Kaum Milenial Butuh Penguatan Keislaman

Oleh : Elis Herawati 
Ibu Rumah Tangga

Belakangan ini isu radikalisme menggema di seluruh Nusantara, tak terkecuali dalam ranah pendidikan dan  kaum milenial. Isu radikalisme ini kemudian mendapat perhatian dari  FKDM Kabupaten Bandung. Wujud dari perhatian ini adalah terselenggaranya sebuah agenda diskusi khusus untuk generasi milenial bertema “Tantangan Generasi Milenial Dalam Menangkal Radikalisme” di Saung Bilik Soreang Kabupaten Bandung, Kamis (21/11/2019). Ketua Bidang Kerjasama antar lembaga FKDM Kabupaten Bandung, A Sobirin mengatakan, dalam diskusi  kali ini pihaknya menekankan agar generasi milenial mengetahui secara jelas apa itu radikalisme, dan bagaimana upaya mencegahnya sebagai bagian dari mempertahankan NKRI (www.dara.co.id). 

Tidak sadarkah akan penyimpangan perilaku oleh remaja dan pelajar bukan saja agresifitas dan kekerasan, tapi sudah komplek. Mulai dari yang sederhana seperti mencontek, melawan guru dan orang tua sampai seks bebas, aborsi, prostitusi pelajar, narkoba dan kekerasan semisal tawuran, gang motor dan pembunuhan. 

Namun anehnya hanya dikategorikan ‘kenakalan’ remaja. Kemudian ada perlindungan terhadap mereka karena dikategorikan masih di bawah umur. Padahal tindak tanduknya sudah melebihi orang dewasa. Membunuh, memperkosa, menculik dan memutilasi, bukankah itu kejahatan tingkat tinggi? Keanehan negeri ini juga terlihat dari penanganan masalah dunia pelajar dan remaja. Sejumlah instansi seperti Kemenag, dinas pendidikan, hingga kepolisian turun ke sekolah memberikan ceramah tentang bahaya radikalisme bagi pelajar. Dan turun ke kalangan masyarakat untuk menggelar diskusi khusus bagi generasi milenial. Semua dilakukan untuk menangkal apa yang disebut ancaman radikalisme Islam.

Isu radikalisme adalah proyek barat untuk menjaga kepentingan mereka untuk menguasai dunia. Namun benarkah pemahaman Islam yang ‘radikal’ ancaman negeri ini? Radikal seperti apa yang dimaksud? Bila yang dimaksud radikal melakukan ancaman terorisme, maka kita semua sepakat itu adalah ancaman. Tapi bila yang dimaksud radikalisme adalah semangat remaja kaum milenial dan pelajar mengamalkan syariat Islam, dari manakah ancamannya? Itu adalah perintah dalam al-Qur’an dan sunnah. Bagi seorang muslim, Allah adalah ahkamulhakimin alias sebaik-baik pemberi ketetapan hukum. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bukankah Allah adalah sebaik-baik pemberi ketetapan hukum?” (QS. At-Tiin: 8). Lalu mengapa justru yang digalakkan adalah program deradikalisasiagama, bukannya justru penguatan agama yang harus dilakukan?

Buruknya perilaku dan budi pekerti seseorang dikarenakan kering dari pemahaman agama, kosong dari nilai keimanan dan ketaatan pada Allah SWT. Padahal agama Islam memberikan dasar kehidupan. Perilaku seorang yang taat beragama akan dikendalikan oleh imannya. Deradikalisasiislam yang dijalankan justru memperburuk kondisi mental para kaum milenial. Deradikalisasiislam menciptakan Islamphobia, dan menjadi alat penghalang perjuangan islam. Akibatnya  muslim menjadi takut atau setidaknya membatasi kajian agama anak-anak mereka. Sudah banyak cerita orang tua yang melarang anaknya ikut kajian-kajian keislaman.

Lantas, bila kajian keislaman menjadi sepi peminat, lalu apa yang bisa memperbaiki kepribadian para pelajar kita? Sedangkan lingkungan hari ini menawarkan budaya liberalisme-hedonisme. Di internet beragam konten seks bebas, LGBT, kekerasan, anti-agama merajalela. Karena sekulerisme sudah menjadi pijakan kehidupan masyarakat termasuk di dalam dunia pendidikan. Pelajaran agama memang ada, tapi ia sudah kehilangan ruhnya. Pelajaran agama hanya sekedar materi hafalan sebagaimana pelajaran biologi dan bahasa Indonesia. Minim dorongan untuk mengamalkan karena tidak ditopang dengan kekuatan akidah sebagai dasar pembelajaran.

Semua ini menunjukkan kegagalan rezim dalam menjalankan fungsi kepemimpinan, yang disebabkan karena 2 faktor, yaitu rezim tidak punya konsep bernegara yang kuat dan tangguh, selanjutnya rezim dibangun atas asas yang keliru yaitu asas sekularisme.

Berbeda halnya ketika Islam diterapkan selama 13 abad, sangat jarang terjadi kriminalitas. Syariat Islam ditegakkan bertujuan untuk mencegah kemungkaran dan mendatangkan kemaslahatan. Sistem sanksi dalam Islam diterapkan untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Islam memiliki landasan filosofis dan ideologis dalam menetapkan hukum. Yaitu memiliki sistem pencegah dan sanksi tegas yang memilili efek jera bagi yang menyalahi aturan. Sistem Islam yang diterapkan oleh negara yang dicontohkan Rasulullah Saw dan para Khalifah setelahnya. Yakni sistem Khilafah Islamiyah, bukan demokrasi ala Amerika ataupun komunisme ala Cina.
Wallahu’alam Bi Shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post