Ekspor Ganja, Menimbang Manfaat?

Oleh: Ummu Syaqieb

Dilansir Kompas TV, Anggota Komisi VI DPR RI fraksi PKS Rafli Kande mengusulkan ganja asal Indonesia diekspor ke luar negeri. Menurut dia, ganja dapat menjadi komoditas ekspor yang bagus di pasar internasional. Hal tersebut disampaikan dalam rapat kerja Komisi VI DPR bersama Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis (30/1/2020).

Usulan Rafli langsung menuai kontroversi di tengah masyarakat. Pro-kontra terus bermunculan. Dari masyarakat biasa hingga para ahli, politisi, dan petinggi di negeri ini. Bupati Gayo Lues,  Muhammad Amru, menyatakan mendukung usulan Rafli karena dinilai akan berdampak positif terutama bagi pengentasan kemiskinan di Gayo Lues yang hingga kini masih menjadi pe-er pemerintahan daerah setempat. 

Hal yang berbeda disampaikan Wapres Ma'ruf Amin yang mewakili pemerintah. Wapres menyatakan tak mungkin pemerintah mengambil langkah melegalisasi tanaman ganja untuk dijadikan sebagai komoditas ekspor bagi Indonesia. Sekalipun dengan dalih keperluan dunia kesehatan, menurutnya diperlukan kajian mendalam tentang manfaat ganja bagi pengobatan dan tidak bisa disebut sebagai ekspor ganja. 

Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, juga telah menegur Rafli Kande atas usulannya terkait ganja menjadi salah satu komoditas ekspor. Jazuli menegaskan, usulan Rafli tidak mewakili suara fraksi PKS. Atas desakan partai, Rafli pun akhirnya meminta maaf atas kegaduhan yang telah ia ciptakan. Namun, wacana ekspor ganja tak serta-merta lenyap,  bahkan terus bergulir di ruang publik. Asas manfaat menjadi dalih bagi pihak masyarakat yang pro terhadap wacana tersebut. 

Dibahas dari aspek sosial,  usulan ekspor ganja terasa sangat janggal. Secara data dan fakta,  kerusakan generasi akibat narkotika, termasuk ganja, sudah sangat memprihatinkan.  Andai ekspor ini dapat berjalan, dimana hal tersebut bermakna ganja menjadi barang legal, tak terbayangkan bagaimana kerusakan generasi yang akan terjadi. Meski memakai alasan legalitas ganja hanya untuk keperluan kesehatan,  siapa yang akan dapat mengontrol kondisi di lapangan untuk mencegah terjadinya penyelewengan? 

Sejatinya,  bagi seorang muslim akan lebih mudah menimbang masalah ini.  Jika menilik dari sisi manfaat,  setiap benda ciptaan Allah SWT pastilah memiliki manfaat,  besar atau kecil. Akan tetapi, manusia hidup terikat dengan peraturan Allah yang telah menentukan mana yang boleh dilakukan,  mana yang tidak. Mana yang boleh dikonsumsi,  mana yang tidak.  Dan mana yang boleh dimanfaatkan,  mana yang tidak.  Islam mengenal halal-haram baik atas perbuatan, benda dan hukum pemanfaatan benda.

Mengutip pendapat Ustad Muhammad Siddiq Al Jawi, MUI D.I.Yogyatakarta, hukum menggunakan ganja dilihat dari sudut pandang syara adalah berhukum haram secara mutlak. Meskipun untuk sekedar penyedap makanan,  meskipun sedikit, dan meskipun tidak menimbulkan efek negatif bagi yang memakan makanan tersebut. 

Keharamannya didasarkan pada dalil syar'i yang mengharamkan ganja secara mutlak, baik sedikit atau banyak. Juga didasarkan pada fakta tidak adanya illat (alasan) keharaman ganja,  misalnya karena menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya. Maka ganja hukumnya haram tanpa melihat lagi apakah menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya. Hal senada juga disampaikan oleh dai terkemuka, Ustad Abdul Somad ketika ditanya tentang hukum pemanfaatan ganja. 

Maka jelaslah, dalam polemik ganja, meski ditilik dari sudut pandang manfaat,  tetap berhukum haram. Karena yang diharamkan adalah dzat yang memabukkan/muskir dan melemahkan/mufattir (menimbulkan rasa tenang dan lemah/lemas pada tubuh manusia) yang terkandung dalam ganja itu sendiri.

Hanya saja, karena kita hidup dalam era sekular,  dimana kehidupan amat jauh dari aturan Allah, maka pembahasan pemanfaatan benda yang sudah jelas keharamannya akan terus muncul dan bergulir. Nilai-nilai kehidupan yang berpijak pada sistem kapitalisme yang melandaskan aktifitas manusia berasas manfaat secara materi, menjadikan setiap hal yang dapat mendatangkan manfaat materi dirasa perlu dilakukan, sekalipun menggunakan barang haram. 

Tentu saja kita,  sebagai negara yang mayoritas penduduk beragama Islam,  sudah semestinya meninggalkan perdebatan yang telah jelas ketentuannya dalam Islam. Padahal, tiap aturan yang Allah turunkan, senantiasa diiringi maslahat (kebaikan) bagi seluruh manusia dan alam. Bukankah kita lihat begitu banyak kerusakan yang terjadi akibat pengabaian aturan Allah? Saatnya kita berbenah. 



Post a Comment

Previous Post Next Post