Cinta Nabi Saw, Cinta Syariat



Oleh : Nur Fitriyah Asri
Mubalighah Jember

Marhaban Ya Nabi salam alayka 
Marhaban Ya Rasul salam alayka 
Marhaban Ya Habib salam alayka
Marhaban Salawatullah alayka 

Lirik lagu salawat Ya Nabi Saw, ramai dilantunkan di langgar-langgar, di surau dan di Masjid-masjid, di seluruh penjuru tanah air.  Baik di desa maupun di kota. Dalam rangka memperingati maulid Nabi Muhammad Saw.

Salah satu bentuk dan wujud cinta kita kepada baginda Rasulullah Saw, yang bisa mengantarkan seorang muslim masuk surga bersama-sama dengan Nabi Muhammad Saw di akhirat kelak.
Anas bin Malik ra. menuturkan: Seorang Arab berkata kepada Rasul Saw, "Kapan hari kiamat?" Rasulullah Saw balik bertanya kepada dia, "Apa yang telah engkau siapkan untuk menghadapi hari kiamat?" Dia berkata, "Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya," Beliau bersabda, "Engkau bersama dengan yang engkau cintai," (HR Muslim, an-Nasa'i, al-Bazar dan Ibnu Khuzaimah).

Cinta yang dimaksud bukan sembarang cinta, apalagi cinta dusta. Akan tetapi cinta suci yang nyata dan sempurna (cinta hakiki).
Anas bin Malik menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ رواه البخاري

“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sehingga menjadikan aku lebih ia cintai dari  orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia”. (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu hibban).

Mencintai Rasulullah Saw hukumnya wajib, bahkan termasuk kewajiban terbesar dalam agama.Tidak sempurna iman seorang hamba, kecuali dengannya. Oleh karena itu, Allah Swt memerintahkan umat ini untuk mencintai Rasulullah Saw melebihi dirinya, keluarga, harta dan seluruh manusia.

Allah Swt berfirman :
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. "Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (at Taubat : 24)

Para sahabat senantiasa berlomba-lomba menunjukkan cintanya kepada Rasulullah Saw. Dengan meneladani beliau, karena sebagai uswatun hasanah. Sebagaimana firman Allah Swt: "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mendapat (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (TQS al-Ahzab: 21)

Mengikuti dan mensuri tauladani Rasulullah,  merupakan kewajiban yang diperintahkan Allah. Karena sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan kecintaannya kepada Allah Swt. Siapapun yang mencintai Allah, dia harus mengikuti Rasulullah Saw. Firman Allah Swt: "Katakanlah (hai Muhammad), jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku (Nabi Saw), niscaya Allah akan mencintai kalian, dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang." (TQS Ali Imran: 31)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan: "Ayat tersebut menjadi hakim atas orang-orang yang mengaku mencintai Allah, namun ia tidak berjalan di atas sunah dan petunjuk beliau yang mencakup akidah dan syariat Islam.

Jadi sangat menyedihkan dan patut dipertanyakan, mereka yang mengatakan mencintai dan meneladani Rasul Saw, tapi tidak mau mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.Tidak mau menjalankan syariat Islam yang bersumber pada Alquran dan Hadis.
Maka cintanya palsu atau dusta.Terlebih merendahkan syariah, terjangkit islamofobia yaitu takut pada agamanya, mengkriminalisasi syariat Islam, menolak diterapkannya syariah dalam formalisasi negara. Sungguh cintanya palsu dan dusta. Mana mungkin bisa hidup di surga bersama Rasulullah Saw.

Sejatinya hanya cinta yang benar dan ikhlas, (cinta hakiki) sajalah yang melahirkan ketaatan. Intinya ketaatan kepada Nabi Saw harus dibuktikan dengan ketaatan yang menyeluruh dalam segala hal.
Allah Swt berfirman

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (TQS al-Hasyr: 7)

Makna tersebut terkait pembahasan harta rampasan perang. Namun, menurut Imam az- Zamakhsyari (w. 538 H), mempunyai makna yang bersifat umum, yakni meliputi semua yang diberikan dan dilarang Rasul Saw.

Ketaatan kepada Rasulullah Saw seharusnya taat kepada syariah secara totalitas. Ketika Rasulullah berada di Madinah, telah mencontohkan, bagaimana syariat Islam diterapkan secara individu, keluarga, masyarakat dan negara. Karena Islam mengatur urusan manusia di semua lini kehidupan yang meliputi hablumminallah (akidah dan ibadah). Hablumminannafs (Makanan, minuman, pakaian dan akhlak) dan hablumminnannas (keluarga, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, politik dalam dan luar negeri, pemerintahan, uqubat (sangsi peradilan).
Hukum syariat tersebut hanya bisa diterapkan oleh institusi negara yang disebut dengan khilafah dipimpin seorang khalifah.

Termasuk meneladani dan mencintai Rasulullah Saw, adalah menegakkan negara khilafah. Khilafah inilah yang menyatukan  dan melindungi umat Islam. Para sahabat, imam madzab dan ulama telah menegaskan  kewajiban ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Nawawi (w.676 H) dalam syarah shahih Muslim, "Mereka (para sahabat) telah sepakat bahwa wajib atas kaum muslimin mengangkat seorang khalifah."

Walaupun untuk tegaknya kembali khilafah dihadang, ditolak dan  dikriminalisasi. Khilafah akan tetap tegak, karena merupakan janji Allah (TQS an-Nur: 55) dan bisyarah Rasulullah Saw.
Memperjuangkan tegaknya khilafah adalah bukti cinta hakiki kepada Rasulullah Saw. Cinta hakiki inilah yang melahirkan ketaatan total kepada Allah dan Rasul-Nya.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (TQS an-Nisa': 64)

Wallahu a'lam bisshawab.


#sudah dipublikasikan di http://suaramubalighah.com

Post a Comment

Previous Post Next Post