Korupsi Masalah Laten Demokrasi



Oleh: Rita Handayani
(Ibu rumah tangga ideologis dan member akademi menulis kreatif)

Korupsi adalah penyelewengan dan penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain (KBBI.web.id).

Banyaknya kasus korupsi di negeri ini. jelas selain merugikan negara juga merugikan seluruh rakyat. Karena uang negara yang mereka keruk adalah uang milik rakyat. Pernahkah kita penasaran dan mencoba hitung-hitungan. Apa yg bisa dilakukan Negara dengan uang korupsi itu? Karena ternyata kerugian akibat korupsi ini, bukan hanya uang yang di korup saja namun juga ada kerugian yang lebih besar. Yakni kerugian dari biaya sosial korupsi yang jumlahnya 2,5 kali kerugian keuangan negara.

Seorang ahli ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Rimawan Pradiptyo menghitung berapa besar efek kerugian akibat korupsi. Berdasar data yang dimiliki UGM hingga 2015, kerugian negara akibat korupsi di Indonesia berjumlah Rp 203,9 triliun. Namun, total hukuman finasial hanya Rp 21,26 triliun atau setara sekitar 10 persen.

"Kalau kita perhitungkan dengan biaya sosial korupsi, katakanlah 2,5 kali lipat maka biaya sosial korupsi kita itu minimum Rp 509,75 T. Kerugian negara Rp 203,9 T, tapi total hukuman finansial sekitar Rp 21,3 T, gap-nya sangat jauh Rp 488,5 T karena kita memperhitungkan damage," ucapnya.

"Rp 488,5 T itu kalau direlokasi jadi apa? Satu, jadi 10 PTN sebesar UGM selama 5 tahun, itu Rp 150 T. UGM ada 60 ribu mahasiswa S1-S3 jadi kita bicara sekitar 600 ribu mahasiswa itu free belajar 5 tahun. Dua rel kereta cepat Jakarta-Surabaya itu Rp 200 T. Masih ada sisa Rp138,5 T itu bisa menutupi defisitnya BPJS Kesehatan 2017 selama 15,2 tahun," sambungnya. (m.detik.com).

Luar biasa banget bukan? Itu hanya untuk kasus korupsi sampai tahun 2015. Bagaimana jika perhitungan itu dilanjutkan dari tahun 2015-2020?

Dari kurun waktu 2016-2019 Indonesia Corruption Watch (ICW), mencatat 217,24 T kerugian negara akibat tindakan korupsi ini. Dan jika ditambah dengan kasus diawal tahun 2020 ini yang terdata menjadi 277,32 Triliun. Berapa total kerugian negara 277,32x2,5= 693.3 Triliun Fantastis bukan.

Kalau saja uang rakyat itu tidak di garong oleh para tikus negara. Niscaya masyarakat indonesia sejahtera hidupnya. Bisa sekolah gratis dari paud - S3, kesehatan gratis dengan pelayanan dan obat bermutu tinggi, BBM dan Listrik gratis, jika pun harus membayar tidak semahal seperti sekarang. Kebutuhan pokok dapur seperti, harga gas elpiji, beras, buah-buahan, sayur-mayur, laut pauk, beserta bumbunya bisa ditekan pemerintah atau diberikan subsidi. Sehingga harganya stabil di pasaran. tidak meroket seperti sekarang juga tidak dipermainkan oleh para tengkulak. Jalan tol gratis juga angkutan umum lainnya seperti busway, kereta cepat dan lainnya. Kalaupun harus bayar tidak akan mahal. karena yang membiayai, uang negara, uang rakyat. Bukan uang para investor kapitalis hanya mengejar keuntungan yang berlipat.

Sayangnya, semua itu hanya halusinasi bagi rakyat di negeri demokrasi. Untuk bisa mencicipi harta negaranya sendiri. Bukannya pemimpin negara ini peduli terhadap rakyat yang semakin berat biaya untuk hidup. Seperti yang dilansir dari harapanrakyat.com 21/01/2020 Sejumlah tarif seperti tol, listrik, BPJS Kesehatan, sampai harga rokok telah diatur kenaikannya oleh pemerintah. Mereka malah justru berbondong-bondong merampok uang rakyat. 

Mereka malah sibuk mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Apa sebenarnya tujuan mereka mencalonkan diri menjadi pemimpin dan wakil rakyat di parlemen?. Bukankah jargon mereka adalah untuk mengabdi kepada negara dan menyejahterakan rakyat?. Ternyata itu omong kosong belaka. Kemapanan finansial untuk diri dan kelompoknya adalah motif sesungguhnya. Menteri dalam negeri Tito karnavian menyebut seorang calon bupati, minimal harus memiliki modal 30 miliar rupiah sampai 50 miliar. jumlah ini tidak sebanding dengan gaji seorang bupati yang berkisar 6 juta perbulan. Bila dihitung selama 5 tahun jumlahnya, hanya 350 juta. "mau rugi enggak? apa benar saya (kepala daerah) mau mengabdi kepada negara terus rugi. Bullshitt", kata Tito (Media Umat, edisi 259.  7 -20 Februari 2020).

Apalagi untuk jadi seorang gubernur atau presiden perlu dana lebih besar lagi, pastinya. sebagai contoh calon partai Nasdem modal awal mereka minimal 50 miliar untuk menjadi anggota DPR. Modal besar yang harus digelontorkan namun tidak sesuai dengan gaji yang didapat. Inilah yang menjadi pendorong terjadinya korupsi. korupsi adalah tindak kejahatan yang dzalim tidak akan terjadi jika tidak berkumpul dua hal yakni niat dan kesempatan. Dalam sistem demokrasi, kedua hal tersebut berkumpul niat dan kesempatan. Maka terjadilah kejahatan ini STM (sistemik, terstruktur dan masif).

Pertanyaan selanjutnya, dari mana modal itu? Ternyata selain merogoh kantong sendiri. juga, modal tersebut diperoleh dari para pengusaha bermodal kapital (besar) dan para investor, besar peranannya. terutama saat momentum pemilihan para pejabat negara termasuk anggota dewan dan kepala daerah inilah yang disebut politik transaksional. juga kerap kali terjadinya undang-undang pesanan para korporat (pengusaha kelas kakap).

Secara keseluruhan ICW mencatat dalam kurun waktu 2015 - 2019 ada 254 anggota dan mantan anggota DPR dan DPRD yang ditetapkan tersangka korupsi. Dan sepanjang sejarah KPK kurun waktu 2003-2018, terdapat 885 orang telah diproses hukum. Kasus korupsi ini bagaikan fenomena gunung es. Yang tak tersentuh hukum dan kerugian negara sebenarnya adalah lebih besar lagi, Daripada yang nampak. 

Padahal, Adanya pembagian kekuasaan dalam demokrasi yang disebut trias politika. Legislatif Eksekutif dan Yudikatif adalah agar kekuasaan tidak berpusat di satu orang. Sehingga memudahkan terjadinya korupsi. Fakta mengejutkan yang terjadi adalah setelah kekuasaan dibagi menjadi 3 kekuasaan. Ternyata korupsi tetap marak bahkan terjadi di seluruh elemen kekuasaan. Tak tanggung-tanggung hampir semua pimpinan lembaga tinggi negara tersangkut korupsi. Dari legislatif yudikatif dan eksekutif. 


Ini membuktikan bukan hanya orang (pemimpinnya) yang bermasalah namun sistemnya juga bermasalah. Inilah masalah laten dalam demokrasi, masih haruskah dipertahankan? Jadi tidak cukup sekedar ganti rezim namun harus juga ganti Sistem. Satu-satunya sistem yang layak jadi pengganti adalah Islam dengan sistem pemerintahan khilafah. Karena
Islam Punya Solusi
Islam sebagai agama rahmatan Lil alamin (rahmat untuk seluruh alam), punya segudang solusi tak terkecuali dalam perkara korupsi. Bahkan para tikus negara ini benar-benar bisa dibasmi dan dipastikan tidak akan kembali.

Dalam Islam, dasarnya adalah ketakwaan kepada Allah. Termasuk pemimpin negara (Khalifah) dipilih oleh rakyat karena ketakwaannya, sehingga lahirlah pemimpin yang adil dan takut kepada Allah. Menjadikan kekuasaan yang dia pegang bukan untuk mencari sebanyak-banyaknya harta melainkan untuk mendapatkan ridho Allah Swt. Inilah yang akan membentuk karakter pemimpin yang adil. Bahkan dia akan cenderung lebih mementingkan urusan rakyatnya ketimbang masalah perutnya sendiri.

Dalam Islam, pembuatan hukum dan undang-undang berada ditangan Allah Swt. Sedangkan Khalifah hanya menjalankan perintah hukum syara'. Tidak ada yang boleh mengotak-atik hukum agar sesuai hawa nafsu. Korupsi haram hukumnya dalam Islam, demikian juga suap, dan harta yang diambil secara curang dan tidak sah.

Khalifah dipilih oleh rakyat bisa melalui pemilu atau dengan cara yang lainnya. Batas kepemimpinannya adalah jika khalifah melanggar hukum syara atau meninggal. Selama khalifah berlaku adil sesuai syariah dan menjalankan tugas negara, maka tidak boleh diberhentikan. Jadi tidak dibatasi masa jabatannya. Namun juga, tidak ada kediktatoran dalam Khilafah. Karena peluang pemimpin diktator itu jika hukum bisa diutak-atik oleh manusia, baik pemimpin negara atau wakil rakyat. Sedangkan dalam Islam khalifah dan para pembantunya serta kepala daerah adalah pelaksana hukum syariah. Dan tidak punya kewenangan dalam membuat hukum. Jadi pintu kediktatoran itu tidak akan terbuka.

Kemudian kepala daerah diangkat oleh khalifah sehingga tidak ada biaya yang membebani kas negara. Selain lebih hemat biaya juga insya Allah korupsi bisa berkurang, bahkan musnah sama sekali. Selanjutnya khalifah punya kewajiban untuk memastikan para pejabatnya jauh dari mendapatkan yang bukan haknya, seperti suap dan korupsi. Dengan cara menghitung harta kepala daerah sebelum menjabat dan setelah selesai menjabat. Jika ada kelebihan kekayaan yang tidak bisa dibuktikan oleh yang bersangkutan bahwa itu adalah harta yang halal, maka harta itu akan disita negara. Dan Islam sangat tegas dalam hukum, demikian juga terhadap pelaku korupsi. Setelah harta disita negara. sementara pelakunya dijatuhi hukuman ta'zir. Beratnya hukuman sesuai dengan tingkat kejahatannya. Jika korupsi sangat besar dan negara dalam kondisi krisis dan sebagainya pelakunya bisa dihukum mati.

Kekuatan iman dan ketakwaan membentuk sifat dan karakter pemimpin yang merasa senantiasa diawasi Allah Swt. Sehingga dia akan menghindari kebejatan moral seperti korupsi dan keculasan seperti perilaku suap. Sifat dan karakter selanjutnya adalah komitmennya dalam mencukupi kebutuhan masyarakat. Menjadi fokus utama bagi khalifah dan para pejabatnya. Itulah bukti nyata adanya sebuah negara yakni menjadi pelayan bagi rakyatnya.

Misalnya saja Khalifah Umar Bin Khattab ra, telah menyedekahkan hartanya. Untuk rakyatnya selama musim paceklik hingga turun hujan. Khalifah Umar selalu berusaha menjamin ketersediaan makanan, juga mengawasi pasar dan melarang monopoli. Para gubernur nya juga mengawasi perkembangan harga di pasar.

Tidak hanya menjamin ketersediaan makanan dan mengawasi pasar. Khalifah Umar juga membuat perumahan dan membagikannya kepada masyarakat. Juga rencana pendirian kota dilakukan, ia membagi-bagikan tanah kepada penduduknya di Kufah, Basrah Fushthat. Dan para gubernurlah yang mengawasinya secara langsung (Al-wa'ie edisi, 1-29 Februari 2020)

Begitulah aksi sang khalifah beserta para gubernurnya tidak hanya mengumbar janji. Namun bekerja serius dalam menegakkan aturan syariah. Yang akan dipertanggungjawabkan kelak di pengadilannya Allah.

Wajar jika dalam Islam kesejahteraan itu terwujud pada setiap individu-individu. Karena memang individulah ukuran kesejahteraan dalam negara khilafah. Bukan GNP (pendapatan perkapita negara) yang bisa jadi uang atau kekayaan itu hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sedangkan sebagian besar masyarakat berada di bawah garis kemiskinan. Seperti halnya di bumi Nusantara tercinta.

Dalam daulah Islam, khalifah harus memastikan apakah individu-individu di dalam negaranya sudah terpenuhi pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan atau tidak. Terpenuhinya 6 kebutuhan pokok ini berlaku bagi seluruh warga negara khilafah, baik muslim maupun non-muslim. Semua mendapatkan hak yang sama dalam negara khilafah. Apakah tidak senang hidup dalam sistem indah seperti ini?

Wallahu'alam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post