Derita Umat Berlalu, Resolusi Hakiki Menanti

Oleh : Layli Hawa 
(Aktivis, pemerhati sosial)

Tak terasa kita sudah berada di tahun baru lagi. 365 hari telah berlalu. Namun kondisi umat nampaknya tak pernah berubah.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya umat terus dalam kondisi terpuruk. Bahkan dari tahun ke tahun keadaannya nampak kian parah. Sistem sekuler yang istiqamah dikukuhi, benar-benar telah menjauhkan umat dari berkah.

Pihak penguasa sendiri –seperti biasa– nampak sibuk membangun citra. Melakukan ini itu seolah-olah sedang bekerja keras untuk membahagiakan rakyatnya. Resolusi demi resolusi, namun tetap saja tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi setiap umat. 

Kasus kemiskinan di Indonesia yang tak kunjung hilang sepanjang tahun 2019, mengindikasikan bahwa negara abai dalam tugas melayani rakyat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin Indonesia pada Maret 2019 sebesar 25,14 juta penduduk. Ditambah kasus bpjs kesehatan yang tak pernah temukan titik temu dalam menyelesaikan kesehatan rakyat, penyelewengan sejumlah rumah sakit, dan penelantaran pasien diberbagai wilayah menjadi semakin menguat bahwa solusi bpjs tidak sepenuhnya memberikan kesejahteraan kepada setiap rakyat.

Warisan hutang yang diteruskan oleh Rezim Jokowi Dodo rupanya meningkat tajam dari era sebelumnya. pada era Jokowi, nominal utang menjulang hingga menyentuh angka Rp4.418 triliun. 
Angka yang fantastis, jika digunakan untuk kesejahteraan rakyat yang berada diambang garis kemiskinan. Namun negara lebih memilih melakukan pembangunan-pembangunan infrastruktur demi kepentingan para kapitalis.

Bentangan tol dan jalan LRT yang serba mulus, pelabuhan dan bandara yang super canggih, semua mereka lihat hanya sebagai alat penguasa memanjakan para pengusaha dan orang-orang yang pemilik modal.
Apalagi tak bisa dipungkiri pula, skema utang luar negeri yang nekat diambil penguasa demi proyek-proyek mercusuar itu, jelas-jelas telah berdampak buruk bagi bangsa dan negara. Kedaulatan tergadai. Dan penjarahan kekayaan alam milik rakyat oleh asing dan aseng malah berlangsung legal melalui tangan penguasa.

Diperparah dengan penderitaan umat yang kian mencekam. Mulai dari pajak yang merambah berbagai sektor, tarif BPJS dan TDL yang terus naik, harga BBM/LPG yang kian melangit, biaya pendidikan bermutu yang kian tak terjangkau, harga pangan yang serba mahal, lapangan pekerjaan dipersulit, serta kebijakan-kebijakan lain yang kian liberal dan antirakyat.

Kalau sudah begini, kepada siapa lagi umat akan berharap? 

Seperti itulah kondisi saat ini, yang tentu berbeda dengan masa kejayaan Islam dulu. Islam pernah mengukir peristiwa luar biasa dalam tinta sejarah. Sejak pertama kali Rasulullah SAW memimpin Daulah Madinah hingga pemerintahan terakhir runtuhnya kekhilafahan Islam pada tahun 1924 di Turki, kegemilangan hidup mampu terpancar dari berhasilnya penerapan Islam.

Kesejahteraan adalah hak setiap umat yang harus diwujudkan oleh negara dalam mempimpin. Maka, memilih seorang pemimpin yang amanah dan adil adalah suatu kewajiban. 

Berkaca pada masa pemerintahan Islam dibawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul `Aziz. Zaid bin Khathab menceritakan kemakmuran sedemikan makmurnya hingga menjelang kematian Khalifah Agung ini, ada orang yang kesusahan mencari mustahiq zakat. Ia pun berkomentar, "(Berkat Allah melalui tangan) Umar bin Abdul Aziz banyak penduduk yang hidup berkecukupan." 
(Abdullah bin Abdul Hakam, Srah `Umar bin `Abdil `Azz, 110).

Dalam hal kesehatan, pada kurun abad 9-10 M, Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan. Pada saat itu juga tenaga kesehatan secara teratur diuji kompetensinya. 
Dalam hal pendidikan, selain 80 sekolah umum di Cordoba yang didirikan Khalifah Al-Hakam II pada 965 M, masih ada 27 sekolah khusus anak-anak miskin. Di Kairo, Al-Mansur Qalawun mendirikan sekolah anak yatim. Bahkan untuk orang-orang badui yang berpindah-pindah, dikirim guru yang juga siap berpindah-pindah mengikuti tempat tinggal muridnya. Semua pelayanan disediakan gratis dan dibiayai oleh negara.

Pelayanan negara yang prima ini sampai menarik Will Durant (seorang sejarawan barat) dan Istrinya Ariel Durant, untuk menulis buku Story of CCivilization. Durant menuliskan, "Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka."

Inilah gambaran kehidupan umat dimasa Kekhilafahan Islam. Maka, untuk sampai kepada kehidupan itu kita harus memiliki cita-cita besar untuk negeri ini dan negeri-negeri lainnya, dan mewujudkan resolusi hakiki ditahun 2020 ini dengan menyebarluaskan dakwah Islam dan mengajak umat melanjutkan kehidupan Islam. Karena hanya dengan sistem Khilafah yang mampu memberikan maslahat kepada umat seluruhnya, dan menyelesaikan segala problematika kehidupan dari hulu hingga hilir. 

Mahabenar Allah dengan firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96)

Dan firman-Nya:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى. قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman, ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.’.” (QS Thoha : 124-126)

Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post