Politik Liberal anti Agama Tuntutan Sistem Sekuler

Oleh : Rafilah

Wakil Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menilai jualan surga neraka yang diterapkan saat Pemilu Presiden 2019 tidak relevan lagi, karena ternyata masyarakat lebih membutuhkan kebijakan yang berdampak luas ."Belajar dari Pemilu Presiden 2019 yang sudah usai, ternyata publik tidak lagi membutuhkan jargon-jargon, tapi apa yang akan berdampak bagi kehidupan mereka," kata dia, di Padang, Minggu, Pada saat penutupan Silaknas dan Milad Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dengan tema Penguatan Nasionalisme dan Pengembangan SDM Unggul Menuju Indonesia Emas 2045.

Ketua Dewan Pakar ICMI tersebut menuturkan saat delapan bulan berkampanye dengan menjual isu agama dalam arti positif, ternyata publik lebih membutuhkan kebijakan yang bisa dirasakan manfaatnya secara langsung. "Jadi bukan jualan agama yang diharapkan, tapi apa kebijakan berdampak yang bisa ditawarkan kepada masyarakat," kata dia. "Buktinya ketika menjual isu penista agama tidak seiring dengan hasil pemilu, perolehan suara partai saya PAN malah di urutan ke delapan," Sambungnya.

Menurutnya, publik lebih memilih tawaran kebijakan yang berdampak langsung dan siapa yang menawarkan itu lebih mendapat dukungan. Pada sisi lain, ia juga menilai untuk pertama kali dalam sejarah di Indonesia pada 2019 pelaksanaan pemilu legislatif bersamaan dengan pemilu presiden.

Karena itu, ia menyerukan sudah saatnya semua pihak bersatu memajukan negara ini, namun tentu tidak terlepas sikap kritis dalam mengontrol pemerintahan. Ia menyerukan ICMI untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. "Sebagai organisasi yang berisi para cendekiawan, ICMI harus mengambil peran lebih strategis dan tidak cukup hanya berteriak-teriak saja karena akan kalah dengan ormas yang begitu banyak," kata dia.

Dia menyampaikan, ICMI bisa mengambil peran strategis dengan membuat konsep Undang-Undang Kekayaan Negara, Sumber Daya Alam, Kehidupan Beragama karena jauh lebih efektif ketimbang berteriak di luar.

Pernyataan pimpinan PAN diatas bertujuan untuk menegaskan bahwa dalam system saat ini agama hanya menjadi instrument untuk mengumpulkan dukungan/suara umat. Saat suara partai tidak bisa terdongkrak dengan isu islam maka mereka mengubah wajah menyesuaikan dengan selera pasar yang semakin sekuler anti Islam.

Padahal didalam Islam partai justru berfungsi untuk mengedukasi umat agar memahami islam dan mengarahkan pilihannya berdasarkan Islam. Kondisi umat yang tidak memberikan dukungannya kepada islam dan partai Islam adalah buah system sekuler dan absennya partai Islam dari melakukan edukasi islam ke tengah umat

Perlulah kita mengarahkan dan menyusun langkah-langkah konkrit bagi kaum muslimin untuk senantiasa berpegang kepada kebenaran Allah dalam berpartai. Artinya Partai itu dapat diterima dan dibolehkan berlaku dalam perpolitikan ummat Islam asalkan dengan partai itu Islam dapat ditegakkan dan dijayakan sehingga ummat Islam dapat menguasai dunia dan memiliki berbagai kepakaran. 
Jangan sampai dengan partai politik itu akan memicu kepada kehancuran moral, keambrukan ukhuwwah dan kebodohan ummah khususnya bagi negara- negara yang mayoritas ummat Islam. Kalau dengan partai politik dapat mempertinggi kedudukan ummat Islam, menjayakan Islam, meninggikan nilai moral dan pengetahuan ummat Islam serta memperkokoh perpaduan ummah, maka tiada seorangpun dapat melarang sistem partai boleh berlaku dalam kalangan mayoritas muslim.

Tapi sebaliknya apabila dengan adanya partai politik, Islam semakin lemah dan hancur, ummat Islam semakin surut dan berkurang maka eksistensi partai perlu dikaji kembali bagi sesuatu negara mayorits muslim. Pada awalnya Islam memang tidak mengenal sistem partai dalam mengurus dan mengatur negara, yang ada adalah sistem musyawarah, penunjukan, dan bai’at terhadap seseorang dalam kasus pemilihan kepala negara. Sementara hari ini selain muslim sudah sangat ramai, pengaruh dunia luar juga menentukan terhadap plakat dan atribut politik muslim.

Post a Comment

Previous Post Next Post