Korporatokrasi-lah Biang Pelayanan Publik Makin Meroket

Oleh: Eka Sri Wulandari, S.Pd

Tahun Baru 2020 masyarakat siap-siap menerima kado pahit dari pemerintah. Beberapa tarif pelayanan publik akan naik sehingga masyarakat mau tidak mau harus merogoh kocek dalam-dalam untuk menghadapinya. Diantaranya adalah iuran Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tarif listrik dan tarif tol. (m.cnnindonesia.com)

Pelayanan Publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang public maupun jasa public yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perudang-undangan. (id.m.wikipedia.org)

Hal ini diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan prinsip-prinsip pelayanan public haruslah mampu mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi public. Bahkan Negara berkewajiban melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan public yang merupakan amanat UUD 1945 Negara Republik Indonesia.

Namun, fakta berbicara sebaliknya. Semakin hari Pelayanan Publik seolah menjadi hal yang tidak mampu dinikmati bahkan didapatkan oleh Masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah. Mulai dari Pendidikan, Kesehatan, Transportasi dan Pelayanan Publik lainnya. 

Pendidikan yang berkualitas bagus hanya terbuka bagi kalangan tertentu, yang sangat jauh dari hakikat bahwa hakikat fungsi pendidikan adalah untuk mencerdaskan bangsa. Makin hari biaya pendidikan makin mahal terutama pendidikan yang menjanjikan kualitas bagus. Survei Bank Indonesia pada 2016, dimuat dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional DIY 2017, menyimpulkan nilai rata-rata biaya kuliah di Yogyakarta melonjak drastic pada 2015 dibanding 2014. (tirto.id) 

Kesehatan dengan kebijakan BPJS semakin mencekik rakyat dengan semakin mahalnya premi yang harus dibayar namun dengan pelayanan yang jauh dari kata layak. Sudah tidak terhitung kasus pasien BPJS ditolak untuk mendapatkan perawatan. Direktur Eksekutif Lokataru Fondation Haris Azhar meminta Presiden Joko Widodo untuk melakukan evaluasi terhadap program BPJS sejak 2014. Berdasarkan data yang diperolah Lokataru, selama Meihingga Juli 2019 tercatat 35 pasien pengguna BPJS Kesehatan gagal mendapatkan pelayanan kesehatan di sejumlah fasilitas kesehatan yang terakreditasi. (m.cnnindonesia.com) 

Pelayanan Publik Meroket Akibat Manajemen Ala Korporatokrasi

Pelayanan public yang seharusnya menjadi Hak setiap warga Negara dan Negara bertanggung jawab penuh atas pengadaan pelayanan Publik tidak lagi menjadi mindset bagi Negara yang menganut sistem Korporatokrasi. Seperti yang sudah kita pahami bersama Korporatokrasi (Pemerintahan Perusahaan) adalah sebuah istilah yang mengacu pada bentuk pemerintahan dimana kewenangan telah didominasi atau beralih dari Negara kepada perusahaan-perusahaan besar sehingga petinggi pemerintah dipimpin secara sistem afiliasi korporasi (perusahaan). (id.m.wikipedia.org)

Proses privatisasi perusahaan public umumnya menjadi salah satu bentuk pemerintahan korporatokrasi, sebab Negara kehilangan kewenangan peraturan dalam ekonomi dan pelayanan public oleh karena lembaga bisnis yang berperan besar pada kebijakan. Pada Mapping perkembangan BUMN periode 2004-2017 tercatat pengurangan jumlah BUMN dari angka 159 menjadi 115 yang dikarenakan BUMN tersebut sudah diprivatisasi oleh beberapa perusahaan besar milik Swasta (Perusahaan/Korporasi).

Tujuan Korporasi adalah mencapai keuntungan maksimal dengan biaya minimal dan waktu minimal tidak peduli hal itu akan merugikan Negara atau tidak. Hal inilah yang menjadikan pelayanan public akan semakin mahal sehingga tak terjangkau bagi seluruh masyarakat terutama untuk kalangan bawah. Sebagaimana kita tahu tarif Trasnportasi Kereta Api semakin naik semenjak dikelolah oleh swasta. Bahkan menurut Direktur Keuangan KAI Didiek Hartantyo di Jakarta, Senin (11/11/2019) menyampaikan bahwa KAI kedepan akan mengembangkan sistem otomatis untuk harga tiket kereta. Nantinya harga tiket bisa berubah secara otomatis sesuai kondisi. Misalnya harga tiket menjadi semakin mahal bila dibeli mendekati hari keberangkatan. (katadata.co.id)

Pada kondisi seperti ini Negara hanya dijadikan instrument Bisnis bagi para Korporasi (Perusahaan). Karena Negara dijadikan sebagai Regulator untuk melegalisasi aktivitas perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa lagi memperhatikan Kebutuhan Rakyatnya. Sehingga, wajar Kebijakan yang dilahirkan tidak lagi Pro kepada Rakyat tetapi justru Pro pada Perusahaan yang dianggap telah berjasa dalam Politik Kekuasaan. Yang tidak lepas dengan sistem Politik Demokrasi yang mengharuskan Peran Pemilik Modal untuk meraih kekuasaan.
Korporatokrasi dengan sistem Politik Demokrasi tidak lain tidak bukan merupakan Sistem yang terlahir dari Rahim Sekuler-Kapitalistik yang menjadikan Hawa Nafsu manusia sebagai satu-satunya pengendali aturan dalam kehidupan. Pada saat yang sama berpaling dari ayat-ayat Allah. Sehingga Bukanlah Rahmat yang dirasakan, tetapi justru Kerusakan dan Kemafsadatan yang Nampak dalam kehidupan di Dunia. Sebagaimana firman Allah:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (TQS. Thaha: 124)
Sudah seharusnya sebagai umat islam kita kembali pada Sistem Islam yang akan memberikan Rahmat dari langit dan Bumi. Dalam islam, Negara bukanlah instrument bisnis melainkan sebagai pelayan ummat yang memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan setiap warga negaranya. Dan akan Mencegah kepemilikian Publik yang menjadi sumber pelayanan Publik untuk dimiliki dan dikelolah oleh individu (swasta). Itulah Sistem Politik Ekonomi Islam yang bersumber dari Allah SWT sebagai Al Khaliq dan Al Mudabbir.

Post a Comment

Previous Post Next Post