Jilbab Muslimah Sebuah Kewajiban, Mengapa di Persoalkan?

Oleh : NELLY, M.Pd
Aktivis Dakwah, Penulis, dan  Pemerhati Masalah Pendidikan, politik, Sosial Kemasyarakatan

Sudah hampir satu minggu ini lagi ramai pemberitaan yang menghebohkan dan sontak mengagetkan masyarakat Indonesia yang notabene mayoritas muslim dengan adanya pernyataan yang kotroversial dari ibu Sinta Nuriyah, istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib memakai jilbab. Dalam perspektif bu Sinta yang disampaikannya di saluran YouTube Deddy Corbuzier pada Rabu (15/1/2020) lalu, hijab berbeda pengertiannya dengan jilbab. “Hijab itu pembatas dari bahan-bahan yang keras seperti kayu, kalau jilbab bahan-bahan yang tipis seperti kain untuk menutup,” katanya. 

Bagi bu Sinta, tidak wajibnya muslimah untuk berjilbab karena memang begitu adanya yang tertulis di Alquran. Bu Sinta menyebutnya dengan “jika memaknai (Alquran) dengan tepat secara kontekstual”. “Enggak juga [muslimah gak harus berjilbab].” kata Ibu Sinta mengklaim masih banyak orang yang keliru mengenai kata jilbab dan hijab. Pernyataan ini sungguh tidak berdalil dan sama saja beliau menentang para ulama dan syariah Islam itu sendiri. Sebenarnya di negeri demokrasi liberal seperti yang kita adopsi saat ini seperti sesuatu yang biasa dan memang akan banyak kita temui berbagai macam serangan yang dialamatkan untuk menentang hukum ataupun aturan yang sudah jelas dan pasti dalam syariah Islam. Sebut saja beberapa waktu lalu hinaan yang di alamatkan pada Nabi Muhammad SAW, pelecehan terhadap simbol dan ajaran Islam dan lainnya. Karena memang sejatinya asas dalam demokrasi adalah kebebasan/liberal, jadi siapa saja bebas untuk mengeluarkan pendapatnya walaupun sampai menghina, melecehkan ajaran Islam, AlQuran serta hukum dalam syariah Islam itu sendiri. 

Kita pun mengkhawatirkan kedepan bisa saja akan ada orang-orang liberal yang memang tujuannya adalah menghantam, mengobok-obok nas-nas Islam dengan menyatakan bahwa hukum sholat yg wajib akan di katakan bukan lagi suatu kewajiban bagi muslim. Hal-hal seperti Inilah yang semestinya kita kritisi demi kebaikan dan menjaga ajaran Islam itu sendiri agar tetap murni. 

Kewajiban Jilbab Muslimah
Mengenakan jilbab dan menutup aurat adalah wajib bagi setiap wanita muslim dan hal ini telah disebutkan dalam dalil-dalil mengenai perintah berhijab. Jilbab merupakan simbol muslimah sholehah, kemuliaan dan kehormatan seorang muslimah. Menanggapi pernyataan bu sinta tentang tidak wajibnya jilbab bagi muslimah, mari bersama kita telaah, Istilah “jilbab” dalam Alquran terdapat kata tersebut sekalipun dalam bentuk pluralnya, yaitu “jalaabiib”. Ayat Alquran yang menyebut kata “jalaabiib” adalah firman Allah SWT. ( yang artinya),”Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin,’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Arab : yudniina ‘alaihinna min jalaabibihinna). (QS Al Ahzab [33] : 59).

Menurut Imam Al Qurthubi mengatakan, “Kata jalaabiib adalah bentuk jamak dari jilbab, yaitu baju yang lebih besar ukurannya daripada kerudung (akbar min al khimar). Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa jilbab artinya adalah ar ridaa` (pakaian sejenis jubah/gamis). Pendapat yang sahih, jilbab itu adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub alladzy yasturu jamii’ al badan).” (Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 14/107). Sedangkan Imam Ibnu Katsir menyebutkan, “Jilbab adalah rida‘ (selendang untuk menutupi bagian atas) yang dipakai di atas khimar. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Al Hasan Al Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim An Nakha’i, Atha’ Al Khurasani, dan selain mereka.” (Tafsir Ibni Katsir, 6/481).

Dari makna jilbab yang disampaikan kedua ulama tersebut dapat dikatakan bahwa dalam Alquran ada perintah kepada perempuan muslimah untuk memakai jilbab, yakni mengenakan kain untuk menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.

Para ulama salaf tidak ada perbedaan pendapat terkait kewajiban menutup aurat dengan mengenakan jilbab. Para ulama pewaris para Nabi ini sepakat (berijmak’) bahwa berjilbab itu wajib bagi muslimah. Di antaranya adalah para ulama pengikut Imam Syafi’iy yang lebih dikenal dengan Syafi’iyah, menurut mereka aurat perempuan adalah seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan (Al Majmu’ Syarhil Muhadzab, (3/122). Minhajuth Thalibin, (1/188).

Pendapat para ulama ini tentu saja bukan tanpa dalil. Banyak nas yang dijadikan hujjah baik dari Alquran maupun dari hadis sahih, diantaranya adalah firman Allah ta’ala: Yang artinya:“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya, Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,” (QS. An Nur: 31). Yang dimaksud dengan ‘kecuali yang biasa nampak padanya’ menurut para ulama tafsir adalah wajah dan kedua telapak tangan. Wajah dan kedua telapak tangan bukanlah aurat karena kebutuhan yang menuntut keduanya untuk ditampakkan, sedangkan hendaklah mereka menutupkan kain kedadanya, ini di tafsirkan kewajiban muslimah untuk memakai kerudung/khimar yang menutupi kepala hingga dada mereka, (Al Iqna’, (1/221)). Menurut ulama Syafi’iyah seluruh tubuh perempuan kecuali muka dan telapak tangan adalah aurat sehingga harus ditutupi kapan saja seorang perempuan bertemu dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Dan pada saat itulah mereka wajib memakai jilbab dan khimar.

Kemudian pernyataan bu Sinta terkait metode menafsirkan Alquran inipun mesti kita kritisi. Karena untuk memahami hukum yang terkandung dalam Alquran tidak cukup dengan sekadar mengetahui arti kata-katanya saja. Juga tidak bisa hanya dengan melihat konteksnya semata. Dibutuhkan pemahaman yang mendalam dan komprehensif supaya menghasilkan penetapan hukum yang sesuai dengan tuntutan Pembuat hukum, Dialah Allah yang mewahyukan Alquran. Karenanya, untuk menafsirkan ayat-ayat Alquran tidak boleh sembarangan, dan diperlukan kemampuan khusus yang hanya dimiliki oleh ulama yang berkompeten di bidang tafsir.

Di antara syarat yang harus dimiliki adalah seperti disampaikan Imam al-Zarkasyi ketika beliau memaknai istilah tafsir, yakni: “Pengetahuan yang digunakan untuk memahami Kitab Allah yang diturunkan kepada Muhammad, pengetahuan tentang makna-maknanya, tentang bagaimana mengeluarkan hukum dan hikmah di dalamnya. Caranya dengan memahami ilmu bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Bayan, Ushul Fiqh, Ilmu Qiraat, Ilmu Asbabun Nuzul, dan Nasikh dan Mansukh.”

Begitu jelas hukum aturan syariah Islam dalam mengatur kewajiban jilbab, kewajiban khimar/kerudung dan batasan aurat muslimah baik yang ada dalam Alquran, hadist Nabi, dan juga ijmak, tafsir para ualama pewaris Nabi. Maka dari itu hendaklah kaum muslim waspada terhadap upaya-upaya yang akan menjauhkan umat dari keterikatan terhadap syariat Islam. Salah satu caranya dimulai dengan mengotak-atik nas-nas syariat dan ditafsirkan dengan metode yang salah dan menyimpang hingga menyesatkan umat,  serta tidak mengikuti kaidah yang sudah disepakati para ulama salaf.

Ini juga diperkuat ketika kita melihat bagaimana dahulu sejarah kepemimpinan Islam pada saat Rasulullah menjadi amirul mukminin kaum muslimin di madinah, beliau sangat menekankan kewajiban tersebut dengan memerintahkan setiap muslimah ketika keluar rumah memakai jilbab, bahkan bila seorang muslimah tidak memiliki jilbab maka sesama muslimah harus meminjamkan jilbabnya bahkan di anjurkan untuk saling memberi. Ini bermakna bahwa Rasulullah sebagai kepala Negara turut mengatur bagaimana agar setiap muslimah menjalankan kewajiban memakai jilbab. Karena memang tugas negara dalam Islam adalah mengurusi rakyatnya hingga sampai masalah individupun tatkala itu menyangkut sebuah kewajiban maka negara dan khalifah berkewajiban untuk mengurusinya, agar rakyat terjaga iman dan takwanya, inilah sistem Islam akan menjaga ruh keimanan seluruh kaum muslimin.

Berbeda dengan rezim hari ini yang tidak mendorong pelaksanaan syariat tapi malah membiarkan  banyak opini nyeleneh yang diangkat melalui public figure untuk menyesatkan pemahaman umat dan menjauhkan umat pada aturan Islam. 

Mari kita semua berdoa semoga kita dilindungi Allah dari makar yang dibuat mereka dan ditunjukkan-Nya pada jalan yang telah dicontoh Baginda Rasul Muhammad SAW, Sahabat beliau serta para ulama yang mengikuti minhajnya, aamiin. Untuk menghentikan segala tindakan pelecehan, penghinaan dan pendapat keliru tentang Islam dan ajarannya, hanya dengan tegakknya syariah Islam secara sempurna, semoga Allah percepat pertolongan-NYA dengan tegaknya syariah Islam Kaaffah untuk berkah kehidupan dunia dan selamat diakhirat.   
                                                                               
Wallahu A’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post