Kegagalan Guru dalam Mendidik Siswa Zaman Sekularis

Oleh : Nur Ilmi Hidayah
Praktisi Pendidikan Madrasah, Member  Akademi Menulis Kreatif

Kasus gagalnya dunia pendidikan  semakin banyak terungkap. Bukan hanya soal buruknya fasilitas pendidikan, kurikulum yang terus berganti-ganti  tanpa arah yang pasti. Melainkan juga kasus guru yang melakukan kekerasan verbal terhadap anak didiknya.

Bagaimanapun, kita tidak bisa menolak realitas bahwa guru merupakan output dari sistem pendidikan. Penyebab rendahnya kualitas guru berpulang dari sistem pendidikan yang gagal. Sehingga efek dari sistem pendidikan sekuler melahirkan guru yang hanya dituntut untuk menyiapkan agar anak didiknya mampu bergulat di tengah dunia industri. Namun, tidak dapat membentuk kepribadian Islami pada anak didiknya.

Indonesia dikenal sebagai negara yang kurang perhatian terhadap dunia pendidikan. Global Education Monitoring (UNISCO, 2016) mencatat dari 14 negara berkembang yang disurvei, pendidikan di Republik Indonesia menempati peringkat ke-10. Adapun kualitas gurunya berada di rangking terakhir, urutan ke-14.

Temuan ini diperkuat rapor uji kompetensi guru (UKG) yang dilakukan tahun 2015, hasilnya mengejutkan. Rata-rata nasional nilai  kompetensi guru hanya 44,5. Angka itu sama sekali jauh di bawah nilai standar (75).

Dalam sistem sekuler, kualifikasi guru lebih ditekankan pada kemampuan menyampaikan materi pelajaran. Sementara kepribadian dan keteladan tidak menjadi perhatian penting. Tidak sedikit guru mencontohkan dan melakukan kekerasan fisik dan verbal.

Kekerasan verbal dalam pendidikan sebenarnya bukan hal baru yang terjadi. Diibaratkan seperti fenomena gunung es, dimana sedikit kasus yang mencuat, namun fakta di lapangan sangat banyak. Perlu diperhatikan secara serius, karena masalah dalam dunia pedidikan sebenarnya lebih kompleks lagi. Tentunya permasalahan kompleks ini dipandang sebagai masalah sistemik (penerapan sistem). Penyebab dari kesalahan penerapan sistem tersebut dapat dilihat dari:

1. Penerapan dasar sekularisme dalam pendidikan.
Paham pemisahan agama dari aturan kehidupan menjadi sebab utama kegagalan dari proses pendidikan. Dalam sistem sekuler, kualifikasi guru lebih ditekankan pada kemampuan menyampaikan materi pelajaran. Sementara kepribadian dan keteladanan tidak menjadi perhatian penting.

2. Penerapan kapitalisme dalam pendidikan
Paham kapitalisme memandang seluruh masyarakat adalah komoditi ekonomi bagi pemilik modal. Maka setiap kebutuhan dasar masyarakat, bukan tanggung jawab pemerintah. Hal ini terbukti dari alokasi dana pendidikan yang terus dipotong dengan alasan memberatkan APBN. Sejatinya, pendidikan itu adalah sektor penting bagi sebuah negara sebagai sarana pencetak generasi bangsa.

Kini perilaku jahiliyah di Indnesia, tiada hari tanpa kabar kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, perzinaan, penipuan, pelanggaran hukum, dan perilaku menyimpang lainnya. Institusi pendidikan kerap melahirkan orang terpelajar, tapi lemah budi pekerti.

Mengajarkan karakter itu mudah karena hanya menyampaikan pengetahuan (teori). Namun, mendidik karakter dan perilaku baik, itulah yang tersulit. Karakter hanya bisa diajarkan oleh pendidik, bukan pengajar. Pendidik karakter terbaik adalah orang yang bertakwa.

Cara Mendidik dalam Pandangan Islam

Bandingkan dengan sistem Islam, Islam menempatkan guru sebagai sumber materi juga sumber qudwa. Sebab yang diharapkan adalah lahirnya output generasi yang berkepribadian utuh dan berkompetensi unggul.

Sebagai seorang guru, Rasulullah Saw adalah contoh yang patut kita teladani. Rasulullah Saw tidak hanya berorientasi kepada kecakapan-kecakapan ranah cipta saja, tetapi juga mencakup dimensi ranah rasa dan karsa. Bahkan lebih dari itu, Rasulullah Saw sudah menunjukkan kesempurnaan sebagai seorang pendidik sekaligus pengajar. Beliau dalam melaksanakan pembelajarannya sudah mencakup semua aspek yang diterapkan oleh para ahli pendidikan. Bahwa pendidikan harus bersifat kognitif yaitu Rasulullah Saw menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain. Bersifat psikomotorik yaitu Rasulullah Saw melatih keterampilan jasmani kepada para sahabatnya. Bersifat afektif yaitu Rasulullah Saw selalu menanamkan nilai dan keyakinan kepada sahabatnya.

Rasulullah Saw adalah sosok guru yang telah memenuhi semua sifat dan syarat seorang guru yang telah ditetapkan oleh para ahli pendidikan. An-Nahlawi menetapkan sepuluh sifat dan syarat bagi seorang guru, yaitu:

1. Memiliki sifat rabbani, artinya seorang guru harus mengaitkan dirinya kepada Allah Swt melalui ketaatan kepada syariat-Nya.

2. Menyempurnakan sifat rabbaniahnya dengan keihlasan. Artinya aktivitas pendidikan tidak hanya untuk sekedar menambah wawasan, melainkan lebih dari itu harus ditujukan untuk meraih keridhaan Allah Swt serta mewujudkan kebenaran.

3. Mengajarkan ilmunya dengan sabar.

4. Memiliki kejujuran, artinya yang diajarkan harus sesuai dengan yang dilakukan.

5. Berpengetahuan luas di bidangnya.

6. Cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang sesuai dengan materi.

7. Mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai dengan proporsinya.

8. Memahami anak didiknya baik karakter maupun kemampuannya.

9. Peka terhadap fenomena kehidupan.

10. Bersikap adil terhadap seluruh anak didiknya.

Guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik peserta didiknya, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan bermain-main di hadapan peserta didiknya, tidak bermuka masam, sopan santun, bersih, menonjol budi pekertinya. Sosok seorang guru juga harus teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak didiknya, gemar bergaul dengan anak didik, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri yang sesuai dengan ajaran Islam, dan juga mengutamakan kepentingan umat daripada kepentingan dirinya sendiri.

Sosok guru juga harus memiliki sifat sebagai berikut:

1. Memiliki kasih terhadap peserta didiknya dalam melaksanakan praktek mengajar. Sehingga menimbulkan rasa tenteram dan rasa percaya diri terhadap gurunya.

2. Mengajar, hendaknya didasarkan atas kewibawaan bagi setiap orang yang berilmu. Sehingga, ketika mengajar yang menjadi tujuan utamanya adalah ibadah kepada Allah Swt.

3. Dapat berfungsi sebagai pembimbing dan penyuluh yang jujur dan benar dihadapan peserta didiknya.

4. Dalam mengajar, hendaknya seorang guru menggunakan cara-cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan dan cacian. Sehingga tidak menimbulkan frustasi atau balas dendam bagi peserta didiknya.

5. Seorang guru yang baik, harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik dihadapan peserta didiknya. Bersikap toleran dan menghargai keahlian orang lain.

6. Memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki peserta didiknya secara individual dan memperlakukan sesuai dengan tingkat perbedaan tersebut.

7. Guru dapat memahami bakat, minat, dan kejiwaan peserta didiknya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.

8. Seorang guru yang baik adalah guru yang dapat berpegang terhadap apa yang diucapkannya. Berupaya untuk dapat merealisasikan ucapannya dalam perilaku kesehariannya.

Penerapan Islam secara kafah akan menjadikan solusi permasalahan dalam pendidikan dan juga masalah di bidang lainnya. Dengan melihat sejarah peradaban ketika Islam diterapkan adalah bukti nyata bahwa Islam sebagai rahmatan lil alamiin. Mampu membangun peradaban bermartabat dan terdepan di kancah internasional.

Keteladanan terhadap syariat Islam merupakan konsekuensi keimanan yang harus dilakukan umat. Untuk itu, mari kita mengambil kembali syariat (aturan hidup) kita yang sudah hilang dengan menerapkannya kembali. Insyaa Allah, kemuliaan predikat bangsa terbaik akan layak untuk kita.

Dalam Islam, setidaknya ada tiga hal yang menjadi tugas guru. Pertama adalah mendidik anak didiknya untuk berkepribadian Islam. Kedua adalah menjadi teladan bagi anak didiknya. Ketiga adalah mendidik anak didiknya dengan keahlian dan spesialisasi di berbagai bidang.

Sesungguhnya, ketiga tugas guru di atas bukanlah hal yang mustahil dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini, negara mesti membangun sistem pendidikan yang tepat dan berangkat dari ideologi yang sahih yakni Islam. Sehingga output dari sistem pendidikan mampu mencetak pribadi yang siap terjun dalam gelanggang kehidupan dengan menghamba kepada Allah Swt. Sehingga perlu adanya perubahan sistem pendidikan yang lahir dari kerangka ideologi Islam yakni sistem khilafah.

Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post