BANJIR YANG TAK KUNJUNG BERAKHIR



Oleh: Erna Ummu Aqilah 
(Member Akademi Menulis Kreatif)

Jakarta dilanda hujan deras sejak selasa sore 31 Desember 2019 hingga rabu pagi 01 Januari 2020. Akibatnya hampir seluruh wilayah ibukota lumpuh karena terendam banjir. Tercatat ada 63 titik banjir yang menyebar di kawasan Jakarta.

Gubernur Anies Baswedan menyatakan, berdasarkan laporan dari Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hujan yang turun di malam pergantian tahun ini adalah yang paling ekstrim selama kurun waktu 24 tahun terakhir. 

Anies menjelaskan, pihaknya tidak ingin mencari-cari alasan apalagi menyalahkan siapapun termasuk pembangunan infrastuktur yang saat ini sedang digenjot (Nusantara.rmol.id. 02/01/2020).

Dilansir (KOMPAS.com, 2/1/2020) wakil ketua komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyebut, banjir yang terjadi disejumlah wilayah akibat penggundulan hutan, penyempitan dan pendangkalan sungai juga pembangunan yang jor-joran. Banjir terjadi dimana-mana, tidak usah saling menyalahkan karena ini kesalahan kolektif bersama. Berangkat dari hal itu Dedi mengajak semua pihak memperbaiki kesalahan, termasuk membenahi tata ruang dan bangunan. 

Ia tidak ingin kesibukan hanya terjadi saat banjir datang. Namun tak lagi peduli saat musim hujan usai.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono membantah banjir di beberapa wilayah jabodetabek karena masifnya pembangunan infrastruktur tanpa mengindahkan lingkungan. Hal ini senada dengan gubernur Jakarta yang tidak mau menyalahkan pembangunan infrastruktur.

Basuki memastikan pembangunan infrastruktur secara keseluruhan seperti jalan tol sudah memiliki kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Sementara itu, terkait AMDAL yang direncanakan juga akan disederhanakan melalui Omnibus Law nanti, Basuki menegaskan, itu hanya untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemukiman. (Vivanews.com. 2/1/2020).

Berdasarkan fakta di atas, banjir yang terjadi berulang-ulang setiap tahun jelas bukan karena faktor alam semata. Juga tidak hanya problem teknis seperti tidak berfungsinya drainase, resapan air, kurang kanal dan sebagainya. Tapi merupakan masalah sistemik yang lahir dari berlakunya sistem kapitalisme. 

Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem kapitalisme memandang sesuatu berdasarkan untung rugi. Tata kota dan pembangunan infrastruktur diserahkan pada kemauan kaum kapitalis yang berorientasi memenangkan bisnis dan tidak memperhatikan lingkungan. Yang terpenting menurut mereka adalah bagaimana dengan modal sedikit tapi bisa memperoleh untung sebesar-besarnya. Akibatnya mereka tidak peduli terhadap lingkungan meskipun merugikan masyarakat luas.

Sementara itu masih terjadi kemiskinan masal yang mempengaruhi pola kehidupan mereka seperti, perumahan di bantaran kali, kebiasaan membuang sampah sembarangan, juga buruknya dalam menjaga kebersihan lingkungan menjadi salah satu faktor penyebab banjir.

Jadi penyelesaiannya tidak cukup hanya dengan perbaikan secara teknis, tapi harus menyentuh perubahan ideologis. Yaitu dengan menyadarkan umat bahwa semua yang terjadi akibat dicampakkannya sistem Islam dan diterapkannya sistem kapitalisme. Akibatnya terjadilah musibah yang berulang-ulang tanpa ada solusi tuntas.

Berbeda dengan sistem Islam, Islam adalah agama yang sempurna karena bersumber dari Dzat Yang Maha Kuasa. Islam mampu mengatasi semua masalah dengan tuntas.

Untuk mengatasi banjir dan genangan, pemerintah Islam memiliki kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup ketika dan pasca banjir.

Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob dan lain sebagainya. Maka pemerintah akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air untuk mencegah banjir maupun untuk irigasi.

Pemerintah akan memetakan daerah rendah dan rawan genangan air. Selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah tersebut. Secara berkala pemerintah mengeruk lumpur-lumpur di sungai atau daerah aliran air agar tidak terjadi pendangkalan.

Pemerintah juga akan melakukan penjagaan yang sangat ketat bagi kebersihan sungai, danau, dan kanal dengan cara memberi sanksi bagi siapa saja yang mencemarinya.
Selain itu juga membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu. 

Pemerintah juga membuat kebijakan tentang pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah resapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Dengan kebijakan ini mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir.

Selain itu pemerintah juga akan memberi sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggar kebijakan tanpa pandang bulu. Dalam menangani korban, pemerintah Islam bertindak secara cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Dengan menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan.

Selain itu juga mengerahkan para alim ulama untuk memberikan tausiyah, bagi korban agar mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa, sekaligus menguatkan keimanan agar sabar, tabah, dan tawakal kepada Allah SWT.

Kebijakan tersebut tidak hanya berdasarkan pertimbangan rasional, tetapi juga berdasarkan nash-nash dalam syariat. Dengan ini, Insya Allah masalah banjir bisa ditangani dengan tuntas. 

Wallahu a'lam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post