Liberalisasi Seksual di Rezim Korporatokrasi

Oleh : Nurhalidah Muhtar

Ditengah hiruk pikuknya mencari pekerjaan yang tetap serta ditunjang dengan gaji yang cukup. Pemerintah kembali mengadakan perekrutan CPNS 2019. Tak terkecuali, Kejaksaan Agung juga membuka pendaftaran CPNS. Namun, Kejaksaan Agung memiliki syarat tersendiri yaitu seorang LGBT tidak diperbolehkan mengikuti seleksi CPNS di institusi Kejaksaan Agung.

Keberadaan Kaum LGBT ditengah masyarakat maupun diunit instansi tertentu masih menuai pro dan kontra. Terlansir oleh KOMPAS.com-Kejaksaan Agung mengaku memiliki landasan hukum terkait larangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) mengikuti seleksi CPNS 2019 di institusinya. Ketentuan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dn Reformasi Birokrasi RI Nomor 23 Tahu 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2019. Di bagian lampiran nomor J poin 4 disebutkan bahwa instansi diperbolehkan menambah syarat sesuai karakteristik jabatan (27/11/2019). 

Akan tetapi persyaratan yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Akun Twitter resmi Gerindra pada kamis, 28 November 2019 mencuit soal keputusan penolakan Kejaksaan Agung terhadap CPNS dengan orientasi seksual LGBT. Dalam cuitannya, kaum LGBT seharusnya tetap berhak mendapatkan semua haknya sebagai warga negara. Namun para elite petinggi Gerindra seperti Wakil Ketua Umum Fadli Zon menegaskan partainya sama sekali tak mendukung LGBT, bahkan menolak kampanye LBGT (Vivanews, 29/11/2019). Dalam hal ini para elite partai tidak satu frekuensi dalam menanggapinya.

Berbeda hal dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani mengatakan, penyandang LGBT dengan riwayat perbuatan cabul dilarang. Proses penerimaan CPNS harus memperhatikan betul soal LGBT seperti melalui pemeriksaan psikologis atau kejiwaannya. Tidak hanya dilarang sebagai ASN, tapi PPP juga menginginkan agar hal terkait dengan perbuatan cabul LGBT ini diancam pidana melalui pengaturan KUHP (SindoNews.co 23/11/2019).

Direktur LBH Masyarakat Rcky Gunawan, Ketua Arus Pelangi Ryan Korbarri, Lini Zurlia advokat di ASEAN SOGIE Caucus turut mengecam keputusan ini dan menganggap kesalahan berpikir serta bentuk diskriminasi terhadap LGBT dalam konteks mereka sebagai warga negara. Dan tidak bertransformasi dengan perubahan tipologi masyarakat, dll. (tirto.id 16/11/2019).

Inilah kerusakan yang terjadi di sistem kapitalistik yang diterapkan oleh negara, mereka terombang-ambing dalam menentukan keputusan. Dimana sistem kapitalisme dengan ide dasar pemisahan agama dari kehidupan yang diadopsi oleh masyarakat. Memberikan peluang untuk berkembangnya pemikiran rusak dan kufur. Kebebasan berekspresi yang dibalut dengan slogan kesetaraan dan Hak Asasi Manusia menciptakan kerusakan moralitas bangsa yang tidak terbendungkan lagi. Ketika moral generasi negeri ini rusak maka penjajahan kaum kafir khususnya AS serta antek-anteknya berlangsung mulus baik dalam bidang politik maupun ekonomi di negeri ini. Sehingga kepentingan bisnis ataupun hal lainnya akan mereka peroleh tanpa memperhatikan moralitas dan peradaban kehidupan manusia yang hakiki.

Beda halnya dengan islam. Islam menuntun negara menjadi penjaga moralitas. Ketika ada penyimpangan yang dapat merusak moralitas bangsa, islam memiliki solusi yaitu preventif dan kuratif. Preventifnya yaitu, mewajibkan negara membina dan memupuk ketakwaan rakyat, memerintahkan untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan, mengharuskan pemisahan tempat tidur anak-anak, melarang tidur dalam satu selimut serta menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan pornoaksi. Sedangkan kuratifnya yaitu diubah pola pikir dan pola sikapnya bagi pemula serta diberikan sanksi yang tegas berupa hukuman mati bagi penyimpang yang sampai sudah melakukan suatu tindakan menyimpang. Didalam praktik kehidupan hanya islam dijadikan landasan dalam hal baik buruknya sikap dan perbuatan. Bukan dari kebebasan yang ditameng oleh Hak Asasi Manusia.

Sehingga tidak akan ada lagi pro dan kontra mengenai kesamaan hak warga negara untuk kaum LGBT. Sebab islam hanya memandang perempuan dan laki-laki. Bukan LGBT. 

Manakala islam dijadikan landasan maka moralitas bangsa akan terjaga dan tercipta insan-insan yang berakhlakul karimah serta menjadi insan penopang peradaban kehidupan dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish-showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post