Carut Marut Pelayanan Publik, Rakyat Makin Menjerit

Oleh: Irma Sari Rahayu, S. Pi

Para pengguna gas elpiji 3 kg saat ini mulai resah. Pasalnya, si "melon" ini akan dicabut subsidi harganya pertengahan tahun 2020. Seperti dilansir oleh Tribunews.com (17/1/2020), dengan adanya pencabutan subsidi elpiji, maka harga jual akan mengikuti harga pasar pada umumnya dan naik 75 persen dari harga jual saat ini. Dengan kenaikan harga elpiji, dapat dipastikan beban masyarakat akan semakin bertambah dan diyakini akan berimbas pada kenaikan inflasi sekitar 0,5 hingga 0,6 persen (Bisnis.com/16/1/2020).

Kebijakan pencabutan subsidi elpiji 3 kilogram ini menyusul naiknya iuran BPJS yang mulai berlaku di awal tahun 2020. Bisa jadi akan ada kenaikan-kenaikan harga sektor hajat publik lainnya, mengingat Wakil Presiden, Ma'ruf Amin pernah mengeluhkan tarif PDAM yang terlalu murah sehingga mengalami kerugian (CNBC.com/2/12/2019). 

Masalah Teknis atau Paradigmatis? 

Menurut Wikipedia, pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Sarana publik adalah sarana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang jika tidak ada menyebabkan dharar atau bahaya di tengah-tengah masyarakat (Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah, 2015). Ruang lingkup pelayanan publik mencakup pendidikan, kesehatan, air bersih, energi (bahan bakar, listrik, gas) transportasi dan lain-lain. Mengacu pada definisi pelayanan publik menurut Wikipedia, yang bertanggungjawab atas terealisasinya pelayanan atas kemanfaatan sarana publik oleh masyarakat adalah pemerintah, baik pusat maupun daerah. 

Saat ini, banyak sarana umum yang tidak dapat diakses oleh masyarakat.  Pada faktanya, layanan publik harganya mahal dan kualitasnya buruk. Contohnya saja harga TDL yang terus menerus merangkak naik, tetapi tak berdaya dengan sebatang pohon yang menjadi alasan penyebab "black out" atau padamnya listrik di wilayah Jakarta dan Jawa Barat selama 3 hari beberapa waktu silam. Belum lagi layanan kesehatan dengan carut marut permasalahan BPJS dan pendidikan yang semakin mahal. 

Pemerintah memandang permasalahan-permasalahan publik ini semata-mata permasalahan teknis. Tak heran jika kebijakan-kebijakan untuk memperbaikinya pun hanya menyentuh aspek teknis saja. Misalnya perbaikan pelayanan atau alat-alat, tanpa menyentuh akar permasalahannya. Buruknya layanan hajat publik lebih ke arah aspek paradigmatis.  Dalam sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalis liberal, pemerintah tidak lagi bertindak sebagai penanggung jawab penuh, tetapi hanya bersifat sebagai regulator. Pemerintah akan mengeluarkan regulasi atau kebijakan-kebijakan untuk memudahkan pihak swasta atau asing yang bertindak sebagai operator untuk mengelola semua hajat publik. Hubungan antara pemerintah dan rakyat bukan lagi sebagai pengayom, pelindung dan pelayan,  tetapi rakyat dipandang sebagai konsumen. Maka tak heran jika ada perhitungan untung rugi dalam penyelenggaraan layanan publik ini. Siapa yang diuntungkan?  Tentulah para korporat atau pemilik modal. Paradigma inilah yang menyeret kehidupan masyarakat menuju jurang kesengsaraan. 

Kebijakan Layanan Publik dalam Islam

Islam memandang bahwa negara dengan khalifah sebagai kepala negaranya,  berperan sebagai penanggungjawab penuh atas seluruh kebutuhan rakyat, baik kebutuhan dasar/ primer seperti sandang, pangan (termasuk air bersih) dan papan,  maupun layanan umum seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, energi dan jalan. Semua kebutuhan tersebut dikelola oleh departemen-departemen yang bertanggungjawab kepada khalifah. Negara wajib menyediakan semua kebutuhan rakyat dalam jumlah yang memadai dan berkualitas baik. Seluruh kebijakan dalam layanan publik ini adalah berorientasi melayani, tidakboleh ada sedikitpun perhitungan untung rugi. Orientasi melayani ini adalah wujud pelaksanaan perintah Allah sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya (yang digembalakannya)" (HR. Iman Bukhari dan Imam Ahmad).

Tata kelola dan administrasi layanan publik pun diatur sedemikian rupa agar tidak menyulitkan rakyat. Prinsip dasar dalam tata kelola layanan publik adalah profesional (ditangani dengan kapabilitas mumpuni namun tidak bermanajemen korporasi), sederhana, cepat dan praktis untuk semua pihak yang berhak mendapatkan pelayanan. Dengan sistem ini maka dapat meminimalisir keluhan akibat layanan yang bertele-tele dan berbelit-belit hingga menyulitkan masyarakat. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW: "Ya Allah, barangsiapa yang diberi tanggungjawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggungjawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya. " (HR. Muslim) 

Maka, menjadi kewajiban negaralah untuk menjamin dan menyediakan semua kebutuhan dasar rakyat dan layanan publik. Negara wajib menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan secara gratis dilengkapi dengan fasilitas penunjang dengan kualitas terbaik. Negara juga memastikan ketersediaan sandang, pangan (termasuk air bersih) dan papan dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Menyediakan jalan, pasar, ruang publik, alat transportasi dan energi (listrik, gas dan BBM) untuk memudahkan semua urusan masyarakat tanpa dipungut bayaran. Kalaupun masyarakat harus membayar, negara hanya boleh memperhitungkan untuk mengganti biaya produksi saja tanpa mengambil keuntungan.
Pengelolaan harta milik umum hanya dilakukan oleh negara, tidak boleh menyerahkannya kepada individu apalagi asing.

Lalu, darimana sumber pendanaan negara untuk membiayai seluruh hajat dan layanan publik jika tidak boleh mengambil bayaran apalagi keuntungan? Negara memiliki sumber pendapatan yang bersifat tetap dari pengelolaan harta ghanimah, fai', kharaj, jizyah, zakat, dan pengelolaan harta publik yang disimpan di Baitul Maal. Sumber pendapatan inilah yang akan membiayai seluruh pengeluaran pengelolaan layanan publik. Jika dana di Baitul Maal habis, maka negara boleh memberlakukan pajak yang hanya ditarik sebesar kebutuhan negara kepada rakyat yang kaya saja. Kondisi ini pun harus segera dihentikan ketika kebutuhan dana tersebut sudah terpenuhi. 

Sistem pengelolaan harta dan layanan publik yang sesuai syariat inilah yang dapat mewujudkan negeri berkemakmuran, melayani rakyat secara optimal. Dengan sumber dana yang dimiliki, negara dapat membangun infrastruktur secara mandiri, tidak bergantung pada komitmen utang dan investasi asing yang sarat dengan muatan penjajahan. Maka yakinlah, Allah menurunkan syariat kepada manusia adalah untuk kemaslahatan, namun sayang banyak diantara manusia yang tidak meyakininya[]

Post a Comment

Previous Post Next Post