Islamofobia di Balik Mengganti Ucapan Assalamu’alaykum?

Oleh : Nelly, M.Pd
Aktifis Pemerhati Umat, Penulis, Pegiat Dakwah

Pernyataan demi pernyataan dari Kepala BPIP semakin kontroversial, lagi-lagi publik dibuat heboh dengan pernyataan beliau yang ingin mengganti salamnya umat muslim dengan salam pancasila.  Seperti diketahui, bapak Yudian mengatakan salam Pancasila di tempat umum sebagai titik temu di antara salam masing-masing agama di Indonesia.

“Kalau kita salam setidaknya harus ada lima sesuai agama-agama. Ini masalah baru kalau begitu. Kini sudah ditemukan oleh Yudi Latif dengan salam Pancasila. Saya sependapat, kata Yudian Wahyudi dalam wawancara di detik.com beberapa waktu lalu. Menurutnya, sebelum reformasi sangat nyaman dengan salam nasional. “Sejak reformasi diganti Assalamualaikum di mana-mana tidak peduli, ada orang Kristen, Hindu hajar saja dengan Assalamualaikum,” kata dia.

Kata Yudian, salam itu maksudnya mohon izin terhadap seseorang sekaligus mendoakan selamat. Kalau bahasa arabnya Assalamualaikum warahmatulloh wabarakatuh. “Dengan kesepakatan nasional misalnya salam Pancasila dari pada ulama ribut kalau pakai shalom bisa jadi kristen. Jadi pakai salam pancasila saja menurut Yudian.

Pernyataan ini tentu saja mendapat tanggapan sekaligus penolakan dari kaum muslimin yang notabene penduduk mayoritas di negeri ini. Di lansir dari laman akurat.co Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain menolak adanya pengubahan kalimat salam ‘Assalamu’alaikum’ yang biasa digunakan umat Islam dengan salam Pancasila.

Tengku Zulkarnain berangapan jika kalimat Assalamu’alaikum diganti dengan salam Pancasila maka pahala yang didapat umat Islam berkurang. Apalagi, salam dalam Islam adalah ibadah. Dalam akun Twitter beliau Tengku Zulkarain berucap “Terus saya mau tanya kepada Kepala BPIP Prof. Yudian "Jika umat Islam memakai salam Pancasila, pahalanya dapat berapa?" Anda mau jadi Nabi baru? Salam itu Ibadah dalam Islam. Paham? Kami tegas MENOLAK," tulis @ustadtengkuzul di Twitter, Jumat (21/2/2020).


Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Anton Tabah selaku pengurus MUI, menurut beliau umat Islam di Indonesia terus menerus mendapat perlawanan dari penguasa. Perlawanan itu bahkan terjadi sejak dari zaman penjajahan. Tanggapan ini beliau sampaikan saat berceramah di depan ribuan umat dalam Kajian Ahad di Masjid Raya Nurul Jami Wedi, Klaten, Minggu (23/2). 

Beliau juga menguraikan bahwa era Hindia Belanda dulu, ada pembagian kelas oleh Belanda. Kelas satu untuk warga negara Belanda dan Eropa, kelas kedua untuk orang-orang asing dan China. Sementara kelas terakhir adalah pribumi dan keturunan Arab. “Jadi sejak zaman penjajah, orang-orang Islam dikuyo-kuyo (disiksa) karena perlawanan keras umat Islam terhadap penjajah. Sehinga, pribumi yang lemah iman pindah agama demi hidup enak,” ungkap beliau. 

Beliau juga menambahkan meskipun 7 kata dalam sila pertama pancasila itu sudah dihapus, tapi kita harus trtap religius “Sila Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama itu bukan tanpa makna. Maknanya segala perikehidupan warga negara Indonesia harus bertauhid, beragama di atas segalanya. Di atas UU, bukan di bawah UU. 

Pernyataan Anton Tabah ini menjurus pada upaya-upaya mempertentangkan agama dengan Pancasila. Mulai dari pembolehan seks bebas, penghapusan kurikulum agama, hingga dugaan upaya mengubah salam agama Islam menjadi salam Pancasila. 

Melihat kondisi akhir-akhir ini, peta perpolitikan sosial kemasyarakatan negeri semakin tak tentu arah. Persoalan bangsa yang tak kunjung ditemukan solusi penyelesaiannya tidak dijadikan titik masalah darurat yang mesti diselesaikan pemerintah. Malah hal-hal yang justru membuat gaduh, perpecahan dikalangan masyarakat yang penguasa angkat kepermukaan. Dan ini semua arahnya tertuju pada umat Islam, ajarannya dan simbol-simbolnya.

Sehingga menelisik dan menimbulkan berbagai pertanyaan di tengah-tengah publik, mengapa  seakan-akan rezim menganggap umat Islam menjadi sumber masalah keragaman pada bangsa ini. Adanya narasi-narasi negatif dan memojokkan ajaran Islam sedikit demi sedikit sebenarnya semakin menjauhkan umat pada Islam pada agamanya itu sendiri yang berujung pada Islamofobia.

Selalu saja diangkat kepermukaan bahwa ajaran Islam itu bertentangan dengan falsafah negara, umat Islam yang berusaha ingin taat pada ajaran agamanya dan menyuarakan Syariah Islam dilabeli dengan radikal, ekstrim, merusak kebhinekaan dan persatuan bangsa. Rezim sekuler hari ini selalu menganggap Islam sebagai ancaman keutuhan NKRI.

Disinilah semestinya umat harus  menyadari bahwa ini semua adalah bagian dari upaya sistematis menjauhkan kaum muslimin dari keterikatan terhadap agama dan mengganti identitas Islam dengan identitas liberal. Ini sangat berbahaya bagi umat Islam itu sendiri.

Maka yang harus kita pahami bersama bahwa sistem Islam dengan khilafahnya itu adalah sebuah solusi bagi setiap persoalan hidup manusia. Karena itu Khilafah harus didukung oleh umat, karena keberadaannya akan membawa kebaikan bukan sebuah kejahatan yang merusak. Khilafah itu sendiri bersumber dari Al-Quran, As-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas. Dalam Islam, Khilafah atau al-Imamah al-‘Uzhma merupakan perkara ma’lĂ»mun min ad-dĂ®n bi adh-dharĂ»rah (telah dimaklumi sebagai bagian penting dari ajaran Islam).

Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia guna menerapkan syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Pengertian ini sekaligus menjelaskan muatan dari Khilafah yakni ukhuwah, syariah dan dakwah. Ukhuwah artinya persatuan umat Islam seluruh dunia. Syariah artinya penerapan syariah Islam secara kaaffah (menyeluruh). Dakwah artinya penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Tiga muatan inilah yang terangkum dalam kata khilafah. Karena itu Khilafah sebagai ajaran Islam harus didukung oleh umat Islam.
Secara historis pun, sistem Islam pernah terbukti berhasil mempersatukan bangsa yang majemuk, plural, baik pada masa kepemimpinan Nabi maupun masa kekhilafahan setelah beliau muslim maupun non muslim hidup sejhatera, adil dan makmur. Bahkan ini secara jelas dan gamblang ditulis oleh ilmuan barat yang beragama non muslim salah satunya Will Durant adalah seorang sejarahwan barat yang justru memuji kesejahteraan negara Khilafah.
Dalam buku yang ia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, ia mengatakan:
"Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka"
Dalam catatan sejarah juga bahwa khilafah telah membawa rahmat dan pengaruh besar bagi umat Islam di dunia, termasuk bagi negeri ini dan penduduknya. Perlu diingat, Khilafah berperan besar bagi penyebaran Islam di negeri ini sehingga penduduk negeri ini mendapat rahmat dari Allah SWT dengan mendapatkan petunjuk kepada Islam. 

Di antara para wali dan ulama yang menyebarkan Islam di negeri ini sebagiannya diutus dan difasilitasi oleh Khilafah pada masa itu, termasuk sebagian dari wali songo. Kesultanan-kesultanan Islam yang dulu memerintah dan memakmurkan negeri ini pun berhubungan erat dengan Khilafah pada masa masing-masing. Bahkan Khilafah pernah turut membantu perjuangan rakyat negeri ini melawan penjajah. Kesultanan Aceh, misalnya, pernah dibantu oleh Khilafah Utsmaniyah dengan senjata modern kala itu dan pasukan yang dipimpin oleh panglima Hizir Reis dalam menghadapi penjajah kala itu.

Dengan demikian tidak ada alasan untuk kita dan bangsa ini kemudian takut akan ajaran Islam yang mulia ini. Sungguh sistem Islam yang pernah dicontohkan kanjeng Nabi adalah sebuah sistem kehidupan yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post