Banjir Bukan Hanya Soalan Takdir

Oleh : Susi Ummu Zhafira 

Bumi nusantara kembali berduka. Awal tahun yang seharusnya disambut suka-cita, justru dipenuhi dengan nestapa. Bencana banjir kembali mengepung ibukota dan berbagai wilayah di sekitarnya. Puluhan nyawa melayang, ratusan ribu warga terdampak dan terpaksa mengungsi disebabkan musibah ini. 

Seperti dilansir oleh Detik.com, (1/1/20), banyak titik di Jakarta terendam banjir. Termasuk kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pun tak luput dari bencana kali ini. Hingga judul menggelitik ditulis oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo, untuk keterangan pers. Judul itu berbunyi "Selamat tahun baru dan selamat datang banjir".

Di pihak lain, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, menyatakan bahwa hujan yang turun di momen pergantian tahun kali ini adalah yang paling ekstrem selama kurun waktu 24 tahun terakhir. Hal ini  berdasarkan laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Sehingga Anies  dan pihaknya tidak ingin mencari-cari alasan terkait pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang digenjot. Karena curah hujan tidak ada hubungannya dengan pembangunan. (Rmol.id, 3/1/2020)

Berbeda pendapat dengan Anies, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi menyebut, banjir yang terjadi di sejumlah wilayah diakibatkan oleh penggundulan hutan, penyempitan dan pendangkalan sungai hingga pembangunan yang jor-joran. Lebih parahnya lagi pembangunan-pembangunan properti itu, tanpa mengindahkan tanah rawa, sawah dan cekungan danau. Semuanya dibabat dan diembat. (Kompas.com, 2/1/2020)

Tentu saja banjir tahunan tidak hanya disebabkan oleh faktor cuaca. Musim hujan tak selayaknya jadi alasan. Allah menurunkan hujan untuk membawa keberkahan. Dengan air hujan, Allah tumbuhkan berbagai tanaman dan mencukupi kebutuhan minum berbagai macam hewan. Bahkan banyak hajat manusia bisa terpenuhi dengannya.

Tapi kenapa, hari ini hujan seolah menjadi momok menakutkan? Ketika hujan turun, banyak warga dihinggapi rasa cemas berlebihan. Sudah terbayang bagaimana mengerikannya banjir yang akan merendam pemukiman mereka. Barang-barang rumah tangga yang rusak. Banyak sebagian dari mereka juga terjebak di dalam lokasi banjir. Belum lagi, berbagai penyakit siap mengintai karena kondisi lingkungan yang kotor. 

Beginilah kondisinya, ketika semua urusan diserahkan kepada sistem kapitalistik. Setiap pembangunan hanya berorientasi pada keuntungan segelintir pihak. Siapa lagi mereka, jika bukan kaum kapitalis bermodal tebal. Tata kota dan pembangunan infrastrukturnya sama sekali tak mengindahkan keseimbangan lingkungan. Habis sudah ruang hijau sebagai lahan resapan. Danau dan rawa pun yang berfungsi menampung air raib disulab menjadi pemukiman.

Sedang kemiskinan merajalela. Banyak sekali warga mendirikan bangunan di bantaran kali. Ada yang menggunakannya untuk tempat tinggal atau sekedar tempat berjualan. Begitu juga kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Hal ini terlihat bagaimana kondisi sungai dan selokan di kota-kota besar. Penuh dengan sampah sehingga hal ini juga menghambat aliran air. 

Islam beserta aturannya telah memiliki solusi atas berbagai masalah kehidupan manusia, tak terkecuali banjir. Di dalam pandangan Islam, manusia adalah pengelola bumi. Ia ditempatkan di planet ini bukan untuk merusak karena rasa tamak, tapi justru hadir untuk merawat sehingga membawa rahmat. Mengelolanya tak hanya mengandalkan akal yang terbatas, melainkan menggunakan wahyu dari Sang Maha Mencipta.

Di masa kejayaan Islam, negara betul-betul memperhatikan masalah banjir. Di jamannya dibangun bendungan-bendungan untuk menampung curah air baik dari aliran sungai, curah hujan dan lain-lain. Di dekat kota Madinah misalnya, terdapat sebuah bendungan bernama Qusaybah. Bendungan berkedalaman 30 meter dan panjang 205 meter itu sengaja dibangun untuk mengatasi masalah banjir di kota Madinah. Beberapa bendungan juga dibangun di sungai Tigris pada zaman kekhilafahan 'Abbasyiyah. Dan berbagai bendungan lainnya juga masih berdiri kokoh di provinsi Khuzestan, Iran Selatan. 

Pemetaan wilayaah juga akan dilakukan untuk mengantisipasi wilayah mana saja yang rawan terkena banjir dan tidak. Setelahnya, negara akan berupaya untuk mengatasi kemungkinan terjadinya banjir dengan membangun kanal-kanal banjir, mengalihkan aliran sungai, membangun daerah-daerah resapan dan lain-lain. Sehingga ketika ada daerah yang memang tidak memungkinkan untuk diatasi, maka negara bisa melakukan upaya mengevakuasi warga dari wilayah tersebut ke wilayah yang lebih aman. Tentu saja hal ini dilakukan dengan memberikan kompensasi kepada warga agar tetap bisa bertahan di tempat baru. 

Negara juga memiliki aturan dalam tata kotanya. Pembangunan pemukiman dan infrastruktur tidak boleh diserahkan begitu saja ke pihak swasta. Tapi juga harus memperhatikan berbagai aspek untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga negara akan memberlakukan kebijakan yang akan mengatur apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi, sebelum dilakukan pembangunan.

Islam melalui sistem pendidikannya juga akan memberikan edukasi terkait dengan pola kehidupan yang sehat. Keharusan menjaga kelestarian lingkungan. Manjaga kawasan sungai, resapan air dan seluruh lingkungan tempat tinggal mereka agar tetap bersih dan dijaga sesuai peruntukannya. Dan hal ini akan dilakukan mereka dengan dorongan yang benar. Yakni dorongan akidah dengan tujuan mencari keridaan Allah yang membawa berkah.

Sudah selayaknya menjadikan momen musibah banjir ini untuk berfikir. Sebab banjir memang bukan hanya soal urusan takdir. Kita sebagai hamba harus bermuhasabah diri, bahwa Allah telah menurunkan Islam sebagai agama paripurna. Sudah terlalu lama kita bergelimang maksiat dengan mengabaikan syariat-Nya. Mencampakkan sistem kapitalisme yang melahirkan berbagai bencana dan kerusakan adalah pilihan terbaik. Bersegera kembali kepada Islam dengan penerapan sempurna dalam bingkai khilafah seperti yang nabi ajarkan.

Post a Comment

Previous Post Next Post