Sarjana Hanya Menjadi Tukang: Bukti Sistem Tidak Berpihak


Oleh: Hafsah Ummu Lani
(Pemerhati Masalah Sosial) 


Tingginya tingkat pendidikan seseorang  tidak menjamin mudahnya mendapatkan pekerjaan. Data Biro Pusat Statistik 2019 menunjukkan tingkat pengangguran lulusan diploma dan universitas masing-masing berada di kisaran 6 hingga 7 persen, jauh di atas tingkat pengangguran lulusan SD (2,7 persen) dan SMP (5 persen).

Karakteristik lapangan pekerjaan di Indonesia masih didominasi oleh sektor yang tidak memerlukan kualifikasi pendidikan tinggi, yaitu sektor pertanian dan perdagangan yang menyerap hampir 50 persen dari 130 juta tenaga kerja. Dan menariknya, salah satu dampak dari Revolusi Industri 4.0 adalah munculnya jenis-jenis pekerjaan baru yang tidak menuntut seseorang untuk memiliki ijazah perguruan tinggi tetapi menawarkan gaji yang lumayan. Layanan transportasi berbasis online misalnya, sanggup memberikan pendapatan yang lumayan dengan  kerja yang fleksibel. (Detik.News, 30/09/2019)

Maraknya sarjana lulusan perguruan tinggi melamar pada jasa transportasi online,  menjadi fenomena di Indonesia. Selain mendapatkan penghasilan, bisa sambil mencari pekerjaan yang memang diminati. Sederhananya, sih, sebagai batu loncatan. Toh, menjadi driver ojol juga merupakan bentuk usaha dalam menjemput rezeki.
Memang, pada prosesnya kadang kala ditemui orang yang menyayangkan atau menyepelekan, jika seorang lulusan diploma atau sarjana menjadi seorang driver ojol yang harus bekerja antar-jemput pelanggan. Padahal, hal tersebut seharusnya bukan masalah, toh terpenting halal dan atas usaha sendiri. (Mojok. Co, 29/07/2019)

Ditengah tingginya angka pengangguran saat ini,  menjadi pengemudi ojol jadi pilihan.  Selain prosedur yang mudah,  syarat lainnya hanya modal kendaraan. Walau hal ini bukan menjadi impian para sarjana,  setidaknya bisa jadi pilihan ditengah sulitnya mencari pekerjaan.  Kondisi ini didukung oleh gemarnya masyarakat berbelanja online karena dianggap lebih efektif.

Dalam kesempatan lain, Prof Mahfud MD mengatakan, "Apa artinya kalau sarjana hanya jadi tukang. Jadilah sarjana intelektual yang beriman, dan bertanggung jawab untuk berbuat baik,” kata Mahfud.
Impian seorang lulusan sarjana tentu tidak ingin menjadi tukang,  tapi keadaan yang membuat mereka tidak mempunyai pilihan lain.  

Ketimpangan ini tidak lepas dari peran para kaum kapitalis sekuler saat ini. Mereka memandang manusia sebagai individu yang bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk meraih keuntungan.  Pendidikan didesain agar melahirkan tenaga buruh,  bukan untuk menjadi inisiator. Disisi lain,  tenaga-tenaga terampil tidak mendapatkan kesempatan akibat serbuan tenaga kerja asing. 

Perguruan tinggi negeri dan swasta pun akhirnya memotivasi para lulusannya untuk menjadi wirausahawan. Sayangnya, berwirausaha itu harus memiliki modal yang besar dan mental yang kuat di tengah arus monopoli perdagangan saat ini. 

Setiap perguruan tinggi,  tentu ingin mencetak sarjana intelektual.  Namun faktanya, pengangguran seringkali menjadi masalah tersendiri di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Adanya pengangguran akan menyebabkan produktivitas dan pendapatan masyarakat akan menurun sehingga dapat menyebabkan kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Jika pemerintah tidak tanggap dalam hal ini,  yakni menyediakan lapangan pekerjaan maka setiap tahun angka lulusan sarjana semakin bertambah, tanpa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang ilmunya. Dengan banyaknya SDA di Indonesia,  potensi pengangguran bisa ditekan,  dengan catatan,  hasil bumi dikelola sepenuhnya oleh pemerintah tanpa melibatkan pihak asing.  

Dalam sistem ekonomi Islam, negaralah yang mengelola sumber kekayaan yang menjadi milik rakyat. Hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Dengan demikian, jaminan sosial bagi masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan, akan terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini, daya beli masyarakat akan sangat kuat dan stabil. Harga tinggi bukan merupakan persoalan dalam sistem ekonomi Islam. Dengan terpenuhinya kebutuhan individu, pola hidup masyarakat pun menjadi lebih terarah. Mereka tidak lagi terperangkap dalam pola hidup individualis, dengan bersaing dan harus menang, dengan menghalalkan segala cara.

Islam pada dasarnya mewajibkan individu untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup. Banyak nash al-Quran maupun as-Sunnah yang memberikan dorongan kepada individu untuk bekerja. firman Allah SWT:

" Berjalanlah kalian di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya." (QS al-Mulk [67]:15).

Dalam hadis, Rasulullah Saw. bersabda:
"Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya." (HR.Muslim).

Bahkan Rasulullah pernah mencium tangan Saad bin Muadz ra. tatkala beliau melihat bekas kerja pada tangannya, seraya bersabda (yang artinya), “Ini adalah dua tangan yang dicintai Allah Taala.”

Jelas, Islam mewajibkan kepada individu untuk bekerja. Ketika individu tidak bekerja, baik karena malas, cacat, atau tidak memiliki keahlian dan modal untuk bekerja maka khalifah berkewajiban untuk memaksa individu bekerja serta menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya pendidikan. Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, "Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak." Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.

Sudah waktunya bagi pemerintah dan masyarakat untuk memilih jalan keluar terbaik dari permasalahan ini. Caranya adalah dengan mengambil jalan yang ditawarkan Islam, yakni dengan menerapkan sistem ekonomi Islam sekaligus menerapkan sistem pemerintahan Islam. Tanpa itu, kita akan terus menderita akibat berbagai persoalan hidup yang tidak pernah berakhir.

"Apakah sistem Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS al-Maidah [5]: 50).

Wallahu a'lam bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post