Dilema Lockdown, Antara Rakyat atau Ekonomi?



Oleh : Rati Suharjo
Pegiat Dakwah dan Member Akademi Menulis Kreatif

Akhirnya apa yang masyarakat takutkan pun datang ke Indonesia. Virus Corona atau Covid19 telah menelan ribuan korban di seluruh dunia. Tak terkecuali di Indonesia yang sudah kehilangan lima pahlawan kesehatan atau dokter akibat keganasan virus Corona tersebut dan diikuti masyarakat yang lain.

Adapun data sampai 24/3/2020 adalah mencapai 579 kasus, meninggal 49 dan yang sembuh 30. Kemungkinan korban akan bertambah setiap hari. Maka dokter dan masyarakat meminta agar menetapkan kebijakan lockdown. Sebab dengan langkah lockdown korban akan bisa dihindari.

Namun, tanggapan dari pemerintah justru penuh pertimbangan dalam memutuskan hal tersebut. Sama seperti sebelumnya, pemerintah justru membayar influencer pariwisata, demi pertumbuhan ekonomi dari pada memikirkan wabah Corona sudah masuk Indonesia. Pemerintah sendiri telah menyebutkan bahwa Indonesia ada 2 orang yang meninggal dunia akibat virus Corona atau Covid -19.

Lagi-lagi pemerintah menyepelekan virus Corona. Faktanya presiden Joko Widodo  menyampaikan bahwa 94% lebih penderita virus Corona atau covid-19 bisa sembuh. Masyarakat pun dihimbau agar jangan takut dengan virus tersebut. (WE Online Jakarta, 6/3/2020)

Untuk itu, presiden Joko Widodo memutuskan tidak akan mengambil langkah lockdown akibat covid-19. Hal tersebut disampaikan oleh kepala BNPB sekaligus ketua Gugus ketua Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo. ( detik.news, 22/3/2020 )

Tentu, pemerintah tidak semudah itu untuk mengeluarkan kebijakan lockdown. Dengan adanya lockdown baik secara regional maupun nasional. Secara otomatis akan menutup bahan-bahan pokok yang masuk ke Indonesia atau impor. Sedangkan Indonesia sendiri biaya hidupnya secara garis besar dengan import. Atau Indonesia sudah akut ketergantungan dengan impor dari beberapa sektor.

Dengan adanya lockdown tersebut,  otomatis roda perputaran ekonomi  masyarakat akan lumpuh. Masalahnya, sekolah-sekolah, transportasi, perkantoran, pabrik harus ditutup. Padahal Indonesia
memiliki pekerja lapangan yang tinggi. Mereka hidup menanggung upah harian. Oleh karena itu, sistem lockdown jika berlaku akan berpengaruh kepada mereka. "kata Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers di kantor  BNPB Jakarta Timur. (Tempo.co, 18/3/2020 )

Saat ini, kata pemerintah, langkah paling efektif yang bisa diterapkan adalah social distancing atau menjaga jarak sosial antar masyarakat. Kesadaran untuk menjaga jarak, menjaga kebersihan diri, dan melakukan etika batuk atau flu, dapat secara efektif menghambat penyebaran Virus Corona.

Kebijakan tersebut sungguh menyakitkan masyarakat. Sebab penularan virus Corona begitu cepat dan ganas. Seperti yang terjadi di Wuhan, Itali dan negara-negara lain. Peralatan seperti masker pun sulit untuk dicari. Jangankan dibagi secara gratis oleh pemerintah,
masyarakat ketika mau membeli pun susah dan meskipun ada harganya jauh dari biasanya.

Sistem ekonomi kapitalis memang setiap langkah selalu memperhitungkan untung rugi masalah yang dihadapai. Sebab dengan diberlakukannya lockdown maka pemerintah harus menanggung biaya hidup rakyatnya.

Apalagi saat ini pemerintah sedang fokus untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi yang berada di angka 5%. Dan pemerintah juga sedang menghadapi nilai tukar rupiah terhadap dolar yang saat ini mencapai Rp 17.000,00 Untuk itu lockdown bagi pemerintah sangat dipertimbangkan. Sebab, hanya akan menambah beban negara baik dari segi ekonomi maupun keamanan. Dengan lepas tanggung jawab tersebut, berarti  rakyat dipaksa untuk menanggung dirinya sendiri segala kebutuhan dan pengobatan. 

Seperti membayar BPJS  rakyat harus menanggung sendiri kesehatannya. Tapi anehnya dengan adanya wabah Corona yang sangat genting BPJS  juga ikut lepas tanggung jawab. Hal ini terbukti dengan keputusan Menteri yang disampaikan beberapa hari yang lalu yaitu:

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 01/07/MENKES/104/2020. BPJS kesehatan tidak menanggung pasien yang positif terkena corona atau covid-19. Penyakit corona tidak di-cover BPJS kesehatan karena masuk ke penyakit yang menimbulkan wabah.

Inilah fakta rusaknya demokrasi, tidak bisa menjamin kesehatan rakyat yang seharusnya menjadi kewajiban negara. Berbeda halnya ketika sistem khilafah yang diterapkan dalam sebuah negara. 

Dalam  khilafah jaminan  kesehatan berada pada tanggung jawab negara. Yaitu khilafah akan menyediakan rumah sakit dan segala fasilitas yang diperlukan. Pelayanan kesehatan dalam Islam termasuk pelayanan publik. Sehingga termasuk kebutuhan primer yang harus diutamakan oleh negara. Hal ini dilakukan oleh khilafah tanpa membedakan suku, warna kulit, agama, ras ataupun yang lainnya. Sehingga rasa keadilan itu benar-benar dirasakan oleh rakyatnya.

Sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah saw melalui sabdanya :

"Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya,aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya." (HR. Ibnu majah )

Dalam negara khilafah sistem yang dipakai adalah sistem ekonomi Islam. Segala harta benda akan diberikan kepada yang berhak. Jika benda tersebut milik rakyat maka negara akan mengelola dengan baik. Dan hasil dari pengelolaan tersebut diberikan kepada yang berhak yaitu rakyat. 

Begitu juga harta milik negara akan digunakan untuk membiayai kebutuhan negara dalam rangka mengurusi rakyat. Maka dari itu haram di dalam Islam jika segala kekayaan alam itu dikelola oleh segelintir orang. Seperti saat ini kekayaan alam Indonesia 80% dikuasai para kapitalis.

Dengan menyerahkan kekayaan alam tersebut, membuat pemerintah kekurangan pemasukan dan membuat kebijakan penarikan pajak tiada henti. Akhirnya ketika rakyat meminta perlindungan seperti lockdown, pemerintah berpikir panjang untuk memenuhi.

Padahal, hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan Khalifah setelahnya. Seperti kisah Umar bin Khaththab yang mengalokasikan anggaran Baitul Mal untuk mengatasi wabah lepra di Syam. Hal ini menjadi bukti bahwa Islam sangat memperhatikan kesehatan warganya.

Karena dalam Islam penguasa adalah pelayan rakyat. Sebagai mana dalam hadis Rasulullah Saw:
Imam atau Khalifah adalah laksana penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab segala urusan rakyatnya. ( HR. Bukhari)

Maka, saat ini sangat relevan jika umat Islam ingin kembali menghadirkan negara Khilafah. Sebab, visi negara Khilafah adalah melayani kepentingan umat.

Negara hadir dalam rangka melayani urusan umat dengan berlandaskan hukum-hukum syariah. Dan negara Khilafah berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warganya. Tidak memandang muslim atau non muslim.

Dalam negara Khilafah, tugas utama dalam visi ekonomi negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan primer tiap individu, inilah yang membedakan antara sistem demokrasi kapitalis dengan Islam. Nilai kesuksesannya negara di dalam memenuhi kebutuhan setiap warganya.

Oleh karena itu, jelas dalam negara Khilafah tidak akan ragu melakukan lockdown untuk memutus penyebaran wabah yang menular dengan berbagai konsekuensinya. Sebab negara tidak akan perhitungan untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya.

Berapa pun biaya yang dikeluarkan, kebijakan ini akan terus dilakukan, demi keselamatan jiwa warganya.Karena jaminan nyawa adalah jaminan atas keberlangsungan hamba dalam rangka menyembah Allah Swt hingga hari kiamat.

Kebijakan yang disampaikan pemerintah. Menunjukan bahwa demokrasi hanya ilusi dalam memenuhi, melayani, melindungi warganya. Kebobrokan apalagi yang harus ditunggu hingga ragu untuk menerapkan sistem Islam atau khilafah yang sudah terbukti nyata dalam melayani hak-hak rakyatnya. Hanya dengan sistem Islamlah segala kebutuhan rakyat dan kesehatan akan dilayani oleh khilafah.

Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post