Buruh Diperah, Upah tidak Bertambah?

Oleh : Kunthi Mandasari
Pemerhati Generasi, Member AMK

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak wacana Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah yang akan meninjau skema pengupahan terhadap buruh di kabupaten/kota. Bila ini terjadi maka Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bakal dihapus dan hanya mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP).

Hal ini tentu merugikan kalangan buruh terutama bagi kabupaten atau kota yang selama ini punya UMK jauh di atas UMP. Beberapa UMK yang jauh di atas UMP antara lain Karawang dan Kabupaten/Kota Bekasi.

Salah satu yang menjadi dasar penentu upah minimum adalah standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berdasarkan Peraturan Presiden No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Adapun standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) diatur dalam komponen-komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012. Pada dasarnya setiap daerah memiliki komponen harga berbeda. Sehingga penghapusan UMK akan mempersulit kaum buruh yang terbiasa menerima gaji sesuai UMK.

Selain KLH, penetapan upah minimum juga memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana kita ketahui, resesi ekonomi global akan memberikan dampak tersendiri. Mengingat pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan dan terjadi kontraksi perekonomian di beberapa negara maju.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa, 5/11/19, data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019. Pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5,02% secara tahunan atau year-on-year (YoY) di kuartal III-2019. PDB tersebut melambat dibandingkan dengan kuartal I dan II-2019 yang tumbuh 5,07% dan 5,05%. PDB kuartal III bahkan menjadi yang terendah sejak kuartal II 2017. (cnbcindonesia.com, 09/11/2019)

Di tengah situasi ekonomi yang diprediksi kian memburuk, rencana penghapusan UMK dianggap menjadi solusi untuk menyelamatkan keberlangsungan perusahaan. Dengan penghapusan UMK, perusahaan bisa menekan pengeluaran dan mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Namun, di sisi lain penghapusan UMK dianggap merugikan kaum buruh. Wacana penghapusan UMK dianggap bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan dan secara sistematis akan memiskinkan kaum buruh. Lagi dan lagi, buruh yang harus menjadi korban. Penerapan sistem kapitalis lebih berpihak pada pemilik modal. Oleh karenanya, penerapan sistem kapitalis jauh dari kata keadilan dan kesejahteraan. Selain itu solusi yang selama ini ditawarkan hanya solusi tambal sulam. Sehingga permasalahan perburuhan tak  kunjung terselesaikan.

Pada dasarnya, carut-marutnya permasalahan perburuhan disebabkan oleh kesalahan tolok ukur yang digunakan kapitalis untuk menentukan upah buruh, yaitu living cost terendah. Living cost inilah yang digunakan untuk menentukan standar kelayakan gaji buruh. Dengan kata lain, para buruh tidak mendapatkan gaji mereka yang sesungguhnya, karena mereka hanya mendapatkan sesuatu untuk sekadar mempertahankan hidup.

Dalam Islam, standar yang digunakan menentukan gaji buruh adalah manfaat tenaga yang diberikan buruh di pasar. Sehingga tidak ada celah bagi majikan melakukan eksploitasi terhadap buruh. Begitu pula jumlah gaji yang diterima buruh maupun PNS besarnya sama. Karena buruh mendapatkan upahnya sesuai dengan ketentuan upah sepadan yang berlaku di masyarakat. 

Apabila terjadi sengketa dalam penentuan upah, maka kedua belah pihak bisa menunjuk pakar (khubara') untuk menentukan upah yang sepadan. Jika belum juga ditemui kata sepakat, maka negara yang akan menentukan pakar dan juga memaksa kedua belah pihak untuk mengikuti keputusan pakar tersebut. Sehingga negara tidak perlu menetapkan UMR. Bahkan penetapan semacam ini tidak diperbolehkan, dengan menganalogikan pada larangan penetapan harga. Karena, baik upah maupun harga merupakan kompensasi yang diterima seseorang.

Namun, perlu diperhatikan pula gaji yang diterima seharusnya dari pekerjaan yang diperbolehkan oleh syariat. Karena standar seorang muslim adalah halal dan haram. Tetapi, dalam sistem kapitalis sering diabaikan. Sehingga tidak sedikit dari kaum muslim yang terjebak pada nominal gaji saja, bukan kehalalan pekerjaan.

Selain itu, penerapan sistem ekonomi Islam akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Ekonomi berbasis Islam lebih tahan terhadap krisis, tidak ada praktik riba sehingga mendorong sektor riil dan finance deposit pada perbankan syariah tinggi, menekan inflasi, berpihak pada rakyat, arus distribusi dan produksi lancar dan masih banyak keunggulan lainnya. 

Dan penerapan sistem Islam secara kafah bukan hanya menjamin gaji yang layak. Tetapi juga menjamin tempat bekerja dan pekerjaan yang digeluti sesuai syariat sehingga mendatangkan berkah. 
Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post