Impor : Menciptakan Ketergantungan

Oleh : Rosmiany Az-Zahra
Pendidik Generasi & Member AMK

Realita terkait virus corona telah menjadi perbincangan berbagai kalangan di seluruh dunia, baik secara langsung maupun melalui media massa. Untuk mencegah arus masuknya virus tersebut pemerintah mengambil langkah dengan menghentikan sementara pasokan bawang putih sebagai komoditi yang termasuk besar dan penting dalam memenuhi kebutuhan pasar.

Dilansir oleh Sindonews.com, Selasa, 4/2/2020, Kepala Dinas Perdagangan dan Industri (Disdagin) kota Bandung, Elly Wasliah mengakui bahwa beberapa komoditas impor dari China beredar luas di kota Bandung. Sebagai contoh Bandung mengandalkan pasokan bawang putih dari China. Hampir 80% bawang putih di impor dari China. Untuk komoditas buah, ada jeruk, apel dan buah pir. "Memang untuk produk impor yang betul-betul dari China adalah bawang putih. Hampir 80% bawang putih untuk kebutuhan di Bandung mengandalkan pasokan dari China. Sementara kalau komoditi lainnya dari Jabar, Jateng dan Jatim", kata Elly.

Menurut Elly, jika nanti pemerintah jadi menghentikan makanan impor dari China, masyarakat tidak perlu khawatir. Karena Kabupaten Bandung sekarang mengarah pada sentra bawang putih. Meskipun belum terlalu optimal, tapi pihaknya positif bisa mendapat pasokan dari produk lokal. Sedangkan untuk buah beliau tidak terlalu khawatir apalagi sampai menyebabkan gejolak pasar. Karena buah bukan komoditas strategis. Sehingga, dampaknya tidak akan terasa. Untuk buah masih banyak alternatif. Masih bisa memanfaatkan buah lokal seperti, apel dari Malang, jeruk dari Medan, atau Garut. 

Ini semua merupakan tantangan bagi petani. Harapannya, pemerintah pusat yang memiliki kewenangan untuk membuka atau menutup kran impor, bisa mengambil kebijakan yang tepat. Apalagi, menghadapi Bulan Ramadan yang akan datang sekitar dua bulan lagi. Biasanya permintaan komoditas akan naik.

Dari pernyataan Ibu Elly Wasliah, ditunjang juga oleh fakta bahwa Indonesia adalah negara agraris dengan tanah pertanian yang membentang luas serta kesuburan tanahnya, sebenarnya Indonesia bisa memberdayakan para petani yang ada di Indonesia. Sehingga dapat membuka lapangan kerja. Bukan hanya Kabupaten Bandung, semua lahan pertanian yang ada bila dikelola dengan baik, sumber daya manusianya dipersiapkan, pemerintah membantu baik dari sisi kebijakan ataupun finansial, maka ketergantungan pada impor bisa diminimalkan bahkan dihilangkan.

Hanya saja hal ini akan sulit tercapai bila pengelolaan tanah pertanian berdasarkan kapitalisme-sekularisme. Alih fungsi tanah pertanian yang tidak terkendali menjadi pemukiman dan pabrik-pabrik. Misalnya, selain menimbulkan bencana banjir, juga telah mengurangi lahan pertanian. Belum lagi para petani kesulitan modal, kesulitan menjual hasilnya ketika kalah bersaing dengan barang impor. Disinilah pentingnya peran negara.

Namun sayangnya akibat menganut kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator, dan berpihak pada para kapital bermodal besar. Inilah yang menyebabkan ketergantungan akan impor hasil pertanian tidak bisa dihindari. Lebih senang panen di kebun negara lain daripada di tanah sendiri.
Kapitalisme selamanya tidak akan berpihak pada rakyat, sesuai dengan namanya, untuk rakyat hanya sekadarnya bahkan sengsara di negeri sendiri, berbeda jauh dengan Islam.

Islam adalah agama yang sempurna, mengatur segala aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi serta pengaturan lahan pertanian. Islam tidak membolehkan tanah pertanian dialihfungsikan, tidak boleh ditelantarkan tanpa ditanami. 
Tanah pertanian yang ditelantarkan, diberi tangguh sampai 3 tahun. Apabila melewati batas tanpa dikelola, khalifah akan mengalihkan pada pihak yang mampu mengelola. Bagi yang tidak memiliki biaya, tetapi memiliki kemampuan mengelola akan diberi bantuan dengan meminjamkan tanpa bunga (riba) atau diberi cuma-cuma, bahkan bukan hanya biayanya, juga tanahnya.

Di masa Rasulullah, Rasul telah memberikan luas tanah tertentu kepada Bilal bin Rabbah. Kebijakan tersebut diikuti oleh para khalifah sesudahnya. Di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab pernah terjadi kekeringan di suatu wilayah. Umar tidak membiarkannya karena pasti di wilayah tersebut harga tanaman akan naik karena kesulitan. Khalifah Umar mengusahakan membeli dari wilayah lain sehingga tidak terjadi kesulitan dan harga mahal. Itulah sekilas pengaturan dalam Islam.

Khalifah adalah penanggung jawab terhadap seluruh rakyatnya, tidak membiarkannya dalam kesulitan, kepayahan karena sadar semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Pengelolaan lahan pertanian ataupun lainnya dalam pandangan Islam adalah untuk rakyat, tidak boleh diserahkan kepada asing karena akan menciptakan ketergantungan seperti saat ini. Distribusi yang baik ditambah haramnya penimbunan yang bisa merusak harga akan ditindak dengan tegas oleh khalifah.

Dalam Islam, khalifah wajib melakukan penyuluhan-penyuluhan bagi para petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Islam melarang impor yang bisa melemahkan bahkan mematikan produktivitas pertanian dalam negeri. Impor yang tidak terkendali yaitu lebih besar daripada pasokan dalam negeri bisa berbahaya karena menciptakan ketergantungan, bahkan lebih jauhnya penjajahan. 
Allah Swt. berfirman dalam QS. an-Nisa : 141, yang artinya : 

"... Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman."

Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post