Wacana Pengesahan RUU Minerba, Memperkokoh Korporasi

Oleh: Retnaning Putri, SS.

Situasi hari ini masih sangat mengkhawatirkan, sudah banyak kasus masyarakat Indonesia yang telah terpapar virus corona. Tak tanggung-tanggung, kian hari kian bertambah jumlah korban yang terpapar virus corona, belum lagi ditambah naiknya angka kematian akibat virus ini. Sungguh, berbagai problem silih berganti berdatangan. Mulai dari kurangnya fasilitas kesehatan hingga ramainya pro dan kontra kebijakan pemerintah. 

Problem negeri yang tak kunjung usai di tengah pandemi, menuntut para pemangku kebijakan untuk segera menghadirkan solusi. Sebab di hari-hari ini, masyarakat begitu mengharapkan uluran tangan pemerintah. Harapannya, pemerintah hadir dengan penuh tanggung jawab untuk memfasilitasi penuh di bidang kesehatan, memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan memberikan dukungan penuh pada masyarakat untuk menekan rasa ketakutannya terahadap wabah ini. Namun sangat disayangkan, harapan masyarakat ingin mendapat uluran tangan hanya mimpi belaka. Justru yang terjadi saat ini, pemerintah berlepas tangan. 

Problem pandemi masih ditanggalkan oleh pemangku negeri, beralihlah fokus pemerintah untuk mengesahkan Omnibus Law. Selain pembahasan Omnibus Law, mulai tercium pula bau tak sedap dari pemerintah yang akan menggelar rapat kerja untuk mengesahkan revisi UU Minerba. Menurut wacana media, rapat revisi UU Minerba ditunda. Mungkin ini adalah angin segar bagi rakyat. Akan tetapi perlu diwaspadai, bukan berarti penundaan rapat ini menjadikan rakyat Indonesia bisa bernafas lega. Sebaliknya, penundaan ini harus segera disikapi. Mengingat jumlah anggota DPR RI Periode 2019-2024, 75% didominasi oleh partai pendukung yang mengusung pengesahan revisi UU Minerba.

Komisi VII DPR RI mulanya bakal menggelar rapat kerja dengan lima kementerian untuk memutuskan Revisi Undang-Undang Minerba pada 8 April 2020. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun meminta rencana rapat tersebut ditunda. Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan, penundaan ini akan berlangsung sekitar dua minggu. Rapat akan kembali dijadwalkan di atas 21 April 2020. Penjadwalan rapat kerja 8 April 2020, menurut Sugeng karena sudah sesuai dengan tahapan yang dilalui. (Jakarta, CNBC Indonesia 07 April 2020).

Rencana DPR tersebut, banyak menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, pemerintah begitu terburu-buru untuk segera mengesahkan revisi UU Minerba. Mengapa di saat masyarakat penuh ketakutan dan berjuang untuk mempertahankan hidup, tapi pemangku kebijakan tidak sedikit pun menaruh rasa iba kepada rakyatnya. Justru  wacana pengesahan RUU Minerba mengumbar kepongahan dan memperkokoh korporasi  yang akan menguasai  minerba. 

Sejatinya, menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4/2009) adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 

Menurut UU No. 4/2009, usaha pertambangan dikelompokkan atas pertambangan mineral, dan pertambangan batubara. Faktanya, revisi UU Minerba berisi tentang perluasan investasi dan pengusahaan pertambangan. Sementara itu, pada aspek perizinan dan pengusahaan dalam RUU Minerba ini semakin mempermudah mekanisme perizinan, yaitu dengan membolehkan pemegang IUP di satu provinsi memiliki IUP dengan komoditas yang sama, bahkan membuka pintu selebar-lebarnya bagi penambangan logam tanah jarang dan radioaktif. 

Perlunya belajar dari pengalaman, seperti pada kontrak kerja PT. Freeport, pemerintah hanya memperoleh royalti emas sebesar 3,75% dari harga jual (katadata.co.id). Persentase yang didapatkan pemerintah tersebut tidak seimbang dengan sumber daya mineral yang dikeruk, belum lagi kerusakan lingkungan yang dirasakan oleh rakyat seperti pembuangan limbah. 

Hal ini telah menunjukkan pembukaan kran investasi di balik UU hanya menguntungan perusahaan asing, sehingga mereka dapat melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap hasil tambang. Namun, pemerintah hanya mendapat sedikit royalti dan masyarakat hanya bisa gigit jari. Padahal, sepatutnya pengelolaan SDA dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat.

Demikianlah, pengelolaan SDA Indonesia hanya mementingkan para pemilik modal. Pemangku kebijakan memainkan perundang-undangan untuk menguasai perekonomian negara. Terlihat jelas bahwa hubungan pemerintah dan para pemilik modal kian erat dibalut kepentingan korporasi, sedangkan kepentingan rakyat diabaikan. Nasib rakyat seperti bergantung pada akar lapuk. 

Mengharapkan bantuan pada pemerintah yang tak mungkin memberikan bantuan di tengah kondisi pandemi ini. Rencana pengesahan UU Minerba di bulan ini, seperti mengkonfirmasi bahwa Indonesia masih terjajah neoimperalis liberalisme dalam pusaran sistem kapitalis. Watak rezim kapitalis akan selalu berpihak pada kepentingan segelintir elit dan abai terhadap maslahat rakyat. Mereka oportunis di tengah wabah bahkan hilang empati terhadap derita rakyat.

Pandangan kapitalis tentu berbeda jauh dengan pandangan Islam dalam mengelola pertambangan. Dalam Islam, pertambangan merupakan kekayaan alam yang menjadi bagian dari kepemilikan umum. Seperti sabda Rasulullah: “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput dan api.” (HR. Ibnu Majah). 

Maka berdasarkan hadits tersebut, kepemilikan umum khusunya minerba wajib dikelola oleh negara dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Negara mengelola SDA tersebut sesuai syariah dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, misalnya  untuk membangun sekolah gratis dan berbagai pelayanan umum lainnya yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Termasuk mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya di tengah kondisi pandemi seperti saat ini.

Sudah saatnya Islam menjadi solusi bagi segala permasalahan di dunia, khusunya mengatasi permasalahan pengelolaan kekayaan alam. Sudah saatnya hukum syara’ diterapkan secara menyeluruh untuk mengakhiri segala problematika hari ini. Penerapan Islam secara menyeluruh, tentu membutuhkan peran negara. Sebab, banyak ketentuan syariah Islam berurusan dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan SDA. Tanpa hadirnya peran negara yang menerapkan syariah Islam, maka rakyat akan tetap dikhianati di atas balutan janji-janji. []

Post a Comment

Previous Post Next Post