Infrastruktur Untuk Siapa?

Oleh : Sumiati 
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif 

Dilansir oleh Tagar News, 28 Desember 2019. Anggota Komisi III DPRD Jawa Barat dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Thoriqoh Nashrullah Fitriyah mengatakan sebagian besar masyarakat Kabupaten Bandung mengeluhkan mengenai infrastruktur yang harus diperbaiki segera oleh Pemerintah Kabupaten Bandung ataupun Provinsi Jawa Barat.

Jalan di desa memang banyak yang sudah jelek.
“Dari hasil reses (yang ke-1 tahun 2019-2024) memang masalah infrastruktur di desa banyak juga dikeluhkan masyarakat di Kabupaten Bandung, ada beberapa kecamatan seperti di Desa Rancamulya, Kecamatan Pameungpeuk,” tuturnya kepada Tagar saat ditemui di DPRD Jawa Barat.

Infrastruktur di desa yang dikeluhkan, kata Thoriqoh, di antaranya jalan desa yang kebanyakan sudah rusak mengganggu aktifitas warga. Kemudian irigasi, debit air yang mulai menyusut.
“Jalan di desa memang banyak yang sudah jelek, sudah melapor ke pemda setempat tetapi belum direspon,” ucap dia. (TagarNews.com, 19/12/2019)

Fakta ini tidak hanya terjadi di wilayah Bandung akan tetapi tersebar di wilayah Indonesia lainnya. Miris, ketika infrastruktur megah dibangun di kota-kota besar dengan budget yang tidak sedikit dan tidak menyentuh wilayah pelosok. Padahal pembangunan infrastruktur yang memadai lebih dibutuhkan di daerah-daerah daripada di kota besar.

Pemerintah setempat dan negara seolah tutup mata pada berbagai masalah infrastruktur yang terjadi di negeri ini terutama pada daerah dan pelosok-pelosok. Rusaknya akses menuju daerah terpencil tidak diprioritaskan pemerintah dalam membangun negara. Harusnya negara sadar akan kemajuan suatu daerah jika ditopang oleh pembangunan infrastruktur yang memadai maka maju pula sektor yang lain, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Sedangkan pembangunan infrastruktur yang tengah berlangsung justru dilakukan di kota-kota besar yang seharusnya tidak perlu dibangun. Semisal MRT (Modal Raya Terpadu), LRT ( Lintas Rel Terpadu/Light Rafid Transit) dan jalan-jalan tol berbayar yang sudah jelas dalam pemanfaatannya hanya dapat dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Karena segala fasilitas publik ini diperoleh negara melalui kerjasama dengan pihak swasta dan asing dalam bentuk utang maka jelas hasil dari infrastruktur ini diperuntukkan bagi penanam modalnya, yaitu swasta dan asing.

Sistem kapitalis demokrasi menjadikan penguasa berlomba-lomba dalam memperkaya diri, rela menjadi budak asing asalkan hidup mereka terpenuhi dari sisi materi. Walaupun rakyat berteriak mengkritisi kebijakan negara. Negara hanya berkelit dari kewajiban dalam meriayah rakyat.

Seluruh hasil bumi dan fasilitas publik tidak dapat dinikmati oleh rakyat secara luas dengan mudah dan murah. Karena sistem kapitalisme menjadikan yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Yang kaya di sini jelas adalah para pengusaha dan penguasa, sedangkan orang miskin adalah rakyat. Beginilah penguasa atau pemimpin dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator dan pelaku bisnis, negara penjual rakyat pembeli. Maka wajar rakyat jauh dari kata sejahtera.

Sementara dalam Islam, menjadikan penguasa tunduk dan taat kepada aturan Allah Swt. Hal ini terbukti ketika di masa Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu'anhu, sangat mengutamakan sikap wara' ketika berkuasa. 

Umar bin Khattab pernah berkata bahwa jikalau ada kondisi jalan di daerah Irak yang rusak karena penanganan pembangunan yang tidak tepat kemudian ada seekor keledai yang terperosok ke dalamnya, maka ia (Umar) bertanggung jawab karenanya.

Tampak dalam kisah di atas bahwasanya Umar bin Khattab sangat memerhatikan kebutuhan umat hingga dalam lingkup yang terkecil sekalipun. Jika keselamatan hewan saja sangat diperhatikan, apa lagi keselamatan manusia. Maka pembangunan infrastruktur yang dibangun oleh khilafah adalah sebuah kebutuhan yang harus terwujud demi kemaslahatan umat. Bukan demi kemaslahatan penguasa dan pengusaha yang hari ini terjadi.

Indonesia dengan sumber daya alam  yang melimpah tetapi ironi jika melihat kondisi rakyatnya kini. Sedangkan dalam  Islam kepemimpinan itu amanah, tidak saja menyangkut siapa orangnya tapi juga dengan cara apa ia memimpin. Setiap diri adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya.

Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.
Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya.

Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka.
Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya.

Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Demikianlah Islam mengamalkan agamanya. 

Wallaahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post