Keselamatan Rakyat Atau Ibu Kota Baru

By : Dian
(Aktivis Muslimah)

Kasus corona di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan, meski pemerintah sudah melakukan upaya pencegahan, tapi belum cukup ampuh untuk meredam hantaman virus corona yang sudah terlanjur tersebar ke berbagai wilayah Indonesia.

Di tengah merebaknya wabah virus corona pemerintah telah menetapkan rencana kebijakan pimindahan Ibu Kota Negara (IKN) tetap berjalan. Jakarta - Juru Bicara Mentri Koordinator Maritim dan Investasi, Marves Jodi Mahardi menyatakan proses pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) hingga kini masih terus berjalan sesuai rencana. Menurutnya tak ada perubahan di tengah mewabahnya virus corona (Covid-19). Persiapan masih on the track, kata dia dalam konferensi video kepada wartawan yang dikutip, pada hari Rabu (25/3/2020).

Selain itu, pemerintah juga terus melakukan komunikasi dengan para calon investor yang berminat investasi pada proyek (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim).(https://m.detik.com/finance/properti/d-4953080/corona-merajalela-rencana-pindah-ibu-kota-tetap-jalan)

Adapun pernyataan Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Hasby menilai keanehan lain pemerintah yang masih ngotot untuk pemindahan (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Tentu ini mengundang tanya bagi rakyat, kenapa anggaran untuk pindah Ibu Kota ada. Sedangkan untuk penanganan wabah corona harus saweran dari rakyat, ujarnya. Ia juga menambahkan seharusnya penanganan Covid-19 menjadi prioritas utama di bandingkan program lain, termasuk rencana pemindahan ibu kota.( https://bisnis.tempo.co/read/1323713/pandemi-corona-luhut-persiapan-ibu-kota-baru-jalan-terus)

Sungguh sangat di sayangkan kebijakan yang dijalankan pemerintah saat ini, semakin membuktikan antisipasi yang buruk, kebijakan yang tidak tegas dalam penanganan yang tidak sigap dan abainya negara terhadap rakyat. Bahkan penyebab pendemi virus ini semakin menjalar di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Di tengah wabah virus corona, publik terus mendesak pemerintah apakah rencana pemindahan (IKN) akan tetap dilanjutkan. Namun pemerintah bersikeras melanjutkan tanpa alasan yang bisa di terima publik. Lalu untuk kepentingan siapa rencana IKN baru ini?
Kebijakan pemerintah dalam IKN lebih berpihak pada kepentingan penguasa dan asing yang membuka peluang seluas-luasnya kepada para pemilik modal. Sudah menjadi rahasia umum, asas manfaat yang di anut kapitalis, taraf hidup model ini tidak akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan individu masyarakat secara keseluruhan.

Ketika opsi lockdown atau karantina wilayah yang di tawarkan sejumlah daerah ditolak oleh pemerintah. Dengan alasan, pemerintah tidak mengambil opsi ini karena, belajar dari kasus India dan Italia di mana lockdown justru menimbulkan kekacauan sosial. Padahal banyak sekali dorongan berbagai pihak agar Jokowi melakukan karantina wilayah. Namun pemerintah abai.

Jika demikian alasan pemerintah. Lalu bagaimana dengan anggaran pemindahan ibu kota tidak bisakah anggaran tersebut direalokasi untuk keselamatan rakyat yang lebih mendesak dari sekedar Ibu Kota Baru (IKN). Sebagimana yang diserukan oleh Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, meminta pemerintah untuk melakukan karantina wilayah, beliau juga menyarankan pemerintah melakukan realokasi seluruh atau sebagian anggaran infrastruktur yang ada saat ini untuk digunakan bagi kepentingan memutus penyebaran virus corona. Termasuk, anggaran terkait pemindahan ibu kota baru, namun lagi-lagi pemerintah acuh.

Mengamati upaya pemerintah mengatasi wabah virus corona seperti itu, kebijakan pemerintah malah membuka rekening bagi masyarakat yang ingin mendonasikan hartanya. Wajar jika rakyat menilai mengapa harus rakyat yang ikut menanggung beban. Padahal banyaknya anggaran yang dinilai tidak tepat pengelokasiannya. Sebagaimana gaji dan tunjangan pejabat pemerintah dan gaji staf khusus presiden dengan nilai yang fantastis atau anggaran infrastruktur yang belum begitu mendesak.

Semakin menunjukkan penetapan prioritas yang salah dalam kebijakan pemerintah kapitalis yang terlahir dari sistem yang penuh hawa nafsu. Sistem kapitalis saat ini tidak akan memberi ruang kepada rakyat dengan kebijakan yang bisa memihaknya. Maka sudah saatnya rakyat menyadari keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha adalah nyata. Sehingga tidak layak lagi mengagungkan sistem yang telah gagal mensejahterakan manusia. Penerapan sistem kapitalis sangat berbeda dengan sistem Islam.

Kesigapan dalam negara Islam menangani wabah, sebenarnya sudah pernah terjadi di masa Kekhalifahan Umar bin Khattab. Saat wabah tha'un melanda negeri Syam, Khalifah Umar mengumpulkan sesepuh Quraisy untuk dimintai pendapat apakah ke Syam atau kembali ke Madinah.

Wabah terjadi di wilayah Saragh. Saat itulah kegundahan beliau terjadi. Apakah harus meneruskan perjalanan ke Syam atau kembali ke Madinah. Terjadi perdebatan antara tokoh senior Muhajirin dengan Khalifah Umar. Hingga beliau meminta Ibnu Abbas memanggil orang-orang Anshar.

Karena tak ada titik temu, pertemuan itu dibubarkan. Sekarang tinggal aku saja. Tolong panggilkan aku sesepuh Quraisy yang dulu hijrah pada peristiwa penaklukan Mekkah, kata Umar kepada Ibnu Abbas. Kedua tokoh tersebut menyarankan Umar agar kembali ke Madinah dan menyetujuinya.

Abu Ubaidah bin Al-Jarrah tak sepakat dengan keputusan Umar tersebut. Apakah engkau ingin lari dari takdir wahai Amirul Mukminin?
Kata Abu Ubaidah, Ya, kita akan lari dari takdir Allah yang lainnya, jawab Umar bin Khattab. Umar meminta Abu Ubaidah meninggalkan wilayah Syam, namun Abu Ubaidah menolak hingga beliau meninggal karena wabah itu.

Wabah itu baru berhenti setelah Amr bin Ash menjabat sebagai Gubernur. Beliau mulai menganalisa penyebarannya hingga menemukan metode memutus penyebaran wabah. Beliau memisahkan antara orang sakit dengan yang sehat. Kemudian melakukan isolasi wilayah.

Metode lockdown sudah di praktikkan di masa Islam. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw; "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu". (HR. Bukhari)

Itulah langkah dalam Islam mengatasi wabah, bukan berfikir tentang ekonomi. Saat wabah belum terjadi, Islam juga membangun fasilitas kesehatan yang memadai, menggaji para tenaga kesehatan secara layak, menyediakan sarana dan prasarana yang di butuhkan rumah sakit.

Islam juga mengedukasi seluruh masyarakat, jika di berlakukan lockdown, negara siap menanggung biaya hidup rakyat selama mereka di karantina.

Begitulah Islam mengajarkan bagaimana negara harus bersikap. Sejak antisipasi dini hingga upaya kuratif yang sudah pernah dicontohkan Baginda Rasulullah Saw dan para sahabat. Problem apapun di tengah masyarakat tatkala negara yang menyelesaikan berdasarkan syariat Islam. 

Mengelola negara bukanlah mengelola sebuah perusahaan. Namun negara adalah pengurus dan pelayan rakyat. Melayani dan melindungi dengan segenap upaya dan sumber daya yang ada agar rakyat selamat dari wabah dan memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dengan demikian ekonomi akibat wabah bisa dipulihkan. Namun kehilangan sumber daya manusia tak tergantikan. Sebab nyawa satu manusia sangat berharga dalam negara Islam, maka sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang sudah terbukti penerapannya.
Wallahu a'lam bish-shab

Post a Comment

Previous Post Next Post