Sejahtera Semu Ala Kapitalisme

Oleh : Bunda Atiqoh 
(Revowriter Bondowoso)

Abu Hurairah r.a. berkata, " Rasullullah Saw bersabda, akan datang kepada manusia satu masa, dimana seseorang tidak memedulikan bagaimana ia mendapatkan harta, dengan cara yang halal atau haram " (HR. Bukhari)

Masa itu telah tiba. Kondisi yang dikabarkan Rasul Saw belasan abad yang lalu telah nyata. Terpampang jelas di depan mata. Pelakunya personal hingga komunitas, sendiri-sendiri kadang juga berjamaah. Merambah kelas teri hingga kakap. Rakyat hingga penguasa. Menandakan inilah akhir zaman.

Kabar terakhir yang masih hangat adalah skandal Jiwasraya (baca; Jiwasrakah). Seperti yang dilansir Metrotvnews.com  bahwa 52 Kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya disebut lebih besar dibandingkan dengan kasus Bank Century. Bila skandal Bank Century melibatkan uang sebesar Rp7 triliun, maka Dirut Jiwasraya menyatakan aset perusahaan menciut dari Rp25 triliun menjadi Rp2 triliun. Kejaksaan Agung bahkan membentuk tim khusus untuk mengusut kasus Jiwasraya (Metrotvnews, 22/12 2019).

Saya tidak punya kapasitas untuk menganalisa skandal jumbo korupsi yang telah dilakukan oleh oknum Jiwasraya, namun siapapun tahu bahwa telah terjadi "perampokan" yang dilakukan oleh pejabat. Tidak perlu terlalu tinggi ilmu untuk memahami ini.

Sebelumnya, aksi mantan Dirut PT. Garuda Indonesia tbk yang menyelundupkan motor klasik Harley Davidson bernilai ratusan juta rupiah. Kasus-kasus ini yang kelas kakap, yang kelas teri ? Banyak, dari tingkat RT hingga atas.

Fenomena  ini membuka mata kita bahwa semua dilakukan demi memuaskan nafsu dunianya. Tak lagi peduli halal atau haram. Dosa atau tidak. Merugikan orang lain atau tidak. Norma agama diabaikan demi materi yang dinanti.

Sadar atau tidak, kapitalisme telah menyusup ke benak ummat Islam. Perlahan namun pasti mengkontaminasi pemahaman kaum muslimin. Mudah mencerabut aqidah ummat yang memang tidak kokoh. Ditambah lagi gempuran budaya non Islam yang masuk dengan santer. Maka kehancuran tinggal menunggu waktu. Kalaulah aqidah tidak kuat menghujam di hati maka akan terlarut dengan kondisi yang menghimpit.

Apa yang disampaikan oleh hadist diatas sudah menggejala. Indikator kesuksesan diukur dari materi semata. Dianggap sukses jika kondisi finansial sudah mapan tanpa peduli halal dan haram. Kemewahan dunia telah melalaikan tugas utama sebagai hamba Allah.

Islam mempunyai aturan yang jelas cara memperoleh harta yang halal. Ada rambu-rambunya. Bahkan jika ada harta yang subhat  tidak sengaja masuk ke kantong kita, Islam memberi solusi untuk membersihkannya.

Sebagai seorang muslim kita harus mengikatkan seluruh perbuatan kita dengan hukum syara'. Menimbang sebelum berbuat. Mencari hukum yang jelas terkait perbuatan kita. Halal atau haram, mubah atau makruh. Dengan demikian kita akan selamat dari harta yang bisa mencelakakan kita di dunia dan akhirat.

Jika kita mencari akhirat maka duniapun akan ikut, sebagaimana firman Allah swt

مَنْ كَا نَ يُرِيْدُ ثَوَا بَ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللّٰهِ ثَوَا بُ الدُّنْيَا وَا لْاٰ خِرَةِ ۗ وَكَا نَ اللّٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

"Barang siapa menghendaki pahala di dunia, maka ketahuilah bahwa di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Melihat."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 134)
Wallahu a'lam bisshawab

 Bondowoso, 2 Januari 2020

Post a Comment

Previous Post Next Post