Demokrasi Mengentaskan Kemiskinan? Itu Mimpi



Oleh : Widhy Lutfiah Marha
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif

Kasus kemiskinan masih menjadi masalah utama di dunia dan merupakan agenda utama di Indonesia. Dalam laporan Bank Dunia pada 30 Januari 2020 berjudul Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class, Indonesia dinilai berhasil mengeluarkan masyarakat miskin dari garis kemiskinan sebanyak 45% atau 115 juta orang. Dengan catatan, jika mereka yang baru keluar dari garis kemiskinan tidak mampu menjadi kelas menengah, maka besar kemungkinannya kembali lagi menjadi miskin.

Bank Dunia kemudian merekomendasikan Indonesia perlu menciptakan lapangan kerja dengan upah yang lebih baik, menyediakan pendidikan berkualitas, juga jaminan kesehatan. Hal ini tentu memerlukan perbaikan lingkungan usaha dan investasi pada infrastruktur.

Mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Firmanzah menjelaskan, bicara soal pengentasan kemiskinan maka akan membicarakan multisektor program pemerintah. Pembangunan tol, air bersih atau program lainnya sangat berkaitan dengan pengentasan kemiskinan. Atas dasar itu, pemerintahan Jokowi harus membuat tim khusus terkait program penanggulangan kemiskinan. Demikian yang dikutip Rakyat Merdeka,28/12/2019.

Hakikatnya salah satu penyebab kemiskinan di negeri ini adalah jeratan utang ribawi lembaga-lembaga internasional semisal Bank Dunia. Sehingga kas negara terkuras habis untuk membayar cicilan bunga utang dan aset sumber daya alam terampas sebagai kompensasi pembayaran utang.

Dampaknya, negara mencari pungutan lain ke rakyatnya sendiri dan memangkas berbagai pelayanan yang sebetulnya merupakan hak rakyat.

Yang pasti kondisi rakyat miskin makin mengkhawatirkan. Kemiskinan menjadi hal yang kontras di negeri zamrud khatulistuwa ini, sebab kekayaan yang sedemikian melimpah seharusnya mampu menekan kemiskinan di angka nol. Memang pemerintah pun tak tinggal diam. Seperti aksi pemerintah untuk mengatasi kemiskinan ini terwujud dalam bentuk dana desa. Namun, masalah baru muncul. Berdasarkan data dari ICW sebanyak 181 dana desa dikorupsi (kompas.com.21/11/2019). Lagi-lagi solusi tak membawa perubahan.

Alih-alih mengentaskan kemiskinan, justru aset- aset negara sebagai sumber penghidupan tetap rela dikelola asing, praktik ekonomi ribawi merajalela, dan mata uang yang digunakan rawan inflasi. Selain itu, definisi kemiskinan yang tergolong sempit, kriteria kemiskinan yang tidak baku atau tidak tetap, serta penetapan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah dapat menjadi salah satu pemicu kemiskinan. Bisa jadi, kemiskinan diakibatkan oleh gagalnya pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Kemiskinan dan kezaliman yang terus tersebar di seluruh negeri kita yang kaya ini, tidak lain akibat praktik ekonomi kapitalis-neoliberal. Selama ini, sistem kapitalis inilah yang mengendalikan kehidupan masyarakat dan mengendalikan rezeki mereka.

Melalui kebijakan ekonomi neo-liberal dengan merujuk kepada IMF, Indonesia benar-benar menuju liberalisasi ekonomi. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari beberapa fakta: 1). Penghapusan subsidi pemerintah secara bertahap dan diserahkannya harga barang-barang strategis ke mekanisme pasar; 2). Privatisasi BUMN, yaitu dengan menjualnya kepada swasta, baik swasta nasional maupun asing; 3). Peran serta Indonesia dalam WTO, GATT, yang semakin memperjelas komitmen Indoneaia kepada kapitalisme global.

Akibat menganut sistem mekanisme pasar bebas, pemerintah harus cuci tangan, melepas perannya sebagai pengelola perekonomian. Sebagai gantinya, pihak swasta banyak menguasai sektor-sektor kepemilikan umum, berupa perusahaan-perusahaan besar. Masyarakat akhirnya menjadi pelayan. Mereka bekerja siang malam hanya sekedar untuk bisa mendapat sesuap makan. Mengais rezeki dari para pemilik perusahaan yang mendominasi harga komoditas dan upah mereka.

Kehidupan merekapun seolah berada di tangan para pemilik perusahaan. Mereka miskin dan jumlah mereka banyak, mendominasi setiap jengkal bumi nusantara yang kaya ini. Ini adalah sebagian kecil dari sehamparan luas fakta menyakitkan akibat praktik ekonomi neo-liberal, khususnya di Indonesia. Lalu, apakah kita akan terus bertahan di sistem ini? Tentu tidak.

Islam Tuntaskan Kemiskinan

Untuk menyelesaikan problem kemiskinan secara tuntas, peradaban Islam yang pertama telah memberikan contoh nyata. Dalam Negara Khilafah yang pertama, angka kemiskinan struktural adalah 0%, tingkat utang negara ke negara luar adalah 0%, dan tingkat inflasi mata uang adalah 0%. (almnhaj.or.id, 21/11/2019)

Kondisi ini menciptakan tatanan ekonomi yang stabil sehingga kemakmuran berhasil diratakan oleh Negara Khilafah selama berabad-abad.

Terdapat tujuh langkah praktis yang telah dilakukan Negara Khilafah hingga berhasil menyelesaikan kemiskinan secara tuntas.

Langkah-langkah itu adalah:

1. Melarang praktik riba. Aktivitas riba ibarat benalu dalam perekonomian.

2. Semua sektor usaha harus berbasis sektor produktif.

3. Negara Khilafah memenuhi kebutuhan pokok massal yakni pendidikan, kesehatan, keamanan. Sehingga income perkeluarga hanya dialokasikan untuk kebutuhan individu.

4. Dalam kondisi khusus, Negara Khilafah memberi nafkah kepada individu rakyatnya, tanpa mewajibkan perempuan untuk bekerja.

5. Aset bumi diplot secara adil, mana yang milik umum, milik negara, dan mana yang bisa menjadi milik individu.

6. Sistem keuangan negara menggunakan baitul mal dengan pos pendapatan beragam tanpa pajak dan utang, dan

7. Penggunaan sistem moneter berbasis emas dan perak, sehingga angka inflasinya 0%.

Maka, penerapan syariah Islam secara keseluruhan secara langsung akan menghilangkan bentuk penyelewengan dan kejahatan yang berimbas pada kemiskinan, kelaparan, pembunuhan, dan perbuatan melanggar syariah lainnya. Allah Swt. berfirman dalam surat Thaha ayat 124:

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Di dunia sengsara karena miskin, di akhirat dikumpulkan dalam keadaan buta, begitulah jika manusia berpaling dari syariah-Nya. Maka tidak ada jalan lain selain kembali kepada syariah dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di dunia dan khususnya di Indonesia.

Wallahu a'lam bish shawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post