Rusaknya HAM Membolehkan LGBT Ikut CPNS

Oleh : Nesti Rahayu
(Aktivis Dakwah Kampus)

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Arsul Sani meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak bersikap diskriminatif dengan menolak peserta seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2019 dari kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender atauLGBT dilansir Jumat, 22/11/2019 13:55 Wakil Ketua MPR, Arsul Sani. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Menurutnya, seseorang dari kalangan LGBT memiliki hak untuk menjadi CPNS di kementerian atau lembaga negara, selama tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.

"Katakanlah saudara-saudara kita yang terorientasi seksual lain itu yang sering disebut LGBT tidak melakukan perilaku cabul, tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum, tidak melanggar moralitas, hanya karena statusnya itu, menurut saya enggak boleh didiskriminasi, apalagi itu jabatan di Kejaksaan Agung," kata Arsul kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (22/11).

Sungguh sangat  rusak sekali HAM ini ya, sehingga banyak masalah yang dilahirkan mulai dari  banyak mengambil Hak orang, memperbudak perempuan dengan bekerja seperti laki-laki  banyak tidak mengenal lagi ajaran agama bahkan anti terhadap ajaran agama nya sendiri contoh seperti berita diatas MPR menuntut Kejaksaan agung terhadap pelarang yang LGBT ikut Cpns kata nya sama saja mengkriminilisasi Dan katanya bukan hak kita sama.  Apa seperti ini yang dinamakan hak?  sehingga yang salah di benarkan.  Dan yang jadi pertanyaannya apa pantas seorang LGBT jadi seorang guru kalo dia ambil di bagian keguruan?? Dan logika nya apa yang mau  dia ajarkan, salah satu yang diajarkan serang guru itu adalah  memperbaiki mental anak nya sedangkan  orang LGBT itu mental nya saja sudah rusak Dan memiliki  kegangguan terhadap jiwanya. 

Bisa jadi yang dijarkan hal-hal yang dilarang agama seperti status nya seorang LGBT.  Sungguh sangat miris apa yang akan terjadi pada generasi muda yang akan datang jika  pengizinan ini dibolehkan dengan menggunakan asas-asas HAM anak nya dari Demokrasi. Dan seharus nya  LGBT itu di berantas didunia ini bukan malah dikasih peluang-peluang.

Dalam Islam Lesbianisme menurut Imam Dzahabi merupakan dosa besar (al-kaba`ir). (Dzahabi, Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba`ir, 2/235). Namun hukuman untuk lesbianisme tidak seperti hukuman zina, melainkan hukuman ta’zir, yaitu hukuman yang tidak dijelaskan oleh sebuah nash khusus. Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Ta’zir ini bentuknya bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (tasyhir), dan sebagainya. (Sa’ud al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, hal. 452; Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 9).

Homoseksual dikenal dengan istilah liwath. Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa telah sepakat (ijma’) seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala tahrim al-liwaath). (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/348). Sabda Nabi SAW,“Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad, no 3908). Hukuman untuk homoseks adalah hukuman mati, tak ada khilafiyah di antara para fuqoha khususnya para shahabat Nabi SAW seperti dinyatakan oleh Qadhi Iyadh dalam kitabnya Al-Syifa`. Sabda Nabi SAW,“Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al Khamsah, kecuali an-Nasa`i).

Hanya saja para sahabat Nabi SAW berbeda pendapat mengenai teknis hukuman mati untuk gay. Menurut Ali bin Thalib RA, kaum gay harus dibakar dengan api. Menurut Ibnu Abbas RA, harus dicari dulu bangunan tertinggi di suatu tempat, lalu jatuhkan gay dengan kepala di bawah, dan setelah sampai di tanah lempari dia dengan batu. Menurut Umar bin Khaththab RA dan Utsman bin Affan RA, gay dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding tembok padanya sampai mati. Memang para shahabat Nabi SAW berbeda pendapat tentang caranya, namun semuanya sepakat gay wajib dihukum mati. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 21).
 Waullahualam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post