Miris, Nasib Pejuang di Garda Depan


Oleh : Sumiati 
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif 

Dilansir oleh Kompas.com 03/04/2020, Di tengah hiruk pikuk penanganan pandemi Covid-19, ada tenaga medis yang bekerja dalam senyap. Di garda depan, mereka mempertaruhkan nyawa untuk merawat para pasien yang terjangkit. Salah satunya Minarsih (47), perawat ruang isolasi RSUD Gambiran, Kota Kediri, Jawa Timur. Minarsih menceritakan, tidak semua perawat mau ditempatkan di ruang isolasi karena risikonya tinggi. Sejak wabah corona melanda Kota Kediri, RSUD Gambiran membentuk tim dan sarana perawatan pasien yang terpapar penyakit. Minarsih merupakan salah satu anggota tim. Sebelum wabah merebak, Minarsih bertugas di bagian Pengendalian Pencegahan Infeksi (PPI). Kini dia dipindahkan ke bagian isolasi pasien penyakit menular untuk membantu penanggulangan Covid-19. Banyak rekannya yang menolak tugas tersebut, tapi Minarsih justru menerima. Sebagai seorang perawat, dia mengaku tidak boleh menolak tugas kemanusiaan apa pun risikonya, termasuk kemungkinan terpapar virus mematikan dari pasien yang dirawat. Menurut Minarsih, tugas yang diemban ini tak sebanding dengan penderitaan dan ketakutan pasien yang terindikasi corona. “Setiap kali pasien dimasukkan ruang isolasi, wajah mereka sangat tegang dan depresi. Bahkan ada yang nyaris bunuh diri karena stres,” ungkap Minarsih dikutip dari Surya, Jumat (03/04/2020).

Dilansir oleh Kompas.com,  Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo merasa teriris hatinya tatkala mendengar kabar peristiwa penolakan pemakaman jenazah Covid-19. Penolakan tersebut dilakukan oleh sekelompok warga di daerah Sewakul, Ungaran, Kabupaten Semarang pada Kamis (09/04/2020). Ganjar mengaku terkejut dengan peristiwa tersebut, terlebih saat mengetahui bahwa jenazah yang ditolak pemakamannya itu adalah seorang perawat yang bertugas di RSUP Kariadi Semarang. Dengan sorot mata yang berkaca-kaca, Ganjar pun menyampaikan permintaan maaf.

Diskriminatif masyarakat terhadap jenazah perawat positif Covid -19, pengucilan anggota keluarganya, adalah buah dari tidak teredukasinya masyarakat. Masyarakat tidak paham bagaimana proses penularan tersebut. Sehingga  masyarakat memilih aman yaitu menjauhi keluarga tenaga medis yang terpapar Covid -19.  Kemudian jika pasien atau tenaga medis meninggal akibat Covid-19, masyarakat pun lebih memilih menolak jenazah tersebut  untuk dimakamkan di tempat pemakaman sekitarnya. Hal ini sungguh miris, tenaga medis yang berjuang di garda depan dalam penanganan Covid-19, ketika mereka menjadi korban, justru mendapat perilaku diskriminatif dari warga. Hal ini tentu membuat keluarga terpukul, bahkan jenazah pun terzalimi. Jika edukasi kepada masyarakat segera disampaikan  negara, maka hal ini tidak akan terjadi.

Inilah kelalaian negara dalam menangani pandemi. Sangat lambat hingga masyarakat menyelesaikan sendiri masalahnya. Penyelesaian yang tidak tepat, berbekal mengetahuan seadanya. Hal ini sangat wajar,  masyarakat yang takut, akan segera mengambil tindakan agar terhindar dari bahaya. Di sinilah masyarakat membutuhkan pemimpin yang bisa mengedukasi mereka dengan baik. Sayang, faktanya negara hanya sibuk dengan kepentingan sendiri ketimbang rakyatnya. Akhirnya, kekacauan pun terjadi yang membuat makin ricuh di tengah masyarakat. 

Berbeda dengan sistem Islam. Rasulullah saw. telah memberikan contoh dalam penanganan wabah. Di antaranya karantina total atau lockdown. Jika di suatu daerah terkena wabah, maka tidak boleh ada yang masuk ke daerah tersebut. Pun tidak boleh orang dari wilayah tersebut keluar wilayah, sehingga wabah segera tertangani. 

Dan kerja keras yang dilakukan tenaga medis dalam menangani wabah tidak sia-sia di mata Allah Swt. Begitu pun dengan masyarakat yang terdampak wabah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
Berikut beberapa dalil terkait derajat orang yang meninggal karena wabah :

1. Rasulullah saw.  menyebutkan bahwa korban meninggal karena wabah ini, termasuk dalam kategori syahid sebagaimana riwayat berikut ini :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الطاعون شهادة لكل مسلم

Artinya, “Rasulullah saw. bersabda, tha’un syahadah (berkedudukan syahid) bagi setiap muslim." (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

2. Pada riwayat Bukhari, Rasulullah saw. menyebut serta orang yang mati karena sakit perut dan orang yang terkena amuk wabah ke dalam derajat syahadah atau mereka yang mendapatkan ganjaran seperti pahala orang yang syahid di medan perang. 

عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال المبطون شهيد والمطعون شهيد

Artinya, “Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ia bersabda, ‘Orang yang mati karena sakit perut dan orang yang tertimpa tha’un (wabah) pun syahid.’(HR. Bukhari)

3. Pada riwayat Muslim, Rasulullah saw. menyebut lebih banyak lagi mereka yang mendapatkan derajat syahadah atau gugur sebagai syahid. 

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَعُدُّونَ الشَّهِيدَ فِيكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ قَالَ إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ قَالُوا فَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَالغَرِيْق شَهِيدٌ

 Artinya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bertanya (kepada sahabatnya), ‘Siapakah orang yang mati syahid di antara kalian?’ Mereka menjawab, ‘Orang yang gugur di medan perang itulah syahid ya Rasulullah.’' Rasulullah saw. merespon, ‘Kalau begitu, sedikit sekali umatku yang mati syahid.’ Para sahabat bertanya ‘Mereka itu siapa ya Rasul? ’'Rasulullah saw. menjawab, ‘Orang yang gugur di medan perang itu syahid, orang yang mati di jalan Allah (bukan karena perang) juga syahid, orang yang tertimpa tha‘un (wabah) pun syahid, orang yang mati karena sakit perut juga syahid, dan orang yang tenggelam adalah syahid," (HR. Muslim)

4. Rasulullah saw. menyebut wabah sebagai jenis azab bagi umat terdahulu (Bani Israil) dan kini menjadi rahmat bagi orang beriman karena kesabaran dan pengertian atas ketentuan Allah serta menahan diri di daerah masing-masing.

 عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم أنها أخبرتنا أنها سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الطاعون فأخبرها نبي الله صلى الله عليه وسلم أنه كان عذابا يبعثه الله على من يشاء فجعله الله رحمة للمؤمنين فليس من عبد يقع الطاعون فيمكث في بلده صابرا يعلم أنه لن يصيبه إلا ما كتب الله له إلا كان له مثل أجر الشهيد

Artinya, “Dari Siti Aisyah ra, ia mengabarkan kepada kami bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw. perihal tha‘un, lalu Rasulullah saw.  memberitahukannya, ‘Zaman dulu tha’un adalah siksa yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Tiada seorang hamba yang sedang tertimpa tha’un, kemudian menahan diri di negerinya dengan bersabar seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid,’' (HR. Bukhari)

5. Rasulullah saw.  sebagaimana pada riwayat Bukhari memerintahkan masyarakat untuk menahan diri di rumah masing-masing di tengah penyebaran wabah pada riwayat Ahmad berikut ini : 
عَن
ْ عَائِشَةَ، أَنَّهَا قَالَتْ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ ؟ فَأَخْبَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ " 

Artinya, “Dari Siti Aisyah ra, ia berkata, ‘Ia bertanya kepada Rasulullah saw. perihal tha‘un, lalu Rasulullah saw. memberitahukanku, ‘Zaman dulu tha’un adalah azab yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Tiada seseorang yang sedang tertimpa tha’un, kemudian menahan diri di rumahnya dengan bersabar serta mengharapkan ridha ilahi seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid,’’ (HR. Ahmad).

6. Rasulullah saw.  menceritakan perbedaan kedudukan mereka yang wafat normal di kasur dan mereka yang wafat karena terserang wabah.

 أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَخْتَصِمُ الشُّهَدَاءُ وَالْمُتَوَفَّوْنَ عَلَى فُرُشِهِمْ إِلَى رَبِّنَا عَزَّ وَجَلَّ فِي الَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْ الطَّاعُونِ فَيَقُولُ الشُّهَدَاءُ إِخْوَانُنَا قُتِلُوا كَمَا قُتِلْنَا وَيَقُولُ الْمُتَوَفَّوْنَ عَلَى فُرُشِهِمْ إِخْوَانُنَا مَاتُوا عَلَى فُرُشِهِمْ كَمَا مِتْنَا عَلَى فُرُشِنَا فَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى جِرَاحِهِمْ فَإِنْ أَشْبَهَتْ جِرَاحُهُمْ جِرَاحَ الْمَقْتُولِينَ فَإِنَّهُمْ مِنْهُمْ وَمَعَهُمْ فَإِذَا جِرَاحُهُمْ قَدْ أَشْبَهَتْ جِرَاحَهُمْ

 Artinya, “Rasulullah saw. bercerita, orang mati syahid (yang gugur di medan perang) dan orang yang meninggal di kasur mengajukan perkara kepada Allah perihal mereka yang mati karena tha’un. Menurut orang mati syahid, ‘Mereka gugur sebagaimana kami terbunuh.’ Sedangkan menurut orang yang meninggal di kasur, ‘Saudara meninggal di kasur (karena tha’un) sebagaimana kami juga meninggal di kasur kami.’ Allah menjawab, ‘’Perhatikan (kepedihan) luka mereka yang kena tha’un. Jika luka mereka menyerupai luka mereka yang gugur (di medan perang), maka mereka bagian dari syuhada. Tetapi mereka akan bersama orang yang meninggal di kasur jika luka mereka serupa dengan mereka yang wafat di kasur,’” (HR. An-Nasa’i dan Ahmad)

7. Rasulullah saw. mengingatkan untuk tidak memasuki daerah yang sedang terjangkit penyakit dan tidak keluar dari daerah yang sedang tertimpa wabah.

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ فَلَمَّا جَاءَ سَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ فَرَجَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مِنْ سَرْغ
َ
Artinya, “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah, Umar bin Khattab ra, menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu pun kini, sesungguhnya  negara sangat mungkin dapat segera menghentikan wabah ini, dengan penanganan ala Rasulullah saw. Kemudian meminta para tokoh agama dan masyarakat untuk mengedukasi segera. Agar masyarakat paham, hingga tidak akan ada kesalahan masyarakat menyikapi wabah ini. Dan tidak akan ada penolakan terhadap jenazah Covid -19, baik dari tim medis maupun korban dari masyarakat itu sendiri. Betapa besar penghargaan Allah dan Rasul-Nya terhadap korban wabah. Begitu pun pahala orang yang tidak terpapar ketika mengurus para korban dengan baik.


Wallaahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post