Gerakan Nasional Memelihara Ayam, Solusi Masalah Stunting ala Kapitalis

Oleh : Sriyanti
Ibu Rumah Tangga Tinggal di Bandung


Bak tikus mati di lumbung padi. Itulah peribahasa yang menggambarkan betapa kaya suatu negara dengan sumber daya alam yang melimpah, namun ironis masyarakatnya banyak yang menderita kemiskinan, gizi buruk (stunting) bahkan kelaparan.

Seiring menguatnya desakan dari berbagai pihak agar pemerintah serius menurunkan angka stunting, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko didukung oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengusulkan gerakan nasional pelihara satu ayam tiap rumah. Dengan demikian diharapkan terselesaikan masalah gizi buruk yang dialami keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya. Ia mengatakan pemenuhan gizi anak bisa dilakukan dengan memberi asupan telur dari ayam yang dipelihara tersebut. Hal ini menurutnya dapat menekan angka stunting atau gagal tumbuh akibat kurang gizi kronis. "Perlu setiap rumah ada (memelihara) ayam, sehingga telurnya itu bisa untuk anak-anaknya." Ujar Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta. (CNN Indonesia, 15/11/2019)

Mantan panglima TNI itu menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah memerintahkan untuk mempercepat pengentasan stunting. Pemerintah telah menargetkan angka stunting turun jadi 19 persen pada 2024. Angka stunting sudah turun dari tahun sebelumnya menjadi 27,67 persen.

Menyelami fakta di atas, masalah stunting pada masyarakat tidak bisa dipandang remeh lagi. Hal ini harus segera tersolusikan, pasalnya banyak masyarakat khususnya anak-anak di negeri ini mengalaminya.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan  makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus dua (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.

Stunting diakibatkan oleh banyak faktor seperti, kurangnya asupan gizi, penyakit atau infeksi yang berkali-kali, kondisi lingkungan baik itu polusi udara dan air. Tak hanya itu, masalah non kesehatan pun sebenarnya menjadi akar dari masalah stunting seperti, masalah ekonomi. Kemiskinan sistemik yang dialami masyarakat negeri ini, menjadikan mereka tidak begitu memedulikan asupan gizi bagi keluarganya. Bukan karena ketidaktahuan tentang asupan makanan yang sehat, tapi lebih pada ketidakmampuan mereka untuk menjangkaunya.

Selain faktor di atas, terdapat pemikiran yang salah kaprah dari sebagian masyarakat dalam memaknai kesehatan. Terutama bagi para ibu yang mempunyai aktivitas padat dan bekerja. Entah karena tergiur dengan berbagai macam keunggulan produk yang ditawarkan produsen terkait susu formula, makanan instan, suplemen vitamin dan lain sebagainya. Mereka lebih memilih memberikan makanan pengganti tersebut dibanding memberikan asi dan makanan olahan sendiri yang alami untuk memenuhi asupan gizi anak-anaknya. Hal ini diperparah dengan kondisi sebagian dari mereka yang memiliki tingkat pengetahuan mengenai kesehatan rendah dikarenakan segi pendidikannya pun rendah.

Memang sudah seharusnya hal tersebut menjadi tanggung jawab negara untuk mencari solusinya. Namun, alih-alih memecahkan masalah ini dengan rancangan kerja yang serius, lagi-lagi pemerintah memberikan solusi konyol dengan menghimbau pada masyarakat agar memelihara ayam untuk pemenuhan gizi keluarganya. Ungkapan senada pun sebelumnya pernah dilontarkan para pesohor negeri ini seperti, mengganti konsumsi daging dengan keong sawah, menghimbau masyarakat agar tidak rakus (makan banyak) sebagai solusi. Bukannya menjadi solusi, hal ini justru menambah beban masyarakat kalangan bawah. Bagaimana tidak, untuk memenuhi asupan gizi yang baik untuk keluarga saja sangat sulit, apalagi ditambah dengan pemenuhan pakan ayam kelak, karena jika tidak terpenuhi ayam tersebut juga tidak akan produktif. Selain itu ketersediaan lahan pun harus dipikirkan karena ayam memerlukan kandang dan pekarangan. Lantas bagaimana dengan masyarakat yang tinggal di kawasan padat penduduk, rumah susun, rumah petak dan daerah-daerah kumuh yang sebenarnya tak layak huni. 

Sepatutnya negara tidak sekedar membuat gerakan nasional yang bertumpu pada keaktifan anggota masyarakat saja. Namun negara dituntut membuat kebijakan menyeluruh dan secara aktif dalam menghapus kemiskinan. Dilakukan dengan mengelola sumber daya alam yang benar serta memaksimalkan pemberian layanan kebutuhan masyarakat secara gratis dan berkualitas.

Adanya program tersebut menjadi bukti bahwa makin lepasnya tanggung jawab pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan rakyat.

Inilah potret kehidupan sistem kapitalis, negara tidak mampu menjadi pelayan bagi rakyatnya sebagaimana mestinya. Negara memosisikan diri hanya sebagai penyedia jasa bagi para pemilik modal. Relasi antara pemerintah dan masyarakat layaknya penjual dan pembeli. Pelayanan akan disesuaikan dengan daya beli. Ketika daya belinya tinggi maka akan mendapatkan yang terbaik, begitu pun sebaliknya.

Sebagai agama paripurna Islam memiliki seperangkat aturan hidup yang menyeluruh. Terkait sandang, pangan dan papan adalah kebutuhan dasar setiap rakyat yang pemenuhan kebutuhannya menjadi tanggung jawab negara. Sebagaimana sabda Nabi Saw.,

“Seorang iman (pemimpin) pengatur dan pemelihara urusan rakyatnya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Sebagaimana yang pernah dilakukan Khalifah Umar Bin Khathab saat menemukan rakyatnya yang kelaparan. Beliau langsung membawa sendiri sekarung makanan untuk keluarga tersebut. Apa yang dilakukan Khalifah Umar adalah semata-mata karena ketakutannya atas azab Allah Swt. karena dalam mengemban amanah sebagai kepala negara, masih ada rakyatnya yang terzalimi. 

Pembiayaan untuk hal tersebut didapatkan dari sumber daya alam yang telah Allah anugerahkan. Mekanisme pengelolaannya disandarkan sesuai dengan syariat. Islam mempunyai seperangkat aturan terkait kepemilikan, ada kepemilikan individu, umum dan negara, hasilnya masuk ke dalam baitulmal yang menjadi pusat kekayaan negara. Harta tersebut diatur sedemikian rupa untuk kemakmuran dan kesejahtetaan rakyat di seluruh aspek tak terkecuali masalah kesehatan. Maka dari itu masalah stunting tidak akan terjadi dengan adanya peran aktif dan perhatian nyata dari pemimpin.

Oleh karena itu, kembali pada aturan Islam adalah satu-satunya solusi bagi seluruh permasalahan di dunia tak terkecuali di negeri ini. Aturan Islam yang diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai khilafah yang mengikuti metode kenabian.

Wallahu a'lam bi ash shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post