Islam Sanggup Memuliakan Para Ibu

Oleh : N. Vera Khairunnisa

Pada tanggal 22 Desember, masyarakat Indoneisa mengetahuinya sebagai Hari Ibu. Yakni hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya. Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. (wikipedia. org)

Ada cerita bersejarah mengapa setiap 22 Desember selalu diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia. Seperti yang dimuat Kompas.com, penetapan 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu ini berdasarkan keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Keputusan ini diambil Presiden Soekarno sebagai bentuk dukungan pada Kongres Perempuan III yang digelar di Bandung. Berdasarkan sejarah awalnya, terselenggaranya Kongres Perempuan III ini bermula dari berkumpulnya berbagai organisasi perempuan di Indonesia.

Pertemuan mereka digelar pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Perkumpulan itulah yang disebut sebagai Kongres Perempuan, yang mana pesertanya melakukan diskusi hingga mengemukakan pemikiran atau gagasan. Mereka pun banyak membahas isu-isu soal perempuan.
Mulai dari pendidikan perempuan untuk gadis, pernikahan di bawah umur atau anak-anak, nikah paksa, hingga perceraian yang sewenang-wenang. Poin utamanya adalah bahwa mereka ingin mewujudkan hak-hak bagi kaum perempuan. (tribunnews. com, 19/12/19)

Dengan melihat fakta tersebut, kita memahami bahwa para perempuan senantiasa berada pada posisi yang membutuhkan perjuangan untuk mendapatkan hak-haknya. Istilah lainnya, perempuan selalu diperlakukan dengan tidak adil. Sehingga perlu upaya untuk mewujudkan keadilan bagi perempuan. 

Hal tersebut wajar terjadi ketika manusia menggunakan aturan sendiri untuk mengatur hidupnya. Sebab mereka tidak memahami apa yang terbaik untuk dirinya. Sehingga aturan yang ada tidak mampu menciptakan keadilan untuk semua.

Perjuangan kaum perempuan demi mewujudkan keadilan bagi kaumnya tidak akan mampu menjadi solusi. Ketika mereka tidak memiliki standar yang benar terkait definisi keadilan itu sendiri. Terbukti hari ini, alih-alih mendapat keadilan, justru para perempuan malah dimanfaatkan untuk mencari keuntungan. Istilah lainnya yakni eksploitasi perempuan. 

Suksesnya perempuan diidentikkan dengan kesuksesan mengejar karir. Sehingga para perempuan akan berlomba-lomba untuk terjun di dunia kerja. Sebab pekerjaan ibu rumah tangga hari ini dipandang sebelah mata.

Hari Ibu dan Kondisi Para Ibu

Perayaan Hari Ibu menjadi semu, tatkala hanya diperingati dengan membebastugaskan pekerjaan domestik. Sebab yang berat itu bukanlah mengerjakan semua pekerjaan itu. Namun yang lebih berat adalah menghadapi ketidakadilan. Kebutuhan hidup yang kian mahal, pendidikan dan kesehatan pun semakin tidak terjangkau, bahkan kehormatan dan keamanan menjadi hal yang perlu diperjuangkan.

Hari Ibu sudah diperingati lebih dari setengah abad. Namun tidak ada efeknya untuk para ibu di Indonesia. Betapa masih banyak para ibu yang menjalani hidup tidak bahagia. Bahkan tidak sedikit yang sampai melakukan tindak kriminal.  Para ibu yang tega menganiaya bahkan sampai membunuh anaknya, para ibu yang melakukan bunuh diri, para ibu yang dianiaya bahkan dibunuh, para ibu yang dilecehkan bahkan diperkosa, menjadi bukti akan hal itu.

Pangkal dari permasalahan perempuan adalah disebabkan penerapan sistem kapitalisme sekulerisme. Sistem ini tidak mampu menjamin keadilan, kesejahteraan, dan keamanan bagi perempuan. 

Oleh karena itu, menyelesaikan permasalahan perempuan tidak cukup hanya dengan memperingati Hari Ibu. Perlu ada upaya untuk mengganti sistem kapitalisme dengan sistem yang mampu menyelesaikan semua problem yang ada dalam hidup, termasuk problem perempuan.

Hari Ibu dalam Islam

Islam mendudukan para ibu dalam posisi yang sangat mulia. Allah swt. memerintahkan kepada hamba-Nya untuk berbakti kepada orangtua, khususnya ibu. Sebagaimana dalam firman-Nya:

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Oleh karena itu, umat Islam tidak perlu merayakan Hari Ibu. Sebab pada dasarnya, berbakti kepada ibu harus dilakukan setiap waktu, tidak hanya di waktu tertentu.

Selain itu, untuk menyelesaikan permasalahan para ibu, Islam sudah memiliki aturan yang sangat rinci. Sehingga akan mencegah lahirnya para ibu yang tidak bahagia atau para ibu yang berani melakukan tindak kriminal sebagaimana dicontohkan di atas.

Islam akan mampu menjamin kemuliaan, kesejahteraan, pendidikan dan keamanan perempuaan dengan aturan sebagai berikut:

Pertama, jaminan kemuliaan bagi perempuan dalam Islam mampu diwujudkan dengan aturan yang menyangkut pergaulan antar lawan jenis. Islam mewajibkan perempuan menutup aurat (QS. An-Nur: 31, al-Ahzab:59), menundukkan pandangan (QS. An-Nur: 32), tidak tabarruj (QS. An-Nur: 60), tidak berkhalwat (HR. Al Bukhari, 4832), dll. Semua aturan tersebut bukan dalam rangka mengekang, namun untuk melindungi kehormatan perempuan.

Kedua, jaminan kesejahteraan bagi perempuan mampu diwujudkan dengan aturan mengenai kewajiban mencari nafkah hanya bagi laki-laki. Sebab, tugas utama perempuan adalah menjadi ibu dan pengatur urusan rumah tangga. Sehingga perempuan harus dijamin segala kebutuhannya tanpa dia harus bekerja. Ketika keluarga yang berkewajiban untuk memberi nafkah tidak ada atau tidak mampu, maka kewajiban itu berpindah kepada kaum muslim. Dan ketika kaum muslim tidak ada yang mampu, maka kewajiban berpindah pada negara. 

Selain itu, penerapan sistem ekonomi dalam Islam juga akan menjamin murahnya berbagai kebutuhan pokok. Sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan akan bisa dengan mudah didapatkan. Sebab Islam mengharamkan eksploitasi sumber daya alam (SDA). Sehingga SDA yang ada akan dipakai untuk mewujudkan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat.

Dengan aturan ini, tidak akan ada perempuan yang harus menjadi tulang punggung bagi keluarga. Atau perempuan yang stress karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ketiga, jaminan pendidikan bagi perempuan mampu diwujudkan dengan memberikan layanan pendidikan yang gratis untuk seluruh warga, termasuk perempuan. Negara di dalam Islam harus mampu mewujudkan hal ini karena Islam mewajibkan setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu.

Selain secara biaya gratis, pendidikan dalam Islam juga mampu mencetak generasi berkepribadian Islam. Sebab kurikulum yang dipakai berbasis akidah Islam. Dengan sistem ini, akan lahir para ibu yang berkualitas dan mampu mencetak generasi unggul.

Keempat, jaminan keamanan bagi perempuan mampu diwujudkan dengan menerapkan sistem sanksi dalam Islam. Sistem ini akan mampu menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal. Misalnya saja, mereka yang dibunuh, maka hukumannya harus dibunuh lagi. Mereka yang memperkosa, saknsinya seperti pezina, dirajam bagi yang sudah menikah, dan dicambuk 100 kali jilid bagi yang belum menikah. Dengan begitu, siapapun akan berpikir seribu kali sebelum dia melakukan tindak kriminal.

Demikianlah, aturan-aturan di dalam Islam yang akan mampu menyelesaikan permasalahan yang menimpa kaum perempuan, khususnya para ibu. Oleh karena itu, memperjuangkan hak-hak perempuan, sejatinya adalah dengan memperjuangkan tegaknya syariat Islam. Wallahua'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post