Negara Sekuler : Tempat Subur Penista Agama

Oleh : Ummu Aimar

Kasus penistaan agama terus terjadi bahkan marak, baik berupa penghinaan terhadap Allah, Rasulullah saw., ulama maupun terhadap ajaran Islam itu sendiri. Kasus penistaan agama yang dilakukan oleh para tokoh elit politik, hingga artis, dan aktivis youtube dilakukan untuk kepentingan pribadi yang mengolok-olok ajaran Islam dengan tidak layak dan pantas.

Hati umat muslim mana di dunia ini yang tidak sakit hati bahkan marah dan ghirahnya diam saja ketika Rasulullah dibandingkan dengan manusia, ditanyakan kontribusinya terhadap umat, bahkan direndahkan dengan sebutan rembesan dan tidak terurus? Sungguh, ini merupakan penistaan terhadap manusia mulia: Nabi Muhammad saw. 

Dari beberapa kasus yang telah terjadi, penista agama yang islamophobia tersebut, proses hukumnya tidak tegas, dengan sekedar minta maaf, kasusnya selesai begitu saja. Di sini, umat mempertanyakan penegakkan hukum terhadap para pelaku penistaan agama terutama tokoh politik di negeri ini.

Kenapa negara gagal mengatasi kasus penodaan/penista agama? Karena negara kita adalah negara sekuler. Sebab di dalam sistem sekuler, agama hanya sebatas salah satu norma nilai. Penistaan terhadap Nabi saw terjadi karena prinsip kebebasan berbicara yang diakomodir sekularisme-liberalisme. Mereka berlindung atas nama HAM dan sebagainya.  

Inilah negara sekuler yang gagal melindungi agama sebagai negara mayoritas muslim. Pemerintah sudah membuat UU penodaan agama namun dibuat tidak efektif menghentikan semua itu. Ditambah lagi penegakan hukumnya seringkali tidak memenuhi rasa keadilan hingga bisa saja dengan adanya UU tidak terjerat, faktor yang melepaskan atau meringangkan oleh para pelaku.

Adapun salah satu partai politik Islam yang
mengusulkan RUU perlindungan agama dan ulama untuk memperluas cakupan UU yang sudah ada atau menutup celah kekosongan hukum dalam konteks saat ini.
Tapi sepenuhnya pasti tetap akan terulang karena RUU tersebut tidak memberikan perlindungan yang utuh terhadap Allah, Nabi muhammad, ajaran Islam dan para ulama.

Penghina Agama dan Hukumannya
Sikap dan tabiat “menghina” atau “menistakan”adalah akhlak para musuh Allâh Azza wa Jalla yang menjadi akhlak orang kafir dan munafiqin.

Allah SWT berfirman:

ÙˆَالَّØ°ِينَ ÙŠُؤْØ°ُونَ رَسُولَ اللَّÙ‡ِ Ù„َÙ‡ُÙ…ْ عَØ°َابٌ Ø£َÙ„ِيمٌ

Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih (TQS at-Taubah [9]: 61).

Pun juga yang dinyatakan oleh Khalil Ibn Ishaq al-Jundiy, ulama besar mazhab Maliki, "Siapa saja yang mencela Nabi saw., melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, melabeli dengan sifat yang bukan sifat beliau, menyebutkan kekurangan pada diri dan karakter beliau, merasa iri karena ketinggian martabat, ilmu dan kezuhudannya, menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepada beliau, mencela, dll maka hukumannya adalah dibunuh". (Khalil Ibn Ishaq al-Jundiy, Mukhtashar al-Khalil, I/251).

Bagi orang Islam, hukum menghina Rasul jelas haram. Pelakunya dinyatakan kafir.
Hukumannya adalah hukuman mati. Oleh karena itu, jika membandingkan Nabi saw. dengan orang lain—dengan maksud merendahkan beliau—sudah termasuk penistaan, apalagi mempertanyakan kontribusi beliau bagi negeri ini, jelas merupakan penistaan luar biasa. 

Penistaan terhadap marwah Nabi saw. terus berulang karena banyak Muslim, tokoh dan aparat diam. Hingga kasusnya terulang kembali akibat negara sekuler di sistem demokrasi ini. Ulama besar Buya Hamka RahimahulLah juga mempertanyakan orang yang tidak muncul ghirahnya ketika agamanya dihina. Beliau menyamakan orang-orang seperti itu seperti orang yang sudah mati. “Jika kamu diam saat agamamu dihina, gantilah bajumu dengan kain kafan.”

Karena itu, segera, umat membutuhkan pelindung yang agung, yakni Khilafah yang akan menindak tegas dalam menghentikan kasus penodaan/penistaan agama agar tidak tumbuh subur seperti sekarang ini. Kepada seluruh kaum Muslim, mari bela agama kita! Tegakan keadilan untuk membela Nabi kita yang mulia!
Dulu pun nabi membela Agama kita hingga saat ini hingga sampai kepada kita. Wallahu'alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post