Banjir Dan Bukti Rakusnya Kapitalisme

Oleh : Aminah Darminah, S.PdI
(Muslimah Peduli Generasi)

Hujan deras mengiringi malam pergantian tahun, hampir seluruh wilayah di Indonesia diguyur hujan. Rasa syukur menyambut datangnya hujan, setelah sekian lama bumi kering kerontang dilanda kemarau panjang. 

Dibeberapa wilayah hujan deras mendatangkan musibah banjir. Dilansir dari Detiknews (2/1/20). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memaparkan ada 97 titik banjir ditemukan di Jawa Barat dan 63 titik di provinsi DKI. Banten 9 titik.  

Rutinitas banjir yang terus berlangsung dari tahun ke tahun. Berganti pemimpin belum mampu mengatasi perkara banjir. Bahkan banjir semakin tahun semakin meluas dan parah. Dari fakta ini, ada sesuatu yang salah, menurut kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, alih fungsi lahan menjadi faktor utama terjadinya bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Ketika kemarau atau musim hujan tidak dapat mencegah bencana. REPUBLIKA.co.id (30/12/19).  Sejalan dengan rencana menteri ATR/kepala BPN berencana menghapus izin mendirikan bangunan (IMB) dan juga analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dengan alasan mendorong investasi. Maka peluang penyederhanaan perizinan melalui penghapusan amdal terbuka lebar. Okezone (8/11/19). 

Jika kita menyaksikan pembangunan di beberapa kota yang terkena dampak banjir, betapa massifnya pembangunan mulai dari jalan tol, mall, perumahan. sehingga lahan-lahan yang seharusnya menjadi serapan air berpindah fungsinya. misalnya di jakarta tahun 1965 luas ruang terbuka hijau mencapai 37,2 persen dan tahun 1985 25,8 persen di tahun 2000 tinggal 9 persen. Jumlah situpun berkurang dari 2.337,19 hektar untuk total 240 situ, saat ini menjadi 1.462,78 hektar untuk 184 situ. Dari sini wajar kalu banjir setiap tahun terjadi, karna tidak mampu menyerap debit air yang melimpah kala musim hujan. 

Mengapa Bencana banjir belum mampu diselaikan sampai saat ini, penyebabnya karena rakusnya kapitalisme yang mencengkram negeri ini, demi nafsu materi mengabaikan tata ruang, tidak dipatuhi. Kemiskinan menyebabkan orang-orang yang kurang beruntung memanfaatkan badan sungai untuk pemukiman, karna kekayaan hanya dinikmati segelintir orang. 

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah setempat untuk mengatasi banjir seperti, kanalisasi, pompanisasi, tanggul, tetapi banjir terus melanda ini membuktikan bahwa, persoalan banjir bukan di masalah tehnis tetapi di dalam masalah sistemik. seperti sistem pengelolaan sampah, sistem tata ruang, sistem distribusi ekonomi, sistem edukasi bencana. 

Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar tetapi kenyataannya hidup kita di bawah aturan yang lahir dari idiologi kapitalisme. Tabiat kapitalis bukan untuk mengurusi rakyat, apalagi mensejahterakan rakyat, justru  mengeruk kekayaan alam untuk mendapatkan keuntungan. Faktanya dibeberapa tempat serapan air justru dibuat perumahan mewah, hotel berbintang, sentra bisnis dan apartemen, tampa mengindahkan amdal. Ketika terjadi bencana justru rakyat miskin yang tetkena dampaknya. 

Hujan itu berkah tetapi justru yang terjadi bencana banjir, Allah SWT tegas menyatakan dalam quran surat arrum ayat 41 yang artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". 

JIka kita ingin bencana rutin setiap tahun ini segera berakhir, tidak ada pilihan lain, tinggalkan kapitalisme idiologi barat yang sudah berkontribusi menghancurkan alam dan manusia. Kembali kepada aturan sang pencipta manusuia Allah SWT yang telah terbukti mensejahterakan manusia selama 1300 tahun, menjadi rahmad bagi seluruh alam.
Wallahualam

Post a Comment

Previous Post Next Post