Perang Kepentingan, Dibalik Air Mata Muslim Uighur

Oleh : Sumiyah Ummi Hanifah
Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik

Sepandai-pandai orang membungkus bangkai, pasti akan tercium jua baunya. Peribahasa tersebut hampir sama dengan apa yang saat ini sedang menjadi sorotan publik akhir-akhir ini, yakni kasus pelanggaran Hak Asasi  Manusia (HAM) yang dilakukan pemerintah China kepada kelompok minoritas muslim Uighur.

Sehebat apapun China  menyembunyikan "borok"nya, tapi akhirnya dunia tetap saja akan mengetahuinya.

Kabar tentang diskriminasi terhadap saudara kita muslim Uighur, dari waktu ke waktu kian santer.

Semua berawal dari laporan Panel Hak Asasi Manusia  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada jum'at (10/8/18) yang mengaku menerima kabar yang  menyebutkan bahwa sejak tahun 2017 terdapat sekitar 1 juta orang muslim Uighur yang ditahan di kamp-kamp pendidikan ulang di China.

Anggota Komite Penghapusan Diskriminasi Rasional PBB, Gary Mc Dougall mengatakan, sekitar dua juta warga Uighur dan kelompok minoritas muslim mengalami indoktrinasi di sebuah penampungan politik di wilayah otonomi Xinjiang.

Sementara itu  pemerintah China  menyebut penahanan itu  sebagai  "Transformasi melalui pendidikan," padahal faktanya  mereka terkekang dan hidup dalam kondisi yang tidak sehat, dan diperparah lagi dengan kekerasan fisik maupun psikis,  penyiksaan dan pencucian otak secara teratur.

Bahkan menurut laporan dari The Atlantik,  menyebutkan  muslim Uighur dipaksa untuk meninggalkan Islam, dipaksa pula memakan makanan yang diharamkan oleh syari'at Islam seperti daging babi dan alkohol.

Mereka juga dipaksa untuk menistakan agamanya sendiri serta diwajibkan membacakan lagu-lagu propaganda Partai Komunis China selama berjam-jam dalam sehari (al-wa-ie edisi  januari 2019)

Meskipun pemerintah China membantah laporan tersebut dan mereka berdalih bahwa Kamp-kamp Pendidikan Ulang itu adalah sekolah kejuruan bagi para penjahat yang terinfeksi penyakit ekstrimisme dan terorisme, namun bukti-bukti dilapangan menunjukkan kepastian adanya kasus-kasus penganiayaan, penyiksaan, pemerkosaan, pemurtadan dan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia. Diantaranya, umat muslim dilarang melakukan puasa ramadhan, dilarang menggelar pengajian, hingga dilarang melaksanakan shalat berjamaah, dan dilarang memelihara jenggot (bagi laki-laki).

Pemerintah China juga dikabarkan telah menutup banyak masjid di Xinjiang. China ingin menghapus segala yang berbau Islam.
Sungguh Uyghur benar-benar menjerit meminta tolong kepada kita saudaranya, untuk membebaskan mereka dari kejahatan rezim China.

Setelah kabar  tersebut beredar ke seluruh penjuru dunia, maka rasa simpati dan dukungan  membanjiri umat muslim Uyghur dan kecaman mulai dialamatkan kepada pemerintah China.

Aksi kepedulian untuk muslim Uighur mulai digelar di berbagai tempat, baik itu di dalam negeri maupun diluar negeri, bermacam-macam elemen masyarakat  mengutuk kezaliman  pemerintah China, mulai dari rakyat jelata, hingga para pemimpin dunia.

Bahkan telah tercatat ada 22 negara yang mengecam kebiadaban China tersebut, diantaranya adalah Australia, Belgia, Kanada, Firlandia, Prancis, Jerman, Islandia, dan lain-lainnya.

Dilansir dari portal rmol.id yang menyebutkan bahwa Sang Penggawa Arsenal Mesut Ozil ikut pula mengkritik kebijakan keras pemerintah  China terhadap kelompok minoritas Uighur melalui unggahannya di twitter dan instagram pribadinya.

Konon karena sikap kritisnya ini Ozil menerima kecaman dari pemerintah  China, (Liputan6.com.washington D.C)

Dukungan terhadap umat muslim Uighur di Turkistan Timur/Xinjian, juga terus mengalir di tanah air, seperti yang terjadi di Bandung, Jakarta, Jogjakarta, Sumedang dan kota-kota  lainnya di lndonesia. Misalnya seperti yang terjadi  pada hari jum'at tanggal 20 Desember 2019 yang lalu, dengan bertempat di depan gedung sate Bandung, Jawa-Barat, diadakan aksi menentang kebijakan China,  oleh masyarakat yang mengatas-namakan Solidaritas Umat Islam peduli Uyghur.

Diantara para penguasa muslim yang ikut mengecam dan mengutuk  kebiadaban pemerintah China tersebut, ternyata nama Indonesia tidak tercantum di  dalamnya.

Sebuah pertanyaan besar bagi kita mengingat mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim, begitu juga dengan kepala negaranya. Bukankah muslim Uyghur adalah saudara kita?

Dan mereka berteriak meminta pertolongan kita. Ada apa dengan pemeritahan Joko Widodo?
Mereka yang masih bersikap cuek dan tidak menunjukkan kegeraman atau setidaknya ikut mengutuk kebijakan China terhadap kaum minoritas muslim Uyghur.
Hal Ini tentu dinilai ganjil oleh berbagai pihak, seperti yang dungkapkan oleh Institut for Policy Analysis of Conflict (IPAC), dilansir cnnindonesia.com (21/6/2019) yang lalu.

Pertanyaannya adalah mengapa para penguasa muslim (termasuk pemerintah kita)   tidak melakukan upaya maksimal untuk menghentikan kezaliman pemerintah China?
Mengapa mereka  terkesan lemah tak berdaya dihadapan penguasa China?

Dunia internasional yang tergabung dalam Dewan Perserikatan Bangsa-bangsa secara teori memberi kritik terhadap kasus tersebut, tapi tidak berani mengambil langkah nyata untuk menghentikannya, contohnya dengan langkah nyata yaitu  memboikot produk-produk buatan China, atau memutuskan hubungan diplomatik dengan China, dan tindakan-tindakan tegas lainnya.

Analisis politik percaya bahwa alasan diamnya penguasa itu karena masalah keuangan,  mereka takut karena akan membahayakan hubungan ekonomi mereka dengan China.

Hubungan itu meliputi Sabuk dan Inisiatif China (Belt and Road Initiative China-BRI).
Karena faktanya banyak negara di Asia Tengah dan Timur Tengah menjadi bagian dari mega proyek tersebut.

Hubungan ekonomi ini mencakup dana pinjaman dari China. Diantaranya yang diterima negara-negara muslim seperti Pakistan, Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya.

Yang lebih ganjil dan aneh lagi adalah pernyataan yang dilontarkan oleh Menteri luar negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo yang juga ikut mengecam kebijakan partai komunis Cina (PKC) pada muslim Uyghur baru-baru ini. Seperti yang dilaporkan oleh VOA Indonesia, pada rabu 18/12/2019 kemarin.

Mengapa pernyataan Menlu Amerika Serikat itu dikatakan aneh?
Jawabannya karena seluruh dunia sudah  paham siapa itu Amerika, apalagi bagi umat muslim yang pasti tidak akan pernah melupakan peran serta Amerika dalam meluluh-lantakkan Palestina.

Jejak kekejaman Amerika tentu masih tampak jelas dan sangat mudah untuk ditemukan, entah itu di Irak, Afghanistan, Pakistan, Suriah, Yaman, Afrika dan yang lainnya.

Siapa yang menyokong pertumpahan darah dan pembunuhan masal bagi kaum  muslimin kalau bukan Amerika?

Jadi alangkah lucunya jika Amerika melalui menteri luar negeri nya mengaku prihatin dan ingin menolong umat Islam.
Pernyataan Pompeo ini, tidak lain hanya bertujuan untuk menggunakan isu muslim Uyghur yang sedang viral untuk menekan China.

Melihat fakta yang ada tentunya kita bisa mengambil benang merah dari kejadian itu, yakni bahwasanya kedua negara itu, baik China maupun Amerika sama-sama bertujuan untuk memanfaatkan kelemahan kaum muslimin demi ambisi mereka.
Ibarat serigala berbulu domba yang selalu datang dengan topeng kebaikan, padahal sesungguhnya mereka adalah mesin-mesin pembunuh masal khususnya bagi umat Islam.

Hal itu sudah dijelaskan dalam  hadist-hadist yang shahih, yang menerangkan tentang kondisi umat Islam diakhir zaman yang teramat genting, sehingga Rasulullah Saw mengibaratkan bahwa kaum muslimin pada saat itu seperti makanan yang terhidang di atas meja makan, dimana semua orang akan berebut untuk menguasai dan memakan makanan itu.

Dijelaskan pula bahwa kondisi saat itu umat Islam sesungguhnya berjumlah banyak tapi seperti buih di lautan, jumlahnya banyak tapi bercerai-berai  sehingga membuat kaum muslimin mudah diombang-ambingkan oleh musuh-musuhnya.

Melihat nasib umat Islam yang terpuruk saat ini, tentu merupakan pr besar bagi kita untuk  mengembalikan  persatuan kaum muslimin di seluruh dunia, di bawah naungan khilafah. Dimana Islam kala itu berhasil memimpin dunia selama kurang lebih  1300 tahun lamanya dan mengalami zaman keemasan yang  gemilang.

Adanya khilafah akan membuat umat Islam kembali menduduki martabat yang tinggi dan tidak mudah untuk dipecundangi oleh negara-negara kafir yang senantiasa menginginkan kehancuran dan kehinaan Islam.

Karena kebencian mereka (kaum kafir) telah tampak di depan mata dan sikap mereka sudah jelas dan terang-terangan terhadap umat Islam.
Sebagaimana firman Allah Swt berikut Ini:

يايهاالذين امنوالاتتخزوا بطا نةمن دونكم لايألو نكم خبالا، ودواماعنتم، قدبدت البغضاءمن اؤواههم، وماتخفي صدورهم اكبر، قدبينالكم الايت ان كنتم تعقلون.

Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang diluar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi dihati mereka lebih jahat. Sungguh telah kami  terangkan kepadamu ayat-ayat (kami), jika kamu mengerti.
(QS. Ali Imran (3): 118)

Demikianlah Allah Swt menyeru kita agar bersikap waspada terhadap tipu daya kaum kafir. Khilafah adalah sistem kepemimpinan Islam yang akan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan.
Keberadaan seorang khalifah adalah sebagai "perisai" (pelindung) bagi rakyatnya.

Allah berjanji  melalui utusan-Nya  Rasulullah Saw bahwa khilafah  kelak akan tegak kembali, sebagaimana hadits  berikut ini:

"....Kemudian akan datang kembali khilafah yang tegak diatas manhaj (metode) kenabian.
(H.R. Ahmad dan Abu Dawud)."

Kesimpulannya adalah seluruh kaum muslimin harus bersatu untuk memperjuangkan tegaknya peradaban Islam yang agung dan mulia yaitu khilafah. Demi  terciptanya kehidupan yang penuh kedamaian dan keselamatan bagi seluruh umat manusia, baik muslim maupun non muslim.

Dan hanya dengan khilafah saudara kita di Xinjiang, Palestina,  Suriah, Rohingya, Pattani di Thailand, Moro di Philiphina dan lainnya bisa mendapat keadilan dan terjamin keselamatan hidupnya dan kaum kafir tidak akan berani lagi mengusik ketenangan kaum muslimin.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post