Narasi Anti Radikalisme; Legitimasi Memecah Belah Umat

Oleh : Deslina Zahra Nauli, S.Pi
Pemerhati Sosial, Member Akademi Menulis Kreatif

Beberapa pekan ini ramai disajikan narasi radikalisme di pelbagai media.  Menjadi trending topic yang diperbincangkan bahkan dianalisis oleh pelbagai pakar. Narasi ini ibarat  api dalam sekam, hal-hal tidak baik yang tidak tampak dan bahkan semakin membahayakan. Dalam perjalanannya narasi radikalisme ini cenderung terus dikaitkan dengan Islam dan kaum muslimin. Akhirnya akan membawa efek-efek negatif bagi kehidupan masyarakat, khususnya kaum muslim. 
 
Seperti dilansir CNN Indonesia (12/11/2019), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) bersama sejumlah kementerian/lembaga terkait menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penanganan radikalisme bagi kalangan aparatur sipil negara (ASN). Kementerian terkait tersebut yakni Kemenko Polhukam, Kemendagri, Kemendag, Kemenkominfo, Kemendikbud, Kemenkumham, BIN, BNPT, BIPP, BKN, KASN. Bahkan untuk mendukung program anti radikalisme ini pemerintah telah meluncurkan portal aduan untuk menekan radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Portal  aduanasn.id digunakan untuk menampung pengaduan masyarakat terhadap ASN radikal (tempo.co.id, 13/11/2019). 
Pakar administrasi negara dari Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang, menilai kanal pelaporan ASN untuk penanganan radikalisme tidak diperlukan. Sebab kanal semacam itu tidak dikenal dalam Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara. Di undang-undang ASN, pemantauan terhadap pegawai pemerintah dilakukan oleh internal pengawas yang dilakukan secara berjenjang. Jika ditemukan ada ASN yang terlibat, maka yang pertama harus dilakukan adalah pembinaan dan selanjutkan sanksi disiplin. Maka, katanya, jika peran internal pengawas dianggap kurang semestinya dikuatkan. Bukan dengan membuat kanal pelaporan.

Sementara itu, adanya kanal pelaporan menunjukkan pemerintah gagal membina para bawahannya. Yang lebih ia khawatirkan, kanal tersebut menjadi alat represi pemerintah lantaran dilakukan tanpa melewati mekanisme yang sudah ada (bbc.com, 13/11/2019).

Jika dicermati, adanya penanganan radikalisme sungguh berlebihan. Secara tidak langsung telah menyebarkan narasi memecah belah rakyat. Sehingga, terbentuklah dua kelompok yakni kelompok radikalisme dan anti radikalisme. Mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan memata-matai sesama warga negara. Celakanya juga, narasi radikalisme ini cenderung dikaitkan dengan umat Islam dan simbol-simbolnya. Seperti cadar dan celana jingkrang yang ramai beberapa waktu lalu. Sehingga, tindakana memata-matai ini niscaya akan ditujukan kepada kepada umat Islam. Padahal memata-matai sesama muslim haram hukumnya. Termasuk dosa besar sebagaimana firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu melakukan tajassus (mencari-cari keburukan orang).” (TQS. Al-Hujurat [49]: 12). 
Selanjutnya, di balik narasi anti radikalisme yang cenderung terus-menerus dimunculkan. Sebetulnya ada propaganda untuk menguatkan satu arus pemikiran dan sikap tertentu. Ada sejumlah kalangan yang mengklaim diri sebagai “Islam moderat”. Di samping itu, terus-menerus mengucilkan kelompok-kelompok lain yang dituduh “Islam radikal”. Padahal semua istilah tersebut tidak dikenal dalam Islam. Baik istilah “Islam moderat” atau “Islam radikal” hanyalah ciptaan Barat penjajah. Mereka memecah-belah kaum muslim. “Islam moderat” tidak lain adalah Islam yang bisa menerima semua unsur peradaban Barat. Seperti demokrasi, HAM, pluralisme, kebebasan, sekularisme dll. “Islam moderat” inilah yang dikehendaki Barat. Sebaliknya, Islam yang anti peradaban Barat akan langsung mereka cap sebagai “Islam radikal”. Umat wajib bersatu, tak boleh terpecah-belah. 
Agenda Persatuan Umat
Sudah selayaknya umat menyadari bahwa narasi radikalisme itu sebenarnya merupakan legitimasi untuk memecah belah umat. Saatnya umat bersatu untuk menghadapi narasi tersebut.  Umat seharusnya kembali berpegang teguh pada tali agama Allah. Sebagaimana firman-Nya, “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah seraya dengan berjama’ah dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (TQS. Ali ‘Imran [3]: 103). 

Berikutnya, umat wajib disibukkan dengan agenda persatuan yang hakiki. Yakni perjuangan menegakkan hukum-hukum Allah agar carut marut dan penderitaan di negeri ini segera berakhir. Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post