Jabodetabek Terus Terendam, Kesejahteraan Kian Tenggelam

Oleh : Sindy Utami 
(Mahasiswa USN Kolaka dan Aktivis BMI Kolaka)

Jakarta, Kompas.com - Hujan yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya sejak Selasa (31/12/2019) malam menyebabkan banjir melanda sejumlah kawasan di Jakarta dan Bekasi pada Rabu pagi (1/1/2020). 

Berdasarkan pantauan Kompas.com dari laman Twitter resmi Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya dalam satu jam terakhir, banjir terjadi secara merata di lima kotamadya Jakarta. Dikutip dari laman @TMCPoldaMetro, banjir terjadi di sejumlah titik di Jakarta Selatan. Pada pukul 05.49 WIB di daerah Pesanggerahan, di depan Kantor Lurah Kalibata, terpantau tergenang banjir setinggi 80 sentimeter-100 sentimeter. Kemudian pukul 05.44 WIB dan di depan Gedung KPKJI Rasuna Said juga tergenang air setinggi 20 sentimeter-40 sentimeter. 

Sementara itu, di Jakarta Utara, banjir terjadi di kawasan Kelapa Molek, Kelapa Gading Timur dengan genangan air setinggi 30 sentimeter-60 sentimeter. Di depan Astra Jalan Yos Sudarso Jakarta Utara juga terjadi banjir dengan tinggi 20 sentimeter. Di TL Perintis Kelapa Gading, Jakarta Utara banjir setinggi 30 sentimeter-40 sentimeter yang membuat kawasan tersebut tak bisa dilintasi kendaraan. Sementara itu, banjir juga terjadi di sejumlah titik di wilayah Jakarta Pusat. TMC Polda Metro Jaya mencatat, banjir di Jalan Bangau 6, Gunung Sahari sudah mulai memasuki rumah. Kemudian, banjir setinggi 30 sentimeter-40 sentimeter terjadi di depan Polsek Johar Baru Jalan Tanah Tinggi Barat. Di wilayah Jakarta Barat, banjir terpantau terjadi di Jalan Marga Jaya, Rawa Buaya, Jakarta Barat dan sudah memasuki rumah. Adapun Jalan Bambu Kuning 8 Kelurahan Cengkareng Barat untuk sementara tidak bisa dilintasi semua jenis kendaraan bermotor

Dilansir juga dalam Jakarta, CNN Indonesia -- Awal tahun 2020 menjadi hal yang muram bagi warga DKI Jakarta dan sekitarnya akibat meluasnya banjir sebab curah hujan yang tinggi. Luapan banjir di kawasan Hek, Jalan Raya Pondok Gede, Kramat Jati, Jakarta Timur, 1 Januari 2020. Banjir tersebut disebabkan karena tingginya intensitas hujan yang mengguyur sejak Selasa, 31 Desembar 2019. 

Telaah Mendalam Akar Masalah
Tahun 2020 disambut dengan tergenangnya ibu kota oleh air yang meluap dari sungai. Hal ini disebabkan hujan deras turun sejak Selasa sore 31 Desember 2019 hingga Rabu pagi 1 Januari 2020. Dengan peristiwa banjir ini dilaporkan 9 orang meninggal dan dan lebih dari 19.000 warga mengungsi. Adapun penyebab dari hilangnya nyawa tersebut antara lain ada seorang pemuda yang tersengat listrik juga lansia yang meninggal akibat kedinginan.
Selain musabab debit air yang tinggi dari hujan yang tak kunjung reda sejak Selasa sore, ada pula faktor faktor lain yang dinilai berpengaruh terhadap fenomena banjir hari ini. Menurut Yayat Supriatna seorang pengamat tata kota, setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir hari ini. Pertama, drainase atau saluran pembuangan air yang tak lagi mampu menampung debit air. Kedua, curah hujan tinggi dan merata di Jakarta dan di daerah sekitar Jakarta dalam durasi yang lama. Ketiga, faktor lingkungan makin parah. Keempat, faktor pembangunan yang gencar. 

Dari berbagai faktor yang disebutkan oleh Yayat Supriatna menunjukkan ketidak matangan berpikir dari pemerintah dalam menyusun strategi pembangunan. Karena pembangunan terus menerus tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Apalagi belakangan AMDAL boleh disimpangi demi kelancaran berjalannya investasi. Hal ini ter maktub dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 24/2018 tentang pengecualian kewajiban menyusun Amdal Untuk usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di daerah kabupaten/kota yang memiliki rencana detail tata ruang (RDTR). Sehingga masalah drainase tak lagi menjadi hal yang dipersoalkan.

Ini tentang bagaimana regulasi menyesuaikan selera para korporat. Public policy bukan bicara tentang kesejahteraan rakyat melainkan hanya sebagai juluran lidah penguasa semata. Hal di mana pemerintah hanya bertindak sebagai regulator saja, karena kekuasaan tentu bertekuk lutut kepada para pemilik modal. Sehingga tata kota pun disesuaikan dengan kepentingan penanam modal tanpa mengindahkan kebutuhan warga sekitar. 

Pandangan Islam
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS ar-Rum [30]: 41)

Dalam hal ini, apalagi kalau bukan penerapan sistem demokrasi sekuler, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia dan pengatur kehidupan. Banyaknya bencana tanpa jeda yang terjadi di negeri ini  semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali ke jalan yang benar, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT, dan meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi yang merusak, terutama kapitalisme yang nyata-nyata telah sangat merusak dan merugikan umat manusia.

Bertolak dari sejarah kegemilangan Islam, dengan kebijakan negara yang pernah berjaya 1.300 tahun lamanya. Di mana setiap kebijakan diprioritaskan demi kepentingan rakyatnya. Sehingga penataan kota selain nilai estetika juga sangat memperhatikan efek yang akan dirasakan oleh masyarakat sekitar. Tidak boleh ada sedikit pun intervensi dari pengusaha, apalagi dari pihak swasta asing. Pemerintah kala itu benar-benar terfokus pada kesejahteraan rakyatnya. Semisal Di masa kekhilafahan ‘Abbasiyyah, dibangun beberapa bendungan guna mencegah banjir maupun keperluan irigasi di Kota Baghdad, Irak. Kemudian, pada tahun 370 H/960 M, Buwayyah Amir Adud al-Daulah membuat bendungan hidrolik raksasa di sungai Kur, Iran. Semua ini tidak berhubungan dengan manfaat terhadap pengusaha, melainkan murni untuk keamanan dan kenyamanan hidup rakyatnya.

Sesungguhnya kita tidak lagi bisa menitipkan harapan di pundak para pemikir Kapitalis-Demokrasi. Sebab dengannya justru keamanan dan kenyamanan warga masyarakat tergadaikan. Apalagi tentang masyarakat kelas menengah ke bawah yang kian terpinggirkan. Tersisihkan diantara kepentingan para kapital. Harapan demi harapan kesejahteraan terus tenggelam tergerus ombak para pemilik modal. Para penguasa terjebak hutang, baik hutang budi mau pun hutang modal pribadi guna mendongkrak elektabilitas saat pemilihan umum. Maka tak heran bila pasca sistem eleksi usai terjadi pembagian jatah kursi serta regulasi yang berpihak pada kemaslahatan korporasi. 

Kesejahteraan hakiki hanya akan bisa dicapai manakala penguasa tidak tunduk kepada para kapital. Penguasa yang senantiasa melayani rakyatnya karena semata-mata untuk meraih ridho-Nya. Pemimpin yang berkuasa bukan kerana mengejar harta dan tahta, namun demi menegakkan syariat-Nya. Pemerintahan yang benar-benar memusatkan perhatian pada kesejahteraan rakyatnya tanpa terkecuali hanya akan terealisasi saat diterapkannya hukum Illaahi secara keseluruhan tanpa pilih-pilih lagi. Wallaahu 'Alam bish shawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post