Liberalisasi Menggoda, Pariwisata Makin Ternoda

Oleh : Masitah 
(Mahasiswa Jurusan Agribisnis dan Aktivis BMI Kolaka)

Prokal.Co., Tanjung Redeb – Tradisi adat Buang Nahas di Kampung Talisayan, Kecamatan Talisayan, kembali digelar masyarakat, di kawasan Pantai Talisay, Rabu (23/10) lalu. Tradisi adata yang selalu digelar di akhir bulan Safar tahun hijriah tersebut, bertujuan untuk membuang segala keburukan dan berdoa bersama untuk mendapatkan keselamatan, kemakmuran dan dijauhkan dari segala bencana. Namun, masyarakat dan panitia pelaksana Buang Nahas tahun ini, sangat kecewa. Kecewa pada Camat Talisayan Mansyur yang disebut tidak merestui tradisi adat mereka. Dikatakan Ketua Panitia Buang Nahas, Karibal Jamrah, Camat Talisayan memang menyampaikan kepada pihaknya bahwa Tradisi Buang Nahs dianggap tak sesuai dengan akidah islam. Makanya camat tidak memberikan restu, dan tidak bersedia menghadiri acara adat masyarakat pesisir Berau tersebut.

Selain tidak merestui, camat lanjut dia, juga tidak ingin memberikan rekomendasi atas proposal yang mereka ajukan. Sehingga pihaknya tidak bisa mengajukan proposal pelaksanaan kegiatan ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Berau, seperti yang diajukan di tahun-tahun sebelumnya. 

“Dua kali kami meminta tanda tangan pak camat untuk rekomendasi proposal, tapi dua kali ditolak, tidak mau ditandatangani,” ungkapnya. Namun walau tanpa dukungan dari camat dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Berau, pihaknya tetap melaksanakan acara adat tersebut. “Intinya, yang kami lakukan ini memang budaya turun-temurun di masyarakat. Kegiatan ini tidak ada mengundang unsur kesyirikan. Karena kami memulainya dengan pembacaan ayat suci Alquran dan ditutup dengan tausiah agama dan doa tolak bala bersama,” ungkapnya. “Inilah kearifan lokal yang perlu kami jaga. Agar anak cucu kita mengetahuinya, tentunya dengan modifikasi-modifikasi untuk mengislamkan tradisi ini,” sambungnya. 

Kebudayaan memiliki daya tariknya tersendiri, apalagi di dalam suatu wilayah memiliki keragaman suku dan adat istiadatnya menjadi focus utama dalam mengembangkan potensi pariwisata yang ada di wilayah tersebut. Bukan hanya di Berau melainkan hampir dibeberapa wilayah yang ada di Indonesia memiliki beragam pariwisata dan kebudayaan yang beraneka ragam sebab potensi laut dan darat yang sangat berlimpah, sehingga menjadikan investor berbondong-bondong menggaet Pemerintah Daerah setempat untuk bekerjasama dalam mengelola potensi yang tersedia. Apalagi jika memiliki adat istiadat yang sarat akan tradisi nenek moyang menjadi bumbu untuk semakin memperkenalkan wilayah yang memiliki potensi besar melalui ajang festival-festival yang diselenggarakan. Serta berbondong-bondong masyarakatnya memperkenalkan ke seluruh dunia tentang pesona wisata yang dimiliki.

Mendalami Akar Masalah
Kemajuan teknologi mendorong pariwisata yang ada tembus ke kancah internasional, sehingga turis-turis lokal maupun mancanegara berlomba-lomba untuk melihat pesona wisata yang tersedia sekaligus belajar tentang adat istiadat wilayah tersebut.

Sayangnya kondisi ini justru membuat arus liberalisasi semakin deras, sebab semakin banyak turis yang datang maka budaya-budaya baru akan semakin berkembang. Pun masyarakat lokal akan semakin menampakan adat istiadat mereka misalnya seperti Tradisi Buang Nahas yang diselenggarakan setia tahun akhir bulan Safar tahun hijriah oleh masyarakat Berau. Bukan Cuma itu festival-festival besar pun diadakan seperti pertunjukan fashion show yang sarat akan liberalisasi penampilan.

Inilah yang menjadi senjata para kapitalisme dalam menggencarkan arus liberalisasi melalui kebudayaan dan pariwisata. Masyarakat di paksa menampilkan adat istiadat sekalipun menyalahi Syariat Islam demi pemasukan di sector ekonomi Pemerintah Daerah. Dibalik wacana kearifan lokal dengan mengadakan kegiatan tersebut. Menekan pula pada pengrusakan akidah, mengkodifikasi islam dengan adat istiadat dalam perubahan zaman. Tak hanya itu ini pula menjadi kesempatan emas bagi para capital untuk mengeruk potensi sumber daya yang ada diwilayah tersebut melalui program perjanjian pembangunan daerah yang maju dari sector pariwisata melalui bantuan-bantuan dana.

Kenyataan ini menjadi kesempatan besar bagi para kapitalisme-sekulerisme untuk semakin mencengkram dan mengarus deraskan paham-paham liberal dalam pariwisata dan kebudayaan. Ajaran-ajaran islam akan di kompromikan dengan adat istiadat milik nenek moyang sehingga menyalahi akidah islam, sebab masyarakat akan semakin percaya pada penyembahan-penyembahan kepada sesuatu selain Allah SWT. Akibatnya ke syirikan semakin meluas dan membesar di kehidupan masyarakat, serta sedikit demi sedikit akidah islam luntur dan iman hilang seiring derasnya pula menjunjung adat istiadat yang menyalahi akidah islam.

Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan, karena akan semakin berkembang menggrogoti pemikiran umat islam khususnya dan akan menganggap bahwa islam sesuai perkembangan zaman dan sama seperti agama yang lainnya. Seharusnya kita sebagai umat islam mampu memilah-milah dan berhati-hati terhadap adat istiadat yang kita miliki, sebab jangan sampai membatalkan keislaman kita karena menyembah pada Illah yang lain kecuali Allah SWT semata.

Kembali Kepada Islam
Sejatinya umat islam menolak untuk keberadaan paham liberalisasi yang kian menjamur ini dan menggantikan pada paham akidah islam sebagai landasan dan aturan dalam kehidupan. Agar investasi dalam pembangunan pariwisata tidak dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan individu saja, melainkan untuk hajat hidup masyarakat banyak.

Saatnya kita kembali pada penerapan Syariat Islam yang akan mengelola pariwisata untuk menunjang perekonomian dengan sistem pengelolaan yang bersih dan manfaat yang akan diperoleh untuk masyarakat semata dan melihat kembali adata istiadat yang akan menyalahi akidah akan dimusnahkan. Selain itu, dengan adanya penerapan Syariat Islam ini akidah umat akan terjaga dari bahaya-bahaya pemikiran rusak pun perilaku yang tak bermoral. Dan penerapan ini direalisasikan dalam bentuk pemerintahan atau Negara yang akan menjadi pelindung bagi masyarakat dalam memelihara akidah islam, menyelesaikan problematika manusia diseluruh aspek dan mengembang dakwah ke seluruh alam.  

Alhasil, mengetatkan perizinan pengelolaan potensi alam yang ada diwilayah Negara islam dalam hal kerjasama pembangunan dengan orang-orang kafir. Maka, kesadaran ini mengantarkan kita pada ketaatan kepada syariat secara penuh. Penerapan Islam secara kaffah akan menjadikan urusan umat ini terselesaikan sesuai dengan apa yang diridhoi Allah dan akan tuntas dengan syariah, termasuk penggelolaan sektor Pariwisata. Wallahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post