Masa Physical Distancing, Pentingnya Peran Ibu

Oleh: Halimah Ummu Nabila

Corona, virus kecil tak kasat mata yang membuat ketakutan bagi manusia hingga hari ini di seluruh penjuru dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Seluruh proses belajar mengajar di sekolah dihentikan sementara demi memutus rantai penyebaran virus ganas ini. Walaupun berada di rumah diharapkan para siswa tetap belajar dengan dipandu oleh guru secara online. 

Sudah dua pekan proses ini berjalan. Anak-anak mulai bosan sehingga tidak jarang ditemui anak-anak yang asyik bermain bersama di rental playstation atau sekedar bermain kejar-kejaran di gang-gang sempit di kampung.

Sulit dipastikan apakah anak-anak bisa saling menjaga jarak sejauh 2 meter, memakai masker dan bersentuhan tangan ketika sedang bersuit misalnya. Padahal itu adalah usaha menghentikan penyebaran virus ini. 

Seringkali guru hanya memberikan tugas yang harus dikerjakan siswa. Sehingga justu membuat mereka jenuh dengan banyaknya tugas itu. Bahkan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menerima 51 pengaduan siswa dari berbagai daerah yang mengeluhkan beratnya tugas dari para guru. Sekolah tidak berhasil menanamkan kepada siswa memupuk rasa ingin tahu pada siswa sehingga dorongan belajar tidaklah berhenti. Bukan sekedar berhasil menyelesaikan tugas dan mendapatkan nilai.

Di sisi lain orang juga banyak yang tidak siap mengambil peran dalam hal ini. Mulai dari tidak tahu bagaimana memahamkan anak kenapa harus belajar/bermain di rumah hingga mengisi masa-masa itu tanpa bosan. Atau membiarkan mereka bermain gadget yang justru mengembalikan anak pada ketagihan, yang beberapa waktu lalu menjadi keresahan orang tua, terutama untuk anak SD dan jenjang di bawahnya.

Adalah ibu yang harusnya lebih bisa mengambil peran ini. Mengapa ibu? Karena ibu dengan segenap potensinya memiliki tugas sebagai ibu pendidik pertama anak-anaknya. Mulai sejak di dalam kandungan, menyusui bahkan ketika anak mengenal bangku sekolah. Serangkaian nilai- nilai kehidupan telah ditanamkan. Ibu memiliki visi membentuk kepribadian yang utuh sesuai dengan aqidahnya. Tentu ibu relatif tidak akan kesulitan jika peran ini tiba-tiba dibebankan kepadanya dalam kondisi darurat ini. Aqidah membuat anak tidak pernah bosan belajar mencari jawaban atas keingintahuan akan sesuatu. Ibu membantu anak memfasilitasi hal ini. Sehingga bisa jadi masa di rumah ini membuatnya menemukan kreasi-kreasi baru dengan eksperimen sederhana.

Tentu hal ini sulit dilakukan ketika ibu juga mengambil peran dalam menghidupi keluarga dan menyerahkan seluruh proses pendidikan kepada sekolah. Ibu tidak terbiasa berpikir menciptakan visi anak ke depan. Kehidupan kapitalisme telah mengikis peran mulia ibu dengan mendorong mereka mengisi dunia kerja dan melupakan tugas mendidik anak.
Kapitalisme menghargainya jika perempuan menghasilkan uang. Dan menganggap peran domestik telah mengekang perempuan. Ini anggapan yang keliru dan harus ditinggalkan 

Bagi para ibu, inilah waktu yang tepat untuk mendekatkan hubungan dengan anak-anak. Mendekapnya, mengisi mereka dengan pemikiran yang visioner bukan hanya demi kehidupan dunia mereka tetapi juga akhirat yang kekal. Jika hal ini dimiliki oleh para ibu maka bukan hanya anak-anak mereka yang berhasil tapi juga masa depan negeri ini terlebih umat manusia akan menemui kemajuan yang gemilang.

Post a Comment

Previous Post Next Post