Kembalikan SAMAWA Keluarga Islam dengan Islam Kaffah

*Oleh : Nia Amalia,  Sp* 
( *Tulungagung* ) 

Nyaris setengah juga pasangan suami istri (pasutri) di Indonesia terlibat cerai sepanjang 2019. Mayoritas perceraian terjadi atas gugatan istri. Kasus perceraian itu tersebar di dua pengadilan yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama (https://m.detik.com/news).

Penyebab perceraian di beberapa kota di Indonesia :
1. Bekasi       
Berdasarkan data yang diperoleh, hingga awal Mei 2019 ada 1.739 perkara gugatan perceraian masuk ke Pengadilan Agama Kota Bekasi. Sebanyak 1.268 perkara merupakan gugatan yang diajukan pihak istri. Sedangkan sisanya dari suami.
Penyebab gugatan perceraian dilayangkan mayoritas adalah karena masalah ekonomi. 

2. Bogor
Setiap tahun, sekitar 1.000 kasus gugatan perceraian diterima oleh Pengadilan Agama Kota Bogor. Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kota Bogor Agus Yuspiain menuturkan, alasan perceraian di Kota Bogor semakin bervariasi. Penyebab tertinggi yaitu faktor ekonomi dan perselingkuhan. Penyebab perceraian yang  dianggap mengkhawatirkan adalah perceraian akibat perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dalam rumah tangga.

3. Semarang
Pengadilan Agama IA Kota Semarang mencatat sebanyak 3.876 kasus perceraian yang berhasil diputuskan selama 2019. Penyebab perceraian paling banyak yaitu persoalan ekonomi rumah tangga. Selain itu, juga dipicu masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), murtad atau pindah agama, poligami liar, judi, madat, dan perzinahan, ujar Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kota Semarang Tazkiyaturrobihah ( https://m.ayosemarang.com/read).

4. Cilacap
Pada 2019, angka perceraian di Kabupaten Cilacap tertinggi di Jawa Tengah.
Berdasarkan laporan perkara tingkat pertama yang diterima Pengadilan Agama Cilacap, selama 2019 terdapat 1802 cerai talak dan 4673 cerai gugat.(https://www.google.com/amp/s/banyumas.tribunnews.com/amp).

Bila dilihat penyebab paling sering jadi pemicu perceraian adalah masalah ekonomi.  Penyebab kedua adalah perselingkuhan. Baik perselingkuhan adanya PIL (Pria Idaman Lain) atau WIL (Wanita Idaman Lain) ,  maupun LGBT.   diketahui setelah menikah sekian lama,  ternyata suaminya penyuka sesama jenis.

Masalah ekonomi bukanlah masalah lokal rumah tangga saja. Namun, hampir seluruh rakyat Indonesia merasakannya.  Bahkan Menkeu Sri Mulyani  mengakui bahwa perekonomian Indonesia saat ini sangat berat. 

Pantaslah bila suami lantas kesulitan mencari nafkah. Lapangan pekerjaan sempit.  Banting tulang seharian saja belum cukup untuk menghidupi rumah tangga.  Mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan,  disamping biaya makan, semakin menambah beban dan menjadi momok bagi pencari nafkah. Bila pemahaman Islamnya kurang, akan mudah biduk rumah tangga menjadi kandas.

Belum lagi kasus LGBT.  Awalnya hanya menyasar anak anak muda.  Namun, saat ini, rumah tangga yang telah dikaruniai anak pun bisa terpapar LGBT.  Bisa karena istri punya WIL atau suami punya PIL.  

Menjamurnya perceraian, tentunya tidak lepas dari dukungan sistem yang ada.  Kapitalis telah menyebabkan perekonomian yang berat. Buruknya sisitem distribusi kekayaan dalam sistem ini, membuat masalah ekonomi semakin sulit. Seharusnya negeri ini mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi warganya,  bukan seenaknya membuka diri bagi pekerja WNA.

Simpul benang kusut ini akan terurai satu persatu, bila umat Islam kembali pada islam yang "kaffah" dalam penerapannya. Termasuk bagaimana mekanisme islam menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyat dengan mudah.

Dalam Islam, lapangan pekerjaan akan diprioritaskan untuk warga negaranya.  Tentunya diiringi dengan perlindungan SDA milik negara dengan pengelolaan yang tepat.  SDA tidak boleh dikuasai asing, seperti saat ini. 

Virus LGBT pun tidak akan semudah itu menyebar.  Sangsi tegas sudah disiapkan oleh Islam untuk pelaku LGBT sehingga pelaksanaan sanksi ini berperan ganda, yakni sebagai pencegah dan penebus dosa. Peran pencegah, karena pelaku lgbt akan merasakan kegerian yang hebat akan sanksi oleh negarayang ditimpakan untuknya. Adapun peran penebus bermakna terhapusnya dosa karena sudah diterapkan sanksi sesuai aturan islam.

Samawa atau kondisi keluarga  _sakinah mawadah wa rohmah_ akan mudah diraih oleh keluarga muslim, apabila didukung sistem Islam.  Suami tenang dan mudah dalam mencari nafkah, sementara istri selalu memprioritaskan posisinya sebagai "ummun wa robbatul bait", yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. 

Pertengkaran kecil antara suami dan istri  mudah untuk dihindari,  apalagi pertengkaran yang hebat.  Anak-anak pun akan tumbuh cerdas dalam suasana bahagia. Suami menjadi pekerja keras,  istri pun bertambah taat dan qona'ah pada suaminya.  Itulah sedikit gambaran tentang suasana keluarga dalam sistem Islam.  Alangkah indah dan damai. Karena itu,  penerapan Islam secara kaffah di muka bumi ini, adalah sebuah keniscayaan. Tegaknya sistem islam adalah kewajiban sekaligus cita-cita yang harus ditegakkan.
 _Wallohua'lam bishowwab_

Post a Comment

Previous Post Next Post