA langsung memberikan hak kepada rakyatanya tanpa disengsarakan dengan mekanisme yang berbelit.

Dalam Islam merupakan larangan keras membiarkan ada rakyat miskin dan tidak mendapatkan bantuan karena tidak mengajukan diri, hal ini adalah kelalaian pemerintah. Selain itu pemimpin yang dilahirkan dalam sistem Islam adalah pemimpin yang sangat besar rasa takutnya kepada Allah SWT. Sehingga pemimpim-pemimpin ini tercatat dalam sirah sebagai pemimpin yang sangat mulia dan lebih mengutamakan kepetingan rakyatnya. Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post