Semua Menjadi Halal dalam Sistem Kapitalis, Menyedihkan

Oleh : Hexa Hidayat

Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan dengan wacana penghapusan Jaminan Produk Halal. Bahkan hal ini dinyatakan oleh Robikin emhas, Ketua PBNU, “ betul kami mendorong agar UU JPH ditinjau ulang menyeluruh. Alhamdulillah kini masuk omnibus law.” (detiknews, 21/1/2020). Belum lagi pernyataan dari Menteri Koperasi dan UMKM ( Usaha Mikro Kecil dan Menengah ), Teten Masduki di dalam wawancara khusus dengan kompas.com beberapa waktu yang lalu, menyatakan “ Itu berbagai usulan dari kami untuk omnibus law. Misalnya yang paling pokok untuk UMKM adalah sertifikat dari BPOM dan sertifikat halal. Karena itu yang sekarang memberatkan pelaku UMKM.” (Jakarta, Kompas.com, 1/2/2020). Masih menurut beliau, “ saat ini, 

UMKM sulit menyertakan sertifikasi BPOM maupun halal pada produknya. Pasalnya, sertifikasi itu diperuntukkan ke masing-masing produk, Misalnya pisang goreng harus disertifikasi halal. Bahan pisang goreng kan jelas, ada pisang, minyak goreng, gula, terigu, susu. Nah, bisa mungkin yang disertifikasi nanti bukan pisang gorengnya, tapi bahan bakunya, dengan begitu kalau mereka memproduksi dari bahan-bahan yang sudah tersertifikasi pada hulunya, ya mereka (pelaku UMKM) tidak perlu sertifikasi lagi. Ini bisa menjadi solusi, “ lanjutnya. Artinya ini bahwa pemerintah hanya mengawasi jaminan halal ditingkat produsennya saja tapi mengabaikan jaminan halal ditingkat pengolahan (produksi), dan distribusi.

Hal diatas bisa saja segera terwujud pada rezim kapitalis sekuler ini, karena standard yang mereka gunakan adalah manfaat belaka tanpa memperhatikan halal dan haram lagi. Negara Sekuler yang memang tidak menganggap bahwa urusan agama tidak perlu dibawa dalam kehidupan bernegara sangat mudah sekali menentukan kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan dalam segi ekonomi para pemilik modal tanpa harus memperdulikan nasib rakyatnya. 

Kepentingan yang bersifat materi merupakan kebahagiaan hakiki bagi rezim kapitalis. Artinya rezim sekuler ini telah abai dalam mengurusi hak-hak rakyat untuk memperoleh jaminan halal dan haram yang menjadi kunci keridhoan ALLAH terhadap kehidupan mereka. Sesuai dengan firman ALLAH SWT, “ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( Al Baqarah ; 168)

Dalam sistem Islam sudah sangat lengkap dijelaskan, apa-apa saja yang halal dan apa-apa saja yang telah ALLAH SWT haram kan. Al Qur’an adalah sumber hukum yang baku yang wajib ditaati seluruh umat manusia, dan ketiga sumber hukum lainnya yaitu hadist, ijma’ dan qiyas. Keempat sumber hukum tersebut harus segera diterapkan dalam sebuah negara agar tidak terjadi ketidakadilan yang akan membawa kehancuran sebuah negara. 

Hal diatas seharusnya tidak perlu menjadi pertentangan apabila sudah masuk dalam ranah kaidah ushul, dan tidak perlu dibuat penyesuaian dan peninjauan atas hukum yang sudah baku dalam Al Qur’an dengan menerbitkan UU yang bertentangan dengan hukum halal dan haram. Bukan itu saja, Islam juga secara tegas bukan hanya masalah kehalalan maupun keharaman bahan baku  dalam sebuah produk akan tetapi melingkupi proses produksi dan distribusi yang harus sesuai dengan standar hukum syara’ sehingga dapat tercipta keadilan bagi seluruh manusia di muka bumi ini. Wa’allualam bis shawabi

Post a Comment

Previous Post Next Post