Tenaga Honorer Bukan Beban Negara



Oleh : Nurul Ummu Nada
Member Akademi Menulis Kreatif

Tidak sedikit kebijakan pemerintah yang tak berpihak kepada rakyat. Kebijakan yang selalu membuat rakyat semakin lemah bahkan jatuh dalam keterpurukan. Utamanya di bidang ekonomi, dalam hal ini menyangkut pemenuhan kebutuhan hidup terutama kebutuhan primer. Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk para tenaga honorer. Pemerintah akan menghapus tenaga honorer yang keberadaannya dianggap sebagai beban negara.

Dilansir dari Liputan6.com Jakarta, (29/01/2020), penghapusan tenaga honorer telah disepakati oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Komisi II DPR RI. Penghapusan diperlukan untuk mendapatkan sumber daya manusia atau SDM berkeahlian.

Pada kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2014, pemerintah telah mengangkat tenaga honorer dalam jumlah yang tidak sedikit yaitu 1.070.092 orang. Sehingga, jumlah keseluruhan dinilai tidak imbang.

Itu sepertiga jumlah total ASN nasional yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan organisasi, sehingga rata-rata komposisi ASN di kantor-kantor pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif.

Begitulah pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak menuju kepada kesejahteraan rakyat. Mereka beranggapan bahwa tenaga honorer akan menjadi beban pemerintah. Pada awalnya rekrutmen tenaga honorer adalah upaya mengurangi tingginya angka pengangguran dan sekaligus mendapatkan tenaga yang mau dibayar rendah (sesuai budget negara). Sebab, belum berpengalaman atau karena janji direkrut sebagai ASN. 

Penghapusan tenaga honorer yang akan segera dilakukan oleh pemerintah di semua instansi negara, baik pusat maupun daerah menuai pro dan kontra utamanya dalam dunia pendidik. Selama ini kacamata pendidikan dalam sistem kapitalisme-demokrasi hanya memandang sebelah mata peran guru honorer. Gaji yang mereka peroleh tidak sebanding dengan jasa yang diberikan tanpa pamrih. Demi meningkatkan intelektualitas dan membentuk akhlak mulia pada peserta didik.

Dalam hal ini pemerintah memandang rakyat hanya dalam segi ekonomis saja (menghitung untung-rugi). Sehingga, menganggap tenaga honorer akan menjadikan beban anggaran negara. Tenaga honorer yang dibayar rendah, bahkan itu pun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang saat ini serba mahal. Di manakah kebijakan pemerintah yang bisa dianggap baik oleh rakyat dan berdampak baik bagi rakyat?

Di sistem kapitalis inilah untung-rugi menjadi tolak ukur sebuah kehidupan. Tidak peduli itu hubungan pemerintah dengan rakyat ataupun hubungan antar negara. Hanya para pemodal yang akan sejahtera. Bahkan segala kebijakan pemerintah berdasarkan untung-rugi. Tidak heran apabila berbagai subsidi rakyat dicabut. Mulai dari subsidi listrik, subsidi kesehatan, subsidi pendidikan, subsidi gas elpiji bahkan mekanisme penyediaan dan penyaluran tenaga kerja dan masih banyak lagi. Pengaturan tersebut tentu berbeda dengan Islam.

Islam memandang bahwa proses rekrutmen merupakan persoalan yang krusial. Sebab, proses rekrutmen berpengaruh terhadap hasil kinerja dalam pencapaian tujuan suatu organisasi atau lembaga. Selain itu, Islam juga menyatakan bahwa proses rekrutmen harus dilakukan dengan benar. Sehingga, tujuan rekrutmen untuk mendapatkan karyawan yang pantas dan patut dapat tercapai. 

Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an surat al-Qashash (28) ayat 26 yaitu:
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

Di dalam Islam rekrutmen pegawai negara tidak mengenal istilah honorer seperti apa yang terjadi saat ini. Sebab, pegawai negara akan direkrut sesuai kebutuhan riil negara untuk menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi. Semua digaji dengan akad ijarah dengan gaji yang layak sesuai pekerjaannya. 

Misal pada masa Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada guru, masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru kurang lebih sekitar Rp30.000.000,00 Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru. Tidak heran di masa khilafah dijumpai banyak generasi cerdas dan saleh. Selain itu, berbagai fasilitas pendukung pendidikan dapat dinikmati tanpa beban biaya yang besar.

Dalam hal ini kepala negara diwajibkan menyediakan apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya, terutama lapangan pekerjaan. Sebab, kesejahteraan rakyat tergantung kepada bagaimana pemerintah mengelola negara dengan baik dan benar. 

Mengurusi kemaslahatan rakyat yang menjadi amanah seorang pemimpin tentu harus sesuai dengan tuntunan Allah swt. dan Rasul-Nya (syariah Islam). Oleh karena itu, selalu merujuk pada syariah Islam dalam mengurus semua urusan rakyat adalah wajib.

 Allah Swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (As-Sunnah)…" (QS. an-Nisa’ [4]: 59).

Dengan demikian, amanah untuk mengurus semua kemaslahatan rakyat tidak boleh didasarkan pada aturan-aturan kapitalis-sekular. Sebagaimana yang terjadi saat ini yang dasarnya adalah hawa nafsu dan kepentingan sesaat.

Dalam Islam urusan rakyat menjadi tanggung jawab negara. Bagaimana negara akan mencukupi kebutuhan rakyat? Seluruh pembiayaan ini diambil dari kas baitul mal, yakni dari pos fa’i, kharaj, dan kepemilikan umum. Jika terjadi hal di luar dugaan, misalnya dalam kondisi tertentu kas baitul mal kurang, maka biaya pendidikan dapat diambilkan dari sumbangan sukarela kaum muslimin. Jika alternatif ini pun masih kurang, maka negara akan menarik dlaribah/pajak yang bersifat temporer (pajak bukan pemasukan utama dalam APBN Islam).

Dalam sistem kapitalis, menjadi ASN/PNS adalah satu-satunya pekerjaan yang dikejar oleh warga untuk mendapat beragam jaminan hidup layak dan tunjangan hari tua. Beda halnya jika dalam naungan Islam, mampu menyejahterakan rakyat tanpa harus menjadikan ASN/PNS sebagai satu-satunya pekerjaan yang menjamin hidup seseorang. Sebab, tanpa ASN/PNS pun Islam sudah berhasil menyejahterakan kehidupan manusia. 

Hanya Islam satu-satunya yang bisa menyejahterakan tenaga honorer jika diterapkan secara kafah. Sebab, Islamlah yang mampu memberikan solusi nan solutif terhadap segala problematika, khususnya tenaga honorer. 

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post