Bullying, Bukti Kegagalan Pendidikan Sekuler



Oleh : Rati Suharjo
Pegiat Dakwah dan Member Akademi Menulis Kreatif

Bullying adalah tindakan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mencoba menyakiti orang lain, baik dengan kekerasan, candaan ataupun dengan yang lain.

Pada awalnya bullying hanya untuk seru-seruan atau candaan, kini beresiko kepada korban. Di antaranya korban mengalami depresi, cemas, rendah diri, bahkan sampai bunuh diri.

Di akhir tahun ini, menurut Jasa Putra bidang Hak sipil dan partisipasi anak mengatakan sepanjang tahun 2011 hingga tahun 2019 KPAI atau komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat ada 37.381 pengaduan mengenai anak, baik di media sosial maupun di dunia pendidikan laporannya mencapai 2.473. (Republika.co.ID, 10/2/2020)

Kenapa semua ini bisa terjadi? Padahal, pemerintah sudah membuat UU tentang pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, pemerintah juga menggerakkan orang tua, masyarakat, guru dan kepala sekolah agar pembully tidak berkembang kepada anak didik. Tetapi riilnya bukannya menurun justru meningkat. 

Berarti permasalahan tersebut ada sebab akibat atau kausalitas yang harus cepat diselesaikan, sebab generasi adalah modal negara yang akan memimpin negara menjadi maju, dan bisa bersaing dengan negara-negara yang lain.

Maju mundurnya bangsa 5 tahun, 10 tahun ke depan adalah hasil dari pendidikan saat ini. Seperti saat ini ketika di DPR dipenuhi kasus korupsi, itu adalah hasil dari didikan puluhan tahun sebelumnya.

Jadi perlu digarisbawahi ternyata rusaknya bangsa ini akibat dari pendidikan yang diterapkan saat ini yaitu pendidikan berbasis sekuler.

Pandangan hidup pendidikan sekuler jelas manfaat yang diambil bukan halal haram yang menjadi tolok ukur perbuatan. Sebab sekuler sendiri adalah mengambil sistem dari warisan Belanda Yunani bukan sistem dari Allah Swt.

Sehingga wajar jika lahir generasi pendidikan tinggi seperti kedokteran, arsitek, pengusaha, pengajar baik guru ataupun dosen bahkan sampai duduk di parlemen tetapi dalam berperilaku tidak berakhalqul Karimah. 

Apalagi, saat ini dalam menghadapi daya saing di era disrupsi, penguasa hari ini cenderung kian fokus pada proyek-proyek pengembangan SDM yang siap kerja, siap berusaha, yang link and match antara pendidikan dan industri. Seolah-olah pendidikan hanya menjadi pabrik pekerja industri. Dan siap  memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang murah meriah.

Jadi persoalannya jelas pendidikan sekuler ternyata biang keladi dari semua permasalahan bangsa. Bukan hanya melahirkan generasi gemar membully akan tetapi gemar tawuran, berzina, aborsi bahkan melahirkan para koruptor negeri ini. 

Perbuatan mereka jauh dari agamanya, bahkan sudah menjadi budaya masyarakat. Sampai-sampai masyarakat menilai bahwa orang sukses itu adalah orang yang segala keinginan dan kebutuhannya terpenuhi. Tidak memikirkan bagaimana cara memperolehnya. Bukan orang yang selalu  istiqomah dengan menjalankan perintah Allah.

Tentu hal ini akan berbahaya bagi individu, masyarakat dan negara ketika pendidikan agama tidak dijadikan target literasi maka bangsa ini akan lahir generasi yang dipenuhi dengan kemaksiatan dan bangsa ini tidak akan mampu bersaing apalagi menjadi negara adidaya.

Untuk itu jika bangsa ini bercita-cita mempunyai generasi cerdas berakhlaqul karimah. Dan bisa memimpin masa depan sehingga mampu menghadapi daya saing luar negeri. Tidak ada jalan lain yaitu merubah pendidikan sekuler menjadi pendidikan yang berbasis islami.

Dalam pendidikan Islam dasar yang diterapkan adalah akidah Islam, mulai dari arah pendidikan, penyusunan kurikulum serta dalam kegiatan belajar mengajar atau KBM.

Pendidikan harus diarahkan bagi terbentuknya kepribadian Islam, dan membina agar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta tsaqofah Islam.

Pendidikan juga menjadi sarana dakwah dan menyiapkan anak didik agar kelak menjadi kader umat yang akan ikut memajukan masyarakat Islam. Kebijakan pendidikan ini berlaku umum baik di sekolah negeri maupun swasta.

Tentu hal ini bukan hanya sebatas khayalan semata, sebab sejarah sudah membuktikan bahwa Daulah Khilafah telah berhasil melahirkan para ilmuwan seperti Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Ibnu Al Haitham, Al Biruni dan yang lainnya.

Jadi jelas tujuan pendidikan tinggi dalam Daulah Khilafah adalah mencetak para pemimpin umat yang benar-benar berkepribadian Islam, siap menerapkan Islam, melindungi dan mengembannya ke seluruh penjuru dunia.

Di samping itu pendidikan tinggi juga bertujuan membangun ketahanan negara dari ancaman disintegrasi dan berbagai ancaman lain dari luar negeri.

Sehingga dengan hal ini ketergantungan umat Islam kepada negara- negara kolonialis bisa dihindari.
Sesuai dalam firman Allah Swt. QS an- Nisaa' ayat 141 :

" Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman."

Pendidikan tinggi dengan program studi apa pun tetap akan mengajarkan tsaqofah Islam kepada para mahasiswa. Sehingga ketika mereka menjadi pemimpin benar-benar memahami Islam dan memiliki bekal tsaqofah yang mencukupi, sehingga bisa mengurus masyarakat dengan baik. Terkait apa pun yang mereka tekuni.

Jadi apakah masih mengharapkan pendidikan sekuler demokrasi seperti saat ini? Tentu tidak, bukan?

Untuk itu sudah saatnya kita bersama-sama mengganti pendidikan yang mendatangkan keberkahan yaitu dengan pendidikan Islam yang dibingkai dalam Daulah Khilafah Islamiyah.

Sebab Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah pendidikan. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika menetapkan tebusan bagi tawanan perang Badar dengan mengajar membaca sepuluh anak muslim.

Wallu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post