PUSPAGA Berbasis Hak Anak, Solusi atau Racun ?

By : Rahmi Jamilah 
(Pemerhati Sosial Masyarakat)

Keluarga sejatinya tempat mencetak generasi penerus peradaban. Struktur keluarga yang kuat dan terpadu merupakan jantung masyarakat yang kuat, stabil, dan sukses. 

Guna memberikan solusi bagi orang tua dan anak dalam menghadapi permasalahan, Provinsi Kalimantan Timur Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2 September 2019 lalu melaunching layanan satu pintu bernama Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kaltim "Ruhui Rahayu".

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Halda Arsyad, menjelaskan disebabkan karena banyaknya permasalahan keluarga yang kerap terjadi seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan, perselingkuhan, masalah anak berhadapan dengan hukum, masalah orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, dan lainnya. Puspaga ini dapat melayani dan mendampingi keluarga dalam bentuk konseling agar dapat memecahkan permasalahan keluarga dengan layanan dari tenaga profesional (psikolog dan konselor).

Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menginisiasi PUSPAGA sejak 2016. Saat ini telah terbentuk puluhan Puspaga di berbagai provinsi dan Kabupaten/Kota. PUSPAGA merupakan one stop services atau Layanan Satu Pintu Keluarga Berbasis Hak Anak untuk memberikan solusi atau jalan keluar bagi orang tua, anak, dan keluarga dalam menghadapi permasalahan pada langkah pertama pencegahan,” ujar Menteri Yohana. (web.facebook.com/kppdanpa/posts/pusat-pembelajaran-keluarga-puspaga-untuk-lindungi-anak-indonesiabogor-59-menter/1338876936238297)

Permasalahan keluarga di Indonesia hari ini memang sungguh pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Angka perceraian yang terus meningkat. Rata-rata angka perceraian naik 3 persen per tahunnya. Hampir setengah juta orang bercerai di Indonesia sepanjang 2018. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan kasus terbanyak penyebab perceraian. Tahun 2018 KPAI mencatat 5,9 juta anak menjadi pecandu narkoba. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat, sejak 2016 laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang masuk meningkat 100 persen tiap tahunnya. Dan sederet permasalahan keluarga lainnya. 

Sehingga kehadiran PUSPAGA ditengah krisis yang dihadapi keluarga hari ini seperti membawa secercah solusi. Namun, jika mengkritisi perkataan Menteri KPPPA, Puspaga  merupakan layanan satu pintu keluarga berbasis hak anak, tidaklah Puspaga akan menjadi solusi justru menjadi racun yang harus diwaspadai.

Harus diketahui bahwa hak anak yang sedang dikampanyekan ini adalah hak-hak anak yang bersumber dari Konvensi Hak Anak Internasional.  Diantara isi Konvensi Hak Anak (KHA) adalah kebebasan anak dalam beragama, berekspresi dan berpendapat. Bebas beragama dan berpendapat bagi anak dengan asas HAM justru akan menjauhkan anak dari rambu­-rambu dalam Islam, karena HAM sendiri bertentangan dengan Islam. Nilai­-nilai global yang bertentangan dengan Islam saat ini gigih ditanamkan kepada penduduk dunia termasuk Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim. 

Sejak dini anak­-anak muslim sudah diarahkan untuk memiliki pola berpikir ala Barat, yang memberikan otoritas kepada manusia untuk membuat aturan.  Dengan demikian anak­-anak muslim dibiasakan untuk menghilangkan hak Allah dalam menentukan satu pemikiran. Maka anak­-anak diarahkan kepada kebebasan dalam segala hal. 

Puspaga dengan segala macam forum bentukannya menjadi sarana efektif untuk menanamkan pemikiran mengikuti arahan Konvensi Hak Anak yang bertentangan dengan Islam. Melalui puspaga cara efektif pula menanamkan pemahaman kepada para orangtua bahwa orangtua jaman milenial saat ini harus memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. 
Jelaslah ini merupakan upaya meliberalisasi anak­-anak dan keluarga muslim.

Gambaran krisis keluarga yang dihadapi saat ini dan solusi yang diberikan pemerintah persis seperti peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. Sudahlah sengsara akibat penerarapan (pemaksaan) sistem oleh pemerintah ditambah diberi solusi berupa racun berbahaya. 

Karena sejatinya krisis keluarga saat ini adalah akibat dari  penerapan sistem politik, ekonomi, hukum dan pendidikan yang sekuler liberal kapitalistik. Sehingga menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang rusak yang disebabkan oleh pandangan hidup sekuler liberal nan permissive (sikap dan pandangan yang membolehkan dan mengizinkan segala-galanya). 

Faktor inilah yang membuat institusi keluarga yang terdiri dari pasangan suami dan istri yang tak lagi paham akan hak dan kewajibannya yang hakiki dalam berumahtangga. Orangtua abai dalam mendidik anak pun anak-anak tak lagi mengenal adab serta hak dan kewajibannya terhadap orangtua. Ditambah serangan budaya dan gaya hidup barat massif sekali melalui media visual maupun online. 

Sehingga tidak bisa tidak, demi solusi yang tuntas, negara adalah benteng sesungguhnya yang melindungi keluarga dan anak-anak. Mekanisme perlindungan dilakukan secara sistemik, melalui penerapan berbagai aturan yakni penerapan sistem ekonomi Islam. 

Beberapa kasus kekerasan anak yang  terjadi saat ini  karena fungsi ibu sebagai pendidik dan penjaga anak kurang berjalan. Karena tekanan ekonomi memaksa ibu untuk bekerja meninggalkan anaknya. Bahkan musibah besar pernah terjadi ketika seorang ibu tega memutilasi darah dagingnya sendiri karena tidak kuat menghadapi kesulitan hidup. Ada juga anak yang terpaksa menghidupi dirinya sendiri dengan menjadi anak jalanan yang rawan tindak kekerasan dan kejahatan. 

Terpenuhinya kebutuhan dasar merupakan masalah asasi manusia. Karenanya, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup dan layak agar para kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi kelaurganya. Sehingga tidak ada anak yang terlantar; krisis ekonomi yang memicu kekerasan anak oleh orang tua yang stres bisa dihindari; para perempuan akan fokus pada fungsi keibuannya (mengasuh, menjaga, dan mendidik anak) karena tidak dibebani tanggung jawab nafkah.

Dalam sistem pendidikan Islam,  negara wajib menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang akan melahirkan individu bertakwa. Individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah dan terjaga dari kemaksiatan apapun yang dilarang Allah. 
Memahami tujuan hidup di dunia adalah untuk 
menggapai ridho Allah. 

Penerapan Sistem Sosial, negara wajib menerapkan sistem sosial yang akan menjamin interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan berlangsung sesuai ketentuan syariat. Di antara aturan tersebut adalah: perempuan diperintahkan untuk menutup aurat dan menjaga kesopanan, serta menjauhkan mereka dari eksploitasi seksual; larangan berkhalwat; larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan serta perilaku yagn mengandung erotisme dan kekerasan (pornografi dan pornoaksi) serta akan merangsang bergejolaknya naluri seksual. Ketika sistem sosial Islam diterapkan maka  tidak akan muncul gejolak seksual yang liar yang memicu kasus pencabulan, perkosaan, serta kekerasan pada anak.

Pengaturan Media Massa. Berita dan informasi yang disampaikan media hanyalah konten yang membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan. Apapun yang akan melemahkan keimanan dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syara akan dilarang dan dihukum.
Penerapan Sistem Sanksi. Negara menjatuhkan hukuman tegas terhadap para pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan dan penganiayaan anak. 

Hukuman yang tegas akan membuat jera orang yang terlanjur terjerumus pada kejahatan dan akan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan tersebut. Pemahaman yang menyeluruh terhadap hukum-hukum Islam menjadi salah satu benteng yang akan menjaga setiap anggota keluarga dan anak dari terjebak pada kondisi yang mengancam dirinya.
Sementara, masyarakat juga wajib melakukan amar ma’ruf nahiy munkar. Masyarakat tidak akan membiarkan kemaksiatan massif terjadi di sekitar mereka. Budaya saling menasehati tumbuh subur dalam masyarakat Islam. Jika ada kemaksiatan atau tampak ada potensi munculnya kejahatan, masyarakat tidak akan diam, mereka akan mencegahnya atau melaporkan pada pihak berwenang.

Masyarakat juga wajib mengontrol peranan negara sebagai pelindung rakyat. 
Jika ada indikasi bahwa negara abai terhadap kewajibannya atau negara tidak mengatur rakyat berdasarkan aturan Islam maka masyarakat akan mengingatkannya.

Pada akhirnya kembali kepada sistem Islam adalah solusi permasalahan keluarga yang begitu kompleks. Sistem Islam telah terbukti mampu menciptakan peradaban manusia dan tatanan hidup yang mulia selama kurang lebih 13 abad memimpin dunia. Karena Islam mempunyai seperangkat aturan dan tata cara kehidupan yang lengkap dan sempurna, dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Wallahu’alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post