Maulid Nabi Momentum Fokuskan Perjuangan

Oleh : Mahdiah S. Pd 
(pemerhati Sosial) 

"Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan pernah ada hijrah. Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan ada  Perang Badar. Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan ada penaklukan kota Makkah. Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan pernah ada umat Islam. Andai tak ada kelahiran Nabi, tentu tak akan pernah ada dunia ini." (Al - 'Allamah Sayyid Muhammad 'Alwi al-Maliki)

Euforia suka cita kembali terpancar dari wajah - wajah umat Islam. Ya umat Islam di bulan Rabiul Awwal, secara serentak hampir di seluruh belahan dunia, tanpa komando mengenang momentum kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw. Momentum ini sangat penting bagi seluruh kaum muslimin. Selain sebagai perwujudan rasa cinta terhadap Nabi Muhammad saw, juga sebagai upaya memfokuskan kembali perhatian kita pada sosok manusia paling berjasa dan paling berpengaruh sepanjang peradaban.

Keberpengaruhannya masih terasa hingga detik ini, karena beliau adalah the real of hero. Bahkan seandainya Michael H Hart tidak menempatkan Nabi Muhammad saw di urutan pertama, sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia dalam buku yang ditulisnya. Maka hal itu tidak akan berpengaruh apa-apa sebab kisah heroik beliau tercatat abadi dalam Al-Qur'an.

Beliau adalah sosok paripurna dalam keteladanan. Sehingga kaum muslimin baik laki-laki maupun wanita, pemuda maupun yang sudah tua tidak perlu repot - repot mencari sosok yang layak dijadikan "idola" dan diteladani. Mencintai beliau saw adalah keharusan sebab Allah SWT sendiri yang telah memerintahkan. Allah SWT berfirman:

"Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri dan keluarga kalian, juga kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik." (TQS at-Taubah [9]: 24).

Juga sabda Nabi saw:

"Tidak sempurna Iman seseorang sampai aku lebih ia cintai daripada anaknya, kedua orang tuanya, dan manusia seluruhnya (HR Muslim). 

Dengan demikian tidak ada alasan untuk tidak mencintai Nabi saw, karena hal tersebut merupakan konsekuensi dari syahadat yang kita ucapkan. Dan pembuktiannya harus kita wujudkan dengan ketaatan dalam menjalankan  seluruh syariat yang dibawanya.

Hal ini dipertegas oleh firman Allah SWT:

“Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku.” (TQS Ali Imran [3]: 31).

Inilah konsekuensi dari mencintai Nabi saw, yakni mengamalkan dengan totalitas isi Al-Qur'an, yang tidak hanya menyangkut ibadah ritual dan akhlak saja, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan. Kita dituntut untuk mengikuti dan meneladani Nabi saw dalam seluruh perilakunya: mulai dari akidah dan ibadahnya seperti makanan dan minuman, juga cara berpakaiannya. Kemudian meneladani akhlaknya, seperti menjalankan muamalah yang sesuai dengan hukum syara dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum, dan pemerintahan.

Jika kita benar-benar mencintai Nabi saw, maka kita tidak akan memilih amalan yang disukai saja ataupun hanya melaksanakan amalan yang gampang saja. Karena mencintai Nabi saw adalah meneladani semua perbuatannya. Suka atau tidak, mudah atupun sulit. 

“Dan apa yang diberikan Rasul (Shallallahu ‘alaihi wasallam) kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (TQS. Al-Hasyr: 07). 

Ayat di atas membawa konsekuensi dan kewajiban yang tidak mudah bagi banyak orang, seperti meninggalkan riba, menghindari leasing. Juga melakukan dakwah dan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar sekalipun beresiko tidak disukai oleh banyak pihak. Namun itulah yang akan menjadi hujjah bahwa cinta kita kepada Nabi saw bukan cinta palsu. 

Wallahu'alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post