Dampak Kenaikan BPJS

Oleh : Ade Irma

Lagi dan lagi iuran BPJS Kesehatan naik. Seolah tak ada kesudahan dalam polemik BPJS. Alih-alih kehadirannya memberikan kemudahan  bagi rakyat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik. Namun malah sebaliknya. Rakyat kian dipersulit dengan adanya BPJS. Sudahlah pelayanan kesehatan kurang baik, fasilitas yang tidak memadai bagi pengguna kartu BPJS dan penanganan yang lambat. Kini BPJS kembali menaikkan iuran bulanan bagi pengguna BPJS. Miris sekali.

Dilansir dari laman JAKARTA, KOMPAS.com - Mulai 1 Januari 2020, iuran BPJS Kesehatan naik hingga lebih dari dua kali lipat. Kenaikan ini disinyalir sebagai akibat kinerja keuangan BPJS Kesehatan yang terus merugi sejak lembaga ini berdiri pada 2014.

Oleh karena itu, diperlukan stimulus agar lembaga tersebut dapat tetap berjalan melayani masyarakat yang membutuhkan fasilitas kesehatan.

Namun, di sisi lain, kenaikan premi BPJS Kesehatan juga bisa menimbulkan persoalan lainnya.

Kenaikan premi BPJS Kesehatan ini diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019.

Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).

Adapun besaran iuran yang harus dibayarkan yaitu Rp 160.000 untuk kelas I dari sebelumnya Rp 80.000, sedangkan pemegang premi kelas 2 harus membayar Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000.

Sementara itu, kelas 3 sedikit lebih beruntung karena kenaikan yang dialami lebih kecil, yakni dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
.
Kenaikan ini disinyalir sebagai akibat kinerja keuangan BPJS Kesehatan yang terus merugi sejak lembaga ini berdiri pada 2014.

Oleh karena itu, diperlukan stimulus agar lembaga tersebut dapat tetap berjalan melayani masyarakat yang membutuhkan fasilitas kesehatan.

Namun, di sisi lain, kenaikan premi BPJS Kesehatan juga bisa menimbulkan persoalan lainnya.

Kenaikan premi BPJS Kesehatan ini diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019.

Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).

Adapun besaran iuran yang harus dibayarkan yaitu Rp 160.000 untuk kelas I dari sebelumnya Rp 80.000, sedangkan pemegang premi kelas 2 harus membayar Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000.

Sementara itu, kelas 3 sedikit lebih beruntung karena kenaikan yang dialami lebih kecil, yakni dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Alasan kenaikan iuran BPJS ini karena adanya defisit sebagaimana yang disampaikan olehKepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf, kenaikan iuran ini diyakini akan memperbaiki postur keuangan mereka.

Tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 32,8 triliun.
"Jangan ragu iuran naik, defisit tak tertangani. Ini sudah dihitung hati-hati oleh para ahli," kata Iqbal di Jakarta, Sabtu (2/11/2019).

Namun, bukan kali ini saja defisit terjadi. Bahkan, sejak lembaga itu berdiri sudah mengalami defisit hingga Rp 3,3 triliun.

Kehadiran BPJS Kesehatan pula membuat banyak polemik defisit BPJS di berbagai pemberitaan Nasional. BPJS Kesehatan memproyeksi defisit hingga akhir tahun 2018 mencapai Rp 28 triliun. Namun dengan perhitungan terbaru defisit meningkat menjadi Rp 32,8 triliun. Diketahui defisit BPJS terjadi lantaran pendapatan iuran dari peserta kesehatan yang tak sebanding dengan pembayaran manfaat.

Bahkan, DPD RI menyebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah gagal dalam tugasnya. Pasalnya, program jaminan kesejatan kepada masyarakat itu masih ambigu dan tidak memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat. Hal itu tertuang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komite III DPD RI dengan perkumpulan dokter seluruh Indonesia.(Indopos/05122018)

Ketidak seimbangan layanan kesehatan bagi pasien BPJS dengan jumlah pasien yang berdatangan, serta kegagalan BPJS menjalankan tugasnya merupakan bukti bahwa BPJS adalah topeng kebobrokan rezim sekuler demokrasi. Rakyat yang menjerit tidak akan terdengar suaranya di rezim ini. Para aktor rezim sejatinya hanya mementingkan diri mereka sendiri. Tidak peduli apa yang tengah terjadi dengan rakyatnya.

Hal itu membuka tabir kegagalan pemerintah dalam mengurusi kebutuhan hidup rakyat. Program BPJS yang digadang-gadang Pemerintah sebagai solusi penyediaan layanan kesehatan untuk rakyat dengan mekanisme rakyat membayar iuran BPJS setiap bulanya sesuai jenis kelas yang mereka pilih merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan. Memberikan jaminan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi rakyat adalah kewajiban negara dan pemerintah dalam mewujudkanya secara cuma-cuma tanpa memungut biaya sepersenpun dari rakyat.

Pada faktanya pemimpin negeri ini telah mengambil keputusan yang akhirnya menjadi beban baru bagi rakyat. Semua ini tak lepas dari sistem yang sekian lama telah menaungi Indonesia. Sistem rusak yang berasal dari paradigma berpikir yang salah melahirkan berbagai kebijakan yang jauh dari nilai-nilai Agama. 

Sistem sekuler kapitalis akan memunculkan pemimpin yang tunduk dengan para kapital. Pemimpin yang rela mengorbankan kesejahteraan rakyat demi memuaskan hasrat berkuasa dan kekayaan semata.

Mudahnya pemerintah negeri ini menyerahkan kekayaan alam Indonesia kepada para kapital menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap mereka. Kekayaan Alam yang notabenenya adalah milik seluruh rakyat negeri ini, menjadi salah satu pos pemasukan negara dengan dikelola secara profesional oleh negara yang kemudian hasilnya diserahkan kepada rakyat mampu membiayai kebutuhan rakyat termasuk penyediaan layanan kesehatan.

Akan tetapi, ketika kekayaan alam itu telah dikelola pihak kapital maka negara telah kehilangan salah satu pos pemasukan yang besar. Maka menjadi hal yang wajar negara tidak memiliki biaya untuk menyediakan layanan kesehatan terhadap rakyat.

Sistem sekuler Kapitalis layak untuk dicampakkan sebagai solusi untuk keluar dari keterpurukan yang menimpa. Maka satu-satunya solusi atau obat bagi rakyat saat ini adalah diterapkannya Islam Kaffah dibawah naungan Daulah Islam(Negara Islam). Karena hanya Daulah Islam-lah yang mampu menjamin kesehatan bagi seluruh rakyatnya. Rakyat akan dijamin kesehatannya oleh Negara.

Terbukti pada masa Kekhilafahan pada masa itu menyediakan banyak rumah sakit kelas satu dan di beberapa kota : Baghdad, Damaskus, Kairo, Yerusalem, Alexandria, Cordova, Samarkand dan lainya. Kota Baghdad memiliki enam puluh rumah sakit dengan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan serta memiliki lebih dari 1.000 dokter.

Rumah sakit umum seperti Bimaristan al-Mansuri, didirikan di Kairo pada tahun 1283, mampu mengakomodasi 8.000 pasien. Ada dua petugas untuk setiap pasien, dan pasien mendapat ruang tidur dan tempat makan sendiri. Para pasien baik rawat inap maupun rawat jalan di beri makanan dan obat-obatan secara gratis.

Ada juga apotik dan klinik berjalan untuk perawatan medis bagi orang-orang cacat dan mereka yang tinggal di desa. Sang Khalifah, Al-Muqtadir Billah, memerintahkan bahwa setiap unit apotik dan klinik berjalan harus mengunjungi setial desa dan tetap disana untuk beberapa hari.

Maka sudah selayaknya kita kembali ke aturan Islam yang menentramkan dan membawa kebaikan bagi seluruh alam. Wallahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post