Duka Umat Islam Tanpa Khilafah

Oleh : Hamsina Halisi Alfatih

Genosida yang menghantam hampir seluruh negeri-negeri muslim, membawa catatan kelam betapa umat muslim saat ini benar-benar membutuhkan perisai. Rohingya, palestina, Suriah, Afganistan, Uyghur dan lainnya telah menambah daftar panjang krisis kemanusian akibat penjajahan musuh-musuh islam.

Berbagai kecamanpun datang dari bebagai negara mengutuk keras tindakan atas krisis kemanusiaan yang  dilakukan oleh pemerintah China terhadap minoritas muslim Uyghur, tak terkecuali Indonesia.

Parahnya pemerintah Indonesia tetap diam mengenai topik tersebut, sampai minggu lalu ketika masalah ini diangkat di parlemen. (Tempo.co, 24/12/19)

Diamnya pemerintahan Indonesia Sebagai negara mayoritas muslim terbesar didunia, menandakan tak hanya minim perhatian terhadap ikatan persaudaraan sesama muslim.  Tetapi, hal ini diperkuat dengan hutang Indonesia terhadap China. Tak hanya itu justru dibalik penindasan terhadap muslim Uyghur tersebut, China justru  berupaya membujuk sejumlah organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, media Indonesia, hingga akademisi agar tak lagi mengkritik dugaan persekusi yang diterima etnis minoritas Muslim Uyghur di Xinjiang.

Laporan the Wall Street Journal (WSJ) yang ditulis Rabu (11/12), memaparkan China mulai menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam tersebut setelah isu Uyghur kembali mencuat ke publik pada 2018 lalu. (Cnnindonesia, 12/12/19)

Upaya yang dilakukan China terbilang sukses ketika membungkam salah satu ormas dengan sejumlah donasi agar diam terhadap penindasan muslim Uyghur. Namun, dibalik upaya yang dilakukan China tersebut, justru di sejumlah negara melakuan aksi protes terhadap China. Hal yang sama pun dilakukan disejumlah daerah di Indonesia.

Sekat-sekat Nasionalisme dan Jebakan Hutang

Semenjak runtuhnya daulah Utsmaniyyah 96 tahun yang lalu, umat islam kemudian berdiri tanpa penopang dan perisai. Ibarat anak ayam yang kehilangan induknya, umat islam kemudian terpisahkan oleh sekat-sekat nasionalisme. Munculnya penjajahan, penindasan, pembunuhan, hal itu harus dihadapi oleh sebagian negeri muslim tanpa campur tangan negeri muslim lainnya.

Sekat-sekat nasionalisme pula menjadikan para pemimpin muslim apatis terhadap penindasan kaum muslim seperti Uyghur. Bentuk nasionalisme yang sering didengungkan dalam persatuan disetiap Negara nyatanya memiliki titik buruk dan rapuh. Sebuah ikatan pemersatu yang hanya bersandar pada aspek emosional dan kebangsaan ini justru menjadi alat penjajahan para kapitalis yang memanfaatkan kepentingan tiap bangsa dengan memecah belah dunia menjadi Negara-negara parsial. Hingga kemudian menyerang tanpa senjata bahkan setiap bangsa harus mengikuti kemauan dari si pemilik modal, hal yang tengah dialami Indonesia sendiri saat ini.

Dilain pihak, adanya riset yang menunjukan  diamnya Indonesia soal Uyghur dipicu karena investasi China. Dalam laporan terbaru yang berjudul Explaining Indonesia's Silence on the Uyghur Issue yang diterima CNNIndonesia.com, (12/06/19), IPAC menuturkan "China adalah mitra dagang terbesar dan juga investor kedua terbesar" Indonesia.

Tak heran bila, hingga saat ini pemerintahan Indonesia tak bersuara lantang terhadap China atas penindasannya terhadap muslim Uyghur. Disisi lain, justru Indonesia sendiri membuka keran kekuasaan terhadap China untuk menguasai berbagai SDA dan aset-aset negara. 


Padahal sebagai pemerintahan yang memiliki penduduk dengan mayoritas muslim terbesar di dunia harusnya wajib untuk menolong muslim Uyghur yang saat ini mengalami penindasan.

Perintah al-Quran kepada kaum Muslim sangat jelas. Saat saudara mereka ditindas dan meminta pertolongan, kaum Muslim wajib memberikan pertolongan kepada mereka. Allah SWT berfirman:

وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ

Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama maka kalian wajib memberikan pertolongan (TQS al-Anfal [8]: 72).
Uyghur telah lama menjerit meminta tolong kepada kaum Muslim. Mereka ingin diselamatkan. Karena itu wajib atas kaum Muslim didunia, termasuk Pemerintah dan rakyat Indonesia, melindungi mereka; memelihara keimanan dan keislaman mereka; sekaligus mencegah mereka dari kekufuran yang dipaksakan kepada mereka.

Namun, saat ini tak ada seorang pemimpin Muslim pun yang mau dan berani mengirimkan pasukan untuk menyelamatkan mereka. Sungguh tak ada yang mempedulikan mereka. Termasuk penguasa negeri ini, yang penduduk Muslimnya terbesar di dunia. Jangankan memberikan pertolongan secara riil, bahkan sekadar kecaman pun tak terdengar dari penguasa negeri ini.

Selamatkan Uyghur dengan Khilafah

Daftar panjang penderitaan umat Islam saat ini, tak hanya dialami oleh muslim Uyghur saja. Nasib serupa juga dialami oleh Muslim Rohingya, Pattani Thailand, Moro Philipina, Palestina, Suriah, dan lain-lain. Semua penderitaan kaum Muslim ini semakin meneguhkan kesimpulan tentang betapa butuhnya umat terhadap Khilafah.

Mengapa Khilafah? Tentu karena umat Islam di berbagai wilayah mengetahui bahwa keselamatan mereka hanya ada pada Islam, juga pada kekuasaan Islam (Khilafah). Sebab Khilafah adalah perisai/pelindung sejati umat Islam. Ini berdasarkan sabda Nabi saw.:

وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Kaum Muslim akan berperang dan berlindung di belakang dia (HR al-Bukhari dan Muslim).

Inilah mengapa hanya Imam/Khalifah yang disebut sebagai junnah atau perisai, karena dialah satu-satunya yang bertanggung jawab. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi saw.:

الإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam/Khalifah itu pengurus rakyat dan hanya dia yang bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Menjadi junnah (perisai) bagi umat Islam khususnya dan rakyat umumnya meniscayakan Imam/Khalifah harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya, yakni Khilafah. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi (Khalifah) dan negara (Khilafah)-nya sama, yaitu akidah Islam. Inilah yang ada pada diri kepala Negara Islam pada masa lalu, baik Nabi saw. maupun para khalifah setelah beliau. 

Seperti ketika ada wanita Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah, sebagai kepala negara, Nabi saw. menyatakan perang terhadap mereka. Mereka pun diusir dari Madinah. Demikianlah yang dilakukan Nabi saw., sebagai kepala Negara Islam saat itu, demi melindungi kaum Muslim.

Khalifah Al-Mu’tashim, juga di era Khilafah ‘Abbasiyyah, pernah memenuhi permintaan tolong wanita Muslimah yang kehormatannya dinodai oleh tentara Romawi. Ia segera mengirim ratusan ribu pasukan kaum Muslim untuk melumat Amuriah, mengakibatkan ribuan tentara Romawi terbunuh, dan ribuan lainnya ditawan.

Demikian pula yang dilakukan oleh Sultan ‘Abdul Hamid di era Khilafah ‘Utsmaniyah dalam melindungi kaum Muslim. Semuanya melakukan hal yang sama karena mereka adalah junnah (perisai).

Semua itu tentu dasarnya adalah akidah Islam. Karena akidah Islam inilah, kaum Muslim siap menang dan mati syahid. Rasa takut di dalam hati mereka pun tak ada lagi. Karena itu musuh-musuh mereka takut luar biasa ketika berhadapan dengan pasukan kaum Muslim. Kata Raja Romawi, “Lebih baik ditelan bumi ketimbang berhadapan dengan mereka (kaum Muslim).” Bahkan sampai terpatri di benak kaum kafir, bahwa kaum Muslim tak bisa dikalahkan. Inilah generasi umat Islam yang luar biasa. Generasi ini hanya ada dalam sistem Khilafah.

Bandingkan dengan saat ini, khususnya di negeri ini. Saat al-Quran dan Nabi Muhammad saw. dinista, justru penguasanya membela sang penista. Ketika kekayaan alam milik rakyat dikuasai negara kafir penjajah, jangankan mengambil balik, dan mengusir mereka, melakukan negosiasi ulang saja tidak berani. Bahkan penguasalah yang memberikan kekayaan alam negerinya kepada negara kafir. Sebaliknya, rakyatnya sendiri terpaksa harus mendapatkan semua itu dengan susah payah dan dengan harga yang sangat mahal. Ketika orang kafir menyerang masjid dan membunuh jamaahnya, penyerangnya malah mereka undang ke istana negara.

Karena itu jelas, kita tak bisa berharap banyak kepada para pemimpin Muslim saat ini. Khilafahlah satu-satunya harapan. Sebab Khilafahlah pelindung sejati umat sekaligus penjaga agama, kehormatan, darah dan harta mereka. Khilafah pula yang bakal menjadi penjaga kesatuan, persatuan dan keutuhan setiap jengkal wilayah mereka.

Semoga dibalik semua penderitaan kaum Muslim di seluruh dunia, khususnya Muslim Uyghur, menyadarkan kita semua bahwa Khilafah sudah saatnya hadir kembali. Tak bisa lagi kaum Muslim menunggu terlalu lama. Saatnya Khilafah Rasyidah ‘ala Minhajin Nubuwwah yang kedua ditegakkan di muka bumi ini.

Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post