Omnibus Law Cilaka Untuk Kepentingan Siapa?

Oleh : Eno Fadli
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Presiden Joko Widodo menyinggung akan membuat sebuah konsep hukum dan perundang-undangan atau disebut dengan Omnibus Law pada pidato pelantikannya tanggal 20 Oktober 2019. Ada dua Omnibus Law yang sedang di kerjakan yaitu mengenai Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan. Tak hanya itu Jokowi menyebut pemerintah akan terus memperbaiki dan memangkas berbagai regulasi yang ada (katadata.com, 28/01/2020).

Tentunya ini menjadi sorotan khalayak ramai, apalagi yang berkaitan dengan RUU Cipta lapangan Kerja (Cilaka), karena hal ini dinilai merugikan pekerja. Dalam draft RUU ini dibahas tentang :

1. Pengaturan Fleksibilitas jam kerja, proses perekrutan dan PHK. Dimana dalam draft RUU ini membuat perusahaan dapat merekrut dan memecat tenaga kerja dengan menggunakan sistem kontrak kerja dan Outsourcing yang sudah dilaksanakan jauh sebelumnya, imbasnya nya perusahaan tidak perlu lagi membayarkan pesangon pada  pekerja yang dipecat ketika tidak memenuhi target produksi ataupun kepada pekerja yang banyak menuntut.

2. Penghapusan upah minimum dan memakai sistem pengupahan dengan basis pengupahan per jam.

3. Mempermudah proses perizinan tenaga kerja asing (TKA).

4. Penghapusan cuti haid bagi pekerja perempuan, bahkan izin atau cuti khusus seperti untuk keperluan menikah, melahirkan, bahkan kematian anggota keluarga. 

Hal ini tentunya menimbulkan penolakan buruh terkait Omnibus Law. Dilansir Merdeka.com, 21/01/20220, buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menggelar demonstrasi didepan Gedung DPR pada senin (20/1), untuk menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cilaka.

Menurut Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri, Undang-undang Omnibus Law akan membuat posisi pemerintah daerah dan buruh lemah karena terjadinya Shifting pemerintah pusat dan bisnis akan menjadi lebih kuat (Katadata.com, 18/12/2019).

Meninjau dari isi draft Omnibus law bisa dilihat kalau pengusaha dan investor lah yang paling diuntungkan dengan diterbitkannya aturan ini, pengusaha dapat mengurangi banyaknya ongkos produksi, ini tentunya menjadi daya tarik bagi para investor. Dengan Omnibus Law ini pula para pengusaha dapat berkelit dari banyaknya aturan tanpa harus terkena pidana. Sedangkan pekerja tidak lagi bisa melaporkan perusahaan ketika perusahaan melanggar hak-hak pekerja dengan delik pidana karena sanksi  yang diatur hanya sanksi administratif.

Ketika negara menganut sistem kapitalis, seperti inilah yang akan terjadi, penguasa akan selalu disetir mengikuti kemauan pengusaha, lewat legislasi hukum dalam pembuatan undang-undang selalu sesuai dengan kepentingan para pengusaha. Dan ini tentunya tidak akan terjadi dalam Islam. Pembuatan undang-undang akan selalu didasarkan pada hukum syara’ dan tentunya untuk kemaslahatan umat.

Dalam sistem pemerintahan Islam tidak akan dijumpai solusi tambal sulam seperti yang dilakukan pemerintah yang menganut sistem kapitalis. Pemerintahan Islam tidak akan menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan melalui kebijakan yang penerapannya dengan menyerahkan hanya pada pengusaha dan pekerja saja. Pemerintahan Islam akan senantiasa menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan dengan meninjau faktor penyebab utamanya, dan ini tentunya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup individu.

Pemerintahan Islam akan menerapkan berbagai kebijakan yang akan menjamin kebutuhan pokok (primer) terkait pangan, sandang, papan, dan kebutuhan yang terkait jasa-jasa tertentu berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai jaminan pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier sesuai dengan kemampuan individu.

Dalam pemenuhan pokok berupa barang, sandang, pangan dan papan negara akan memberikan jaminan dengan mekanisme tidak langsung yaitu dengan dengan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut. 

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah saw pernah memberikan dua dirham kepada seseorang, kemudian Rasulullah berkata padanya:

“Makanlah dengan satu dirham, dan sisanya belikan lah kampak, lalu gunakanlah ia untuk bekerja”.
(HR. Imam Ahmad).

Dan ini juga dicontohkan Amirul Mukminin Umar bin al-Khatab r.a, ketika Amirul Mukminin memasuki sebuah mesjid diluar waktu shalat lima waktu, didapatinya ada dua orang yang sedang berdoa kepada Allah Swt, lalu Umar r.a bertanya, “apa yang sedang kalian kerjakan, sedang orang-orang disana-sini sibuk bekerja?, mereka menjawab “yaa Amirul Mukminin, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bertawakal kepada Allah Swt”. Mendengar jawaban tersebut maka marahlah Umar r.a seraya berkata, “kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak, kemudian Umar r.a mengusir mereka dari mesjid, tapi dengan memberi mereka setakar biji-bijian. Beliau berkata kepada mereka, “tanamlah dan bertawakallah kepada Allah Swt”.

Mengenai kebutuhan pokok berupa jasa negara sendiri yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan jasa tersebut, karena hal ini termasuk kepada masalah pelayanan umum (ri’ayatu syu'unil ummat) karena termasuk kemaslahatan hidup yang penting. 

Demikianlah solusi Islam, Islam menawarkan solusi yang fundamental dan komprehensif bukan solusi tambal sulam, dengan mengabaikan tugas negara sebagai pengurus urusan umat.

Wallahu a’lam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post